Tafsir Surah Al Baqarah (91-100) Refleksi Iman dan Ujian
Ilustrasi visual makna Surah Al Baqarah ayat 91-100.

Surah Al Baqarah Ayat 91-100: Menyingkap Makna Mendalam dan Pelajaran Berharga

Surah Al Baqarah, sebagai surah terpanjang dalam Al-Qur'an, memuat berbagai kisah, hukum, dan petunjuk bagi umat manusia. Di antara ayat-ayatnya yang sarat makna, rentang ayat 91 hingga 100 memberikan pelajaran yang sangat relevan, terutama mengenai respons kaum Yahudi terhadap ajaran Nabi Muhammad SAW dan bagaimana Allah SWT menguji keimanan hamba-Nya. Ayat-ayat ini tidak hanya menceritakan peristiwa di masa lalu, tetapi juga mengandung hikmah universal yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan setiap Muslim.

Ayat-Ayat Kunci dan Penjelasannya

Mari kita telaah beberapa ayat penting dalam rentang ini:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمۡ ءَامِنُواْ بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ قَالُواْ نُؤۡمِنُ بِمَآ أُنزِلَ عَلَيۡنَا وَيَكۡفُرُونَ بِمَا وَرَآءَهُۥ وَهُوَ ٱلۡحَقُّ مُصَدِّقٗا لِّمَا مَعَهُمۡۗ قُلۡ فَإِلِمَ تَقۡتُلُونَ أَنۢبِيَآءَ ٱللَّهِ مِن قَبۡلُ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ

Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Berimanlah kepada apa (Al-Qur'an) yang telah diturunkan Allah," mereka berkata, "Kami beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami." Dan mereka mengingkari apa (Al-Qur'an) yang diturunkan setelahnya, padahal (Al-Qur'an) itu adalah kebenaran yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah, "Mengapa kamu membunuh nabi-nabi Allah jika kamu memang orang beriman?" (QS. Al Baqarah: 91)

Ayat ini menggambarkan penolakan kaum Yahudi Madinah terhadap wahyu Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Mereka beralasan hanya beriman pada kitab suci yang telah diturunkan kepada mereka sebelumnya, yaitu Taurat. Namun, di balik alasan tersebut tersimpan ketidakmauan untuk menerima kebenaran yang hakiki. Allah SWT menantang mereka dengan pertanyaan retoris, mengapa mereka mengklaim beriman pada kitab suci mereka, tetapi justru membunuh para nabi yang diutus oleh Allah, termasuk nabi-nabi yang diutus kepada Bani Israil sendiri. Ini menunjukkan inkonsistensi dan kemunafikan dalam klaim keimanan mereka.

وَلَقَدۡ جَآءَكُم مُّوسَىٰ بِٱلۡبَيِّنَٰتِ ثُمَّ ٱتَّخَذۡتُمُ ٱلۡعِجۡلَ مِنۢ بَعۡدِهِۦ وَأَنتُمۡ ظَٰلِمُونَ

Dan sungguh, Musa telah datang kepadamu membawa keterangan-keterangan (yang nyata), kemudian kamu menjadikan anak lembu (sebagai sembahan) setelah (kepergian)nya, dan kamu adalah orang-orang zalim. (QS. Al Baqarah: 92)

Selanjutnya, Allah mengingatkan kembali tentang peristiwa penyembahan anak lembu yang dilakukan oleh kaum Yahudi setelah Nabi Musa AS pergi ke gunung untuk menerima wahyu. Ini adalah bukti nyata dari sifat mudah menyimpang dan kezaliman mereka terhadap perjanjian dengan Allah. Pengingatan ini bertujuan untuk menunjukkan betapa rapuhnya iman mereka dan betapa seringnya mereka jatuh ke dalam kesesatan, meskipun telah diberikan bukti-bukti yang jelas.

