Al-Qur'an, sebagai kitab suci umat Islam, tidak hanya berisi ajaran-ajaran moral dan spiritual, tetapi juga kisah-kisah inspiratif yang sarat makna. Salah satu bagian yang menarik untuk direnungkan adalah rangkaian ayat 58 hingga 61 dari Surah Al-Baqarah. Ayat-ayat ini membawa kita pada sebuah perjalanan yang menguji ketabahan, keimanan, dan kesabaran seorang hamba di hadapan Sang Pencipta. Mari kita selami lebih dalam kandungan ayat-ayat tersebut.
Ayat ini menceritakan momen penting dalam sejarah Bani Israil. Setelah melalui cobaan panjang, mereka diperintahkan untuk memasuki sebuah negeri yang penuh berkah dan rezeki melimpah. Perintah ini disertai dengan dua adab penting: masuk dengan rasa hormat (sujud) dan memohon ampunan (ucapan 'hiththah' yang berarti mohon ampunan atau pembebasan dari dosa). Ini adalah pelajaran berharga bagi kita bahwa setiap nikmat dan kemudahan yang datang dari Allah Swt. hendaknya disambut dengan kerendahan hati, rasa syukur, dan pengakuan atas kelemahan diri yang membutuhkan ampunan-Nya.
Namun, realitasnya, tidak semua Bani Israil mematuhi perintah tersebut. Sebagian dari mereka yang zalim mengubah ucapan yang diperintahkan, menggantinya dengan kata-kata yang tidak sesuai. Perubahan ucapan ini mencerminkan perubahan hati yang tidak tulus. Akibat dari pembangkangan dan kedurhakaan mereka, Allah menurunkan azab sebagai konsekuensi dari kefasikan mereka. Ayat ini menegaskan pentingnya ketaatan yang utuh, baik dalam ucapan maupun perbuatan, dan bahwa perubahan sedikit saja dari perintah Ilahi yang disertai kezaliman akan berbuah hukuman.
Ayat selanjutnya menampilkan mukjizat luar biasa yang diberikan kepada Nabi Musa as. untuk kaumnya. Dalam kondisi dahaga yang hebat, Allah memerintahkan Musa untuk memukul batu dengan tongkatnya. Seketika, batu itu memancarkan dua belas mata air, masing-masing untuk setiap suku Bani Israil. Ini adalah bukti nyata kekuasaan Allah dalam memberikan rezeki dari sumber yang tak terduga. Ayat ini juga mengingatkan kita untuk menikmati rezeki Allah dengan rasa syukur, sambil terus berupaya untuk tidak berbuat kerusakan di muka bumi.
Ayat terakhir dalam rangkaian ini menggambarkan ketidakpuasan sebagian Bani Israil terhadap rezeki yang telah Allah berikan. Meskipun telah mendapatkan makanan yang melimpah dari surga (manna dan salwa) dan air yang jernih dari mukjizat batu, mereka justru merindukan makanan bumi yang dianggap lebih beragam. Sikap ini menunjukkan penyakit hati berupa ketidakbersyukuran dan kegelisahan. Musa menegur mereka atas pilihan yang keliru, yaitu menukar sesuatu yang baik (manna dan salwa) dengan yang lebih rendah nilainya. Akibat dari ketidakpuasan dan pembangkangan ini, mereka dikenai kehinaan, kemiskinan, dan kemurkaan Allah. Ayat ini menjadi peringatan keras bagi kita agar senantiasa bersyukur atas nikmat yang Allah berikan, sekecil apapun itu, dan menghindari sifat tidak puas yang bisa menjerumuskan kita pada azab-Nya.
Rangkaian Surah Al-Baqarah ayat 58-61 ini menyajikan pelajaran yang sangat relevan bagi kehidupan spiritual kita. Dari perintah untuk masuk dengan kerendahan hati dan memohon ampun, hingga konsekuensi dari pembangkangan dan ketidakpuasan, semuanya menggarisbawahi pentingnya ketaatan, rasa syukur, dan kesabaran dalam menghadapi ujian hidup. Allah Swt. Maha Pemberi Rezeki, namun Dia juga Maha Mengetahui mana yang terbaik bagi hamba-Nya. Belajar dari kisah Bani Israil, marilah kita senantiasa memohon kekuatan iman agar senantiasa bersyukur, taat, dan ridha atas segala ketetapan-Nya, sehingga kita terhindar dari murka dan kehinaan, serta meraih keridhaan-Nya.