Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman, "Demi (buah) zaitun dan (bukit) Tursina," (QS At-Tin: 1). Ayat ini mengawali surah At-Tin yang memiliki makna mendalam, menggarisbawahi pentingnya buah zaitun dan tempat suci lainnya sebagai saksi kebesaran Tuhan. Buah zaitun, yang memiliki nama latin Olea europaea, bukanlah sekadar buah biasa. Ia merupakan simbol kekayaan nutrisi, keberkahan, dan hikmah yang telah diakui sejak zaman dahulu. Keberadaannya yang disebut langsung dalam firman-Nya memberikan dimensi spiritual yang lebih tinggi, menjadikannya lebih dari sekadar bahan pangan.
Buah zaitun tumbuh di pohon zaitun yang dikenal memiliki ketahanan luar biasa, mampu bertahan hidup ratusan, bahkan ribuan tahun. Pohon ini tumbuh subur di daerah Mediterania dan sekitarnya, termasuk wilayah di mana banyak nabi diutus. Kerapuhan daunnya yang hijau keperakan dan keteguhan batangnya yang berliku-liku seolah mencerminkan perjalanan hidup yang penuh ujian namun tetap teguh pada pendirian. Kehidupan pohon zaitun yang panjang dan kemampuannya bertahan di kondisi alam yang keras sering dianalogikan dengan keteguhan iman seorang mukmin yang senantiasa berpegang teguh pada ajaran agama di tengah berbagai cobaan.
Nilai gizi buah zaitun sangatlah kaya. Ia kaya akan asam lemak tak jenuh tunggal, terutama asam oleat, yang dikenal baik untuk kesehatan jantung. Selain itu, buah zaitun mengandung antioksidan seperti polifenol dan vitamin E yang berperan penting dalam melawan radikal bebas, mencegah penuaan dini, dan melindungi tubuh dari berbagai penyakit kronis. Minyak zaitun, hasil perasan dari buah ini, telah lama digunakan sebagai bahan pengobatan, kecantikan, dan tentu saja, sebagai sumber minyak nabati yang sehat. Keajaiban nutrisi ini menjadikan buah zaitun sebagai anugerah yang patut disyukuri.
Dalam tradisi Islam, zaitun memiliki tempat yang istimewa. Selain disebutkan dalam Surah At-Tin, zaitun juga disebut dalam surah lain seperti Surah Al-Mu'minun ayat 20: "dan pohon zaitun yang tumbuh di gunung Sinai, yang menghasilkan minyak, dan menjadi lauk bagi orang-orang yang makan." Ayat ini mempertegas manfaat zaitun yang tidak hanya sebagai buah, tetapi juga sumber minyak yang berharga dan makanan pokok bagi sebagian masyarakat. Penggunaan minyak zaitun untuk lampu di tempat-tempat ibadah, seperti yang disebutkan dalam Al-Qur'an (QS An-Nur: 35) sebagai "minyak dari pohon yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun yang tidak di timur dan tidak pula di barat, yang minyaknya (hampir) menerangi, walaupun tidak disentuh api," semakin menunjukkan kesakralan dan keberkahannya.
Minyak zaitun disebutkan sebagai salah satu bahan alami yang memiliki khasiat penyembuhan. Dalam beberapa riwayat, minyak zaitun juga digunakan untuk mengobati luka atau penyakit kulit. Keberkahannya yang tersirat dalam ayat-ayat Al-Qur'an menginspirasi umat Muslim untuk mengonsumsi dan memanfaatkan buah zaitun serta minyaknya. Hal ini juga mendorong penelitian lebih lanjut mengenai manfaat kesehatan dari zaitun, yang kini semakin banyak dibuktikan oleh sains modern.
Surah At-Tin merupakan permulaan yang kuat dengan sumpah atas dua tempat penting: buah zaitun dan Gunung Tursina (Sinai), tempat Nabi Musa menerima wahyu. Sumpah ini menunjukkan betapa pentingnya kedua hal tersebut di mata Allah SWT. Buah zaitun melambangkan kesuburan, kemakmuran, dan berkah ilahi. Sementara itu, Gunung Tursina melambangkan tempat wahyu dan petunjuk spiritual yang diturunkan kepada para nabi. Kombinasi keduanya dalam sumpah Allah SWT menegaskan pentingnya keseimbangan antara kehidupan duniawi yang diberkahi (melalui hasil bumi seperti zaitun) dan pencarian kebenaran spiritual.
Allah SWT kemudian melanjutkan surah ini dengan menyebutkan penciptaan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, dan diturunkannya para rasul untuk membimbing manusia. Puncak dari surah ini adalah penegasan bahwa Allah adalah hakim yang paling adil. Pengingat tentang keadilan ilahi ini datang setelah Allah bersumpah atas simbol-simbol keberkahan dan petunjuk. Hal ini seolah mengingatkan kita bahwa setiap rezeki dan petunjuk yang diberikan, termasuk anugerah buah zaitun, adalah ujian. Bagaimana kita memanfaatkan, mensyukuri, dan menjalani hidup berdasarkan petunjuk-Nya akan menjadi penentu balasan kita kelak.
Dalam kehidupan modern, buah zaitun dan minyaknya telah mendunia. Kehadirannya di meja makan, baik sebagai buah olahan, topping pizza, salad, maupun sebagai minyak untuk memasak dan berdressing, menunjukkan betapa buah ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup sehat. Namun, bagi seorang Muslim, mengonsumsi zaitun seharusnya tidak hanya sekadar memenuhi kebutuhan gizi, tetapi juga menjadi momen refleksi.
Setiap kali kita memandang atau mengonsumsi zaitun, kita diajak untuk merenungkan ayat-ayat Allah dalam Surah At-Tin dan surah lainnya. Kita diingatkan akan kebesaran Sang Pencipta yang telah menciptakan segala sesuatu dengan sempurna, termasuk buah yang penuh berkah ini. Kita juga diingatkan untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang diberikan, memanfaatkan rezeki dengan bijak, dan berusaha hidup sesuai dengan tuntunan-Nya. Dengan demikian, buah zaitun bukan hanya menjadi makanan, tetapi juga menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, memperdalam pemahaman akan firman-Nya, dan meningkatkan kualitas spiritualitas kita.