وَإِذۡ أَخَذۡنَا مِيثَٰقَكُمۡ وَرَفَعۡنَا فَوۡقَكُمُ ٱلطُّورَ خُذُواْ مَآ ءَاتَيۡنَٰكُم بِقُوَّةٍ وَٱسۡمَعُواْۖ قَالُواْ سَمِعۡنَا وَعُصِينَا وَأُشۡرِبُواْ فِي قُلُوبِهِمُ ٱلۡعِجۡلَ بِكُفۡرِهِمۡۚ قُلۡ بِئۡسَمَا يَأۡمُرُكُم بِهِۦٓ إِيمَٰنُكُمۡ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ

Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji (perjanjian) dari kamu dan Kami mengangkat gunung (Thursina) di atasmu (seraya berfirman), "Peganglah teguh apa yang telah Kami berikan kepadamu dan taatlah!" Mereka menjawab, "Kami mendengar dan kami membangkang." Dan hati mereka telah dipenuhi oleh (kecintaan kepada) anak lembu karena kekafiran mereka. Katakanlah, "Sangat buruk apa yang diperintahkan oleh imanmu kepadamu, jika benar kamu orang beriman." (QS. Al Baqarah: 93)

Ayat ini kembali mengingatkan tentang perjanjian yang sangat kuat yang diambil dari Bani Israil, di mana gunung Thursina diangkat di atas kepala mereka sebagai saksi. Mereka diperintahkan untuk memegang teguh ajaran Allah dengan sungguh-sungguh dan mendengar serta taat. Namun, respons mereka adalah "kami mendengar dan kami membangkang." Cinta mereka yang berlebihan pada harta benda dan kesenangan duniawi, yang diwakili oleh patung anak lembu, telah mengakar dalam hati mereka, menenggelamkan keimanan. Allah SWT menegaskan betapa buruknya iman yang hanya sekadar ucapan jika hati mereka tidak mencerminkan kepatuhan.

Pelajaran Universal dari Ayat-Ayat Ini

Meskipun ayat-ayat ini berbicara tentang kaum Yahudi di masa lalu, pelajaran yang terkandung di dalamnya bersifat universal dan sangat relevan bagi umat Islam di setiap zaman:

  1. Ujian Keimanan: Allah SWT sering kali menguji keimanan hamba-Nya. Ujian tersebut bisa berupa perintah yang bertentangan dengan hawa nafsu, godaan dunia, atau tuntutan untuk meninggalkan kebiasaan buruk. Respons terhadap ujian inilah yang menentukan kualitas keimanan seseorang.
  2. Pentingnya Keteguhan Hati: Sejarah Bani Israil menunjukkan bahaya jika hati sudah terpengaruh oleh kecintaan duniawi. Iman yang teguh membutuhkan keteguhan hati untuk menolak segala bentuk kemusyrikan, kebatilan, dan penyimpangan dari ajaran Allah.
  3. Inkonsistensi dalam Klaim Iman: Seseorang tidak bisa mengklaim beriman sementara perbuatannya bertolak belakang dengan ajaran imannya. Seperti halnya kaum Yahudi yang mengaku beriman pada Taurat namun membunuh nabi-nabi, klaim iman yang tidak disertai amal saleh adalah kosong.
  4. Menerima Kebenaran dari Mana Pun Datangnya: Keengganan kaum Yahudi untuk menerima Al-Qur'an menunjukkan bahwa kebenaran harus diterima terlepas dari siapa yang membawanya atau kapan datangnya. Al-Qur'an adalah kebenaran yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya, sehingga penolakan terhadapnya adalah penolakan terhadap kebenaran itu sendiri.
  5. Bahaya Mengingkari Ajaran Allah: Sejarah kelam Bani Israil, mulai dari penyembahan anak lembu hingga pembunuhan nabi, adalah peringatan keras bagi umat Islam untuk tidak mengulangi kesalahan serupa. Mengingkari atau menolak perintah Allah adalah bentuk kezaliman terhadap diri sendiri dan Tuhan.

Ayat-ayat Surah Al Baqarah 91-100 merupakan pengingat kuat bagi kita untuk senantiasa mengintrospeksi diri. Apakah keimanan kita sudah kokoh? Apakah hati kita telah dipenuhi oleh cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan oleh kesenangan duniawi semata? Apakah kita senantiasa berusaha untuk mendengar dan taat kepada perintah Allah, meskipun terkadang sulit? Refleksi mendalam terhadap ayat-ayat ini akan membantu kita untuk memperkuat ikatan kita dengan Allah dan menjalani kehidupan sebagai seorang Muslim yang sejati.

🏠 Homepage