Ilustrasi keagungan langit malam, simbol kekuasaan Allah.
Surat Al-Baqarah, surat terpanjang dalam Al-Qur'an, memuat berbagai ayat yang memberikan petunjuk, peringatan, dan pelajaran mendalam bagi umat manusia. Di antara rangkaian ayat-ayatnya, terdapat ayat 26 hingga 30 yang secara khusus membahas tentang kekuasaan Allah SWT dalam menciptakan, serta bagaimana Allah memberikan ujian dan kemuliaan kepada makhluk-Nya. Ayat-ayat ini bukan hanya sekadar bacaan, melainkan sebuah fondasi untuk merenungkan kebesaran Sang Pencipta dan bagaimana kita seharusnya bersikap di dunia ini.
Mari kita selami makna dari surat Al-Baqarah ayat 26 hingga 30, yang sering disebut sebagai ayat-ayat tentang penciptaan dan pemilihan manusia oleh Allah SWT.
Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, sedang orang-orang yang mengingkarinya akan berkata, “Apakah yang dimaksud Allah dengan perumpamaan seperti ini?” Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu pula banyak orang yang diberi petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan dengan perumpamaan itu kecuali orang-orang fasik.
Ayat ke-26 ini menjelaskan bahwa Allah SWT mampu membuat perumpamaan sekecil apapun, bahkan seekor nyamuk. Ini menunjukkan kekuasaan-Nya yang mutlak dan tidak terbatas. Perumpamaan yang diberikan oleh Allah selalu mengandung hikmah. Orang yang beriman akan memahami kebenarannya, sementara orang yang kafir akan mempertanyakan dan meragukan, sehingga mereka semakin tersesat. Ayat ini mengajarkan kita untuk senantiasa berprasangka baik terhadap firman Allah dan meyakini bahwa setiap perkataan-Nya adalah kebenaran.
(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah setelah diikrarkannya, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk disambungkan, dan berbuat kerusakan di bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.
Selanjutnya, ayat ke-27 merinci ciri-ciri orang-orang yang fasik yang disebutkan di ayat sebelumnya. Mereka adalah orang-orang yang mengingkari perjanjian mereka dengan Allah, memutuskan hubungan silaturahmi yang diperintahkan untuk dijaga, dan menebar kerusakan di muka bumi. Keadaan mereka adalah kerugian yang nyata, baik di dunia maupun di akhirat. Ayat ini mengingatkan kita untuk senantiasa menjaga amanah dan janji kita kepada Allah, serta menjalin hubungan baik dengan sesama manusia dan menjaga kelestarian alam.
Bagaimana kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu (tadinya) mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia akan mematikan kamu, lalu Dia akan menghidupkan kamu kembali, kemudian kepada-Nya kamu dikembalikan.
Ayat ke-28 menjadi sebuah pertanyaan retoris yang menggugah kesadaran. Bagaimana mungkin seseorang mengingkari Allah, Dzat yang telah memberikan anugerah kehidupan? Allah mengingatkan manusia akan siklus kehidupan mereka: dari tiada menjadi ada, kemudian mati, lalu dihidupkan kembali. Proses penciptaan dan kebangkitan ini adalah bukti nyata akan kekuasaan Allah yang tidak terbantahkan. Ayat ini mengajak kita untuk merenungkan hakikat keberadaan diri dan meyakini adanya hari kebangkitan serta pertanggungjawaban kelak.
Dialah Allah yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untuk kamu, kemudian Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu Dia menjadikannya tujuh langit. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Di ayat ke-29, Allah menegaskan kembali karunia-Nya dengan menciptakan seluruh isi bumi untuk dimanfaatkan oleh manusia. Dari kekayaan alam, sumber daya, hingga segala kenikmatan duniawi, semuanya adalah bukti kasih sayang Allah. Setelah itu, Allah berkehendak menciptakan langit yang berlapis tujuh. Proses penciptaan langit dan bumi yang begitu harmonis ini menunjukkan betapa agung dan ilmunya Allah. Ini merupakan pengingat agar kita senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang diberikan dan menggunakan karunia tersebut untuk kebaikan, bukan untuk kesombongan atau kerusakan.
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan di bumi itu seorang khalifah.” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Puncak dari rangkaian ayat ini adalah ayat ke-30, yang menceritakan tentang percakapan Allah dengan para malaikat mengenai penciptaan Adam sebagai khalifah di bumi. Para malaikat yang memiliki pemahaman terbatas sempat mempertanyakan kebijakan ini, mengingat potensi kerusakan dan pertumpahan darah yang mungkin dilakukan manusia. Namun, Allah SWT dengan bijak menjawab, "Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Jawaban ini mengandung makna yang sangat dalam. Allah mengetahui potensi kebaikan yang luar biasa dalam diri manusia, kemampuan untuk beriman, beribadah, dan mengemban amanah kekhalifahan. Ayat ini mengajarkan kita tentang pentingnya kedudukan manusia sebagai khalifah di bumi, tanggung jawab yang diemban, serta bagaimana ilmu Allah jauh melampaui pemahaman makhluk-Nya.
Keempat ayat di atas memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi umat Islam. Pertama, kita diajak untuk mengakui kebesaran dan kekuasaan Allah SWT melalui penciptaan alam semesta dan segala isinya. Kedua, kita diingatkan untuk senantiasa menjaga perjanjian kita dengan Allah, menjalin silaturahmi yang baik, dan menghindari perbuatan yang merusak. Ketiga, kita harus merenungkan hakikat kehidupan, kematian, dan kebangkitan, serta meyakini adanya pertanggungjawaban di akhirat. Keempat, kita memahami peran dan tanggung jawab kita sebagai khalifah di bumi, yang seharusnya memakmurkan dan menjaga alam ciptaan Allah, bukan malah merusaknya.
Dengan memahami dan merenungkan makna surat Al-Baqarah ayat 26-30, diharapkan setiap individu Muslim dapat meningkatkan keimanannya, memperbaiki akhlaknya, serta lebih giat dalam beribadah dan berbuat kebaikan. Ini adalah panduan ilahi untuk menjalani kehidupan yang bermakna dan penuh keberkahan.