Dalam Al-Qur'an, setiap surah memiliki posisi dan urutan penurunan yang unik, yang sering kali memberikan konteks mendalam terhadap makna dan pesan yang dibawanya. Salah satu surah yang menarik untuk dibahas dalam kaitannya dengan urutan ini adalah Surah Al-Bayyinah. Pertanyaan mengenai "surah Al-Bayyinah diturunkan sesudah surah apa" mengarahkan kita pada pemahaman akan kronologi wahyu dan bagaimana ayat-ayat tersebut saling melengkapi untuk membentuk kesatuan ajaran Islam.
Para ulama tafsir umumnya sepakat bahwa Surah Al-Bayyinah termasuk dalam kategori surah-surah Madaniyyah, yang berarti diturunkan di Madinah. Namun, ada perbedaan pendapat mengenai urutan pastinya di antara surah-surah Madaniyyah lainnya. Mayoritas pendapat menyatakan bahwa Surah Al-Bayyinah diturunkan setelah Surah Al-Hujurat dan sebelum Surah At-Talaq. Ada pula yang menempatkannya di urutan yang berbeda, namun konsensusnya adalah surah ini merupakan salah satu dari surah-surah yang turun di fase akhir kenabian, ketika Islam telah kokoh berdiri di Madinah.
Penempatan Surah Al-Bayyinah di periode Madinah sangat signifikan. Pada fase ini, umat Islam telah membentuk sebuah komunitas, menghadapi tantangan internal dan eksternal, serta memerlukan panduan yang lebih rinci mengenai syariat dan pemurnian akidah. Pesan-pesan dalam Al-Bayyinah, yang menekankan kejelasan bukti (bayyinah) tentang kebenaran risalah Nabi Muhammad ﷺ, serta konsekuensi dari penerimaan dan penolakan terhadapnya, sangat relevan bagi kondisi umat saat itu.
Memahami bahwa Surah Al-Bayyinah diturunkan sesudah surah-surah yang lebih awal, termasuk surah-surah yang menjelaskan dasar-dasar akidah dan hukum, memberikan perspektif baru. Surah ini berfungsi sebagai penegas dan pembeda yang lebih tajam antara orang-orang beriman dan orang-orang yang mengingkari, khususnya dari kalangan ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) serta kaum musyrikin.
Perintah Allah SWT dalam awal surah, "Tidaklah orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik itu akan binasa sebelum datangnya kepada mereka bukti yang nyata" (QS. Al-Bayyinah: 1), secara langsung menyoroti esensi dari surah ini: kehadiran "bukti yang nyata" (Al-Bayyinah). Bukti ini adalah Al-Qur'an dan kerasulan Nabi Muhammad ﷺ, yang membawa ajaran tauhid murni.
"Padahal mereka tidak diperintah kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar mereka melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (QS. Al-Bayyinah: 5)
Ayat kelima ini adalah inti dari ajaran yang dibawa oleh para rasul, termasuk Nabi Muhammad ﷺ. Penekanan pada ikhlas dalam beribadah, salat, dan zakat menunjukkan bagaimana Al-Bayyinah menegaskan kembali prinsip-prinsip fundamental ajaran samawi yang seharusnya telah dipahami oleh ahli Kitab, namun sebagian dari mereka menyimpang darinya.
Beberapa pesan kunci yang dapat digali dari Surah Al-Bayyinah, dengan mempertimbangkan urutan penurunannya, antara lain:
Dengan memahami bahwa Surah Al-Bayyinah diturunkan sesudah surah-surah lain, kita dapat melihatnya sebagai penguatan, penegasan, dan pendetailan lebih lanjut terhadap ajaran Islam. Pesannya yang lugas dan tegas mengenai perbedaan antara kebenaran dan kesesatan, serta urgensi untuk memilih jalan Allah, menjadikannya surah yang sangat penting dalam Al-Qur'an. Membaca dan merenungkan Surah Al-Bayyinah berarti kembali pada inti ajaran Islam yang sederhana namun mendalam: ketundukan total kepada Allah SWT semata.