Makna Mendalam Surat Al-Baqarah Ayat 116-120

"Dan mereka berkata: "Tuhan mengambil anak." Maha Suci Allah,..." (Al-Baqarah: 116) Ayat 116-120: Penolakan Klaim dan Pedoman Hidup
Ilustrasi Makna Awal Ayat 116 Al-Baqarah

Surat Al-Baqarah, juz' awal dari kitab suci Al-Qur'an, mengandung banyak ayat yang sarat makna dan menjadi pedoman hidup bagi umat Islam. Di antara ayat-ayat tersebut, rangkaian ayat 116 hingga 120 memiliki kedudukan penting dalam menguraikan akidah yang benar, menolak klaim yang keliru, serta memberikan arahan fundamental tentang bagaimana seharusnya seorang mukmin menjalani kehidupannya. Ayat-ayat ini secara khusus menyoroti keesaan Allah, hakikat penciptaan, dan prinsip-prinsip yang membedakan jalan kebenaran dari kesesatan.

Penolakan Terhadap Klaim Anak bagi Allah (Ayat 116)

Ayat 116 dimulai dengan pernyataan tegas yang menolak pandangan keliru dari sebagian kaum Yahudi dan Nasrani yang mengklaim bahwa Allah memiliki anak. Allah berfirman:

وَقَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَل لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ كُلٌّ لَّهُ قَانِتُونَ

"Dan mereka berkata: "Tuhan mengambil anak." Maha Suci Allah, bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah milik-Nya. Semua tunduk kepada-Nya."

Dalam ayat ini, Allah menekankan kesucian-Nya dari segala bentuk ketidaksempurnaan, termasuk memiliki anak. Konsep memiliki anak adalah atribut makhluk yang membutuhkan keturunan untuk kelangsungan jenisnya atau karena kelemahan. Allah yang Maha Esa, Maha Kuasa, dan Maha Sempurna tidak memerlukan hal tersebut. Seluruh ciptaan, baik di langit maupun di bumi, adalah milik-Nya dan tunduk sepenuhnya kepada kekuasaan-Nya. Penolakan ini adalah fondasi utama dari tauhid (keesaan Allah) yang merupakan inti ajaran Islam.

Kekuasaan dan Kehendak Allah dalam Penciptaan (Ayat 117)

Melanjutkan penegasan keesaan-Nya, ayat 117 menjelaskan bagaimana Allah adalah Pencipta yang tidak memerlukan contoh sebelumnya:

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِذَا قَضَىٰ أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُن فَيَكُونُ

"Dia Pencipta langit dan bumi, dan apabila Dia hendak menciptakan sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah ia."

Frasa "Badi'us samawati wal ardh" menunjukkan bahwa Allah adalah Pencipta yang original, tanpa ada yang mendahului-Nya atau menjadi model bagi-Nya. Penciptaan langit dan bumi serta segala isinya dilakukan hanya dengan perintah "Kun Fayakun" (Jadilah, maka jadilah). Ini menegaskan kemahakuasaan dan kemudahan Allah dalam mengatur alam semesta. Segala sesuatu yang terjadi di alam semesta adalah atas kehendak dan perintah-Nya.

Perbedaan Pandangan dan Keyakinan (Ayat 118-119)

Ayat-ayat selanjutnya membahas perbedaan pandangan dan keyakinan antara kaum mukmin yang mengikuti kebenaran dan kaum yang tetap dalam keraguan atau kesesatan.

وَقَالَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ لَوْلَا يَأْتِينَا الْمَلَائِكَةُ أَوْ نَرَىٰ رَبَّنَا لَقَدِ اسْتَكْبَرُوا فِي أَنفُسِهِمْ وَعَتَوْا عُتُوًّا كَبِيرًا

"Orang-orang yang tidak mengetahui berkata, "Mengapa Allah tidak berbicara kepada kita dan mengapa tidak datang kepada kita suatu tanda (dari Tuhan)?" Demikian pula orang-orang sebelum mereka telah mengatakan hal yang serupa; hati mereka serupa. Sungguh, Kami telah menjelaskan tanda-tanda kepada kaum yang yakin."

Ayat 118 menggambarkan sikap kaum yang tidak memiliki ilmu dan pemahaman yang benar. Mereka menuntut agar Allah berbicara langsung kepada mereka atau menurunkan tanda-tanda fisik yang kasat mata. Sikap ini menunjukkan kesombongan dan penolakan terhadap petunjuk yang telah diberikan melalui para nabi dan kitab-kitab-Nya. Padahal, Allah telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran-Nya dengan jelas kepada orang-orang yang mau berpikir dan mencari kebenaran.

Ayat 119 melanjutkan, menegaskan bahwa Allah telah memberikan penjelasan yang memadai melalui ayat-ayat-Nya, namun hanya kaum yang benar-benar yakinlah yang dapat memahaminya.

إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَا تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيمِ

"Sesungguhnya Kami mengutus engkau (Muhammad) dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan; dan engkau tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang penghuni-penghuni neraka."

Ayat ini menegaskan peran Nabi Muhammad SAW sebagai utusan yang membawa risalah kebenaran, yang fungsinya adalah menyampaikan kabar gembira bagi orang-orang beriman dan peringatan bagi orang-orang yang ingkar. Tanggung jawab Nabi SAW adalah menyampaikan pesan, adapun akibat dari pilihan hidup manusia, baik menuju surga maupun neraka, adalah urusan mereka sendiri dan Allah.

Pedoman Hidup Seorang Mukmin (Ayat 120)

Ayat terakhir dalam rangkaian ini, ayat 120, memberikan arahan penting tentang bagaimana seorang mukmin seharusnya bersikap dalam menghadapi pandangan kaum lain yang menyimpang:

وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِن وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ

"Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)." Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu datang kepadamu, maka Allah tidak akan menjadi pelindungmu dan tidak (pula) menjadi penolongmu."

Ayat ini adalah pelajaran berharga bagi setiap Muslim. Mengingatkan bahwa para penganut agama lain, yaitu Yahudi dan Nasrani (pada masa itu dan secara umum), tidak akan pernah ridha atau merasa puas dengan ajaran Islam kecuali kaum Muslimin meninggalkan agamanya sendiri dan mengikuti agama mereka.

Oleh karena itu, Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan sebuah pernyataan tegas: bahwa petunjuk yang sesungguhnya adalah petunjuk dari Allah semata. Beliau diperintahkan untuk tidak goyah mengikuti keinginan dan paham kaum Yahudi dan Nasrani, karena hal itu akan menjauhkan dari perlindungan dan pertolongan Allah. Ayat ini menekankan pentingnya teguh berpegang pada ajaran Islam, tidak terpengaruh oleh tekanan atau godaan dari luar, serta menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai panduan utama dalam segala aspek kehidupan.

Kesimpulan

Surat Al-Baqarah ayat 116-120 secara komprehensif menjelaskan keesaan Allah, kekuasaan-Nya yang mutlak, dan menolak segala bentuk syirik dan klaim yang keliru terhadap Allah. Ayat-ayat ini juga menggarisbawahi pentingnya ilmu, keyakinan, dan keteguhan dalam memegang ajaran Islam, bahkan ketika berhadapan dengan perbedaan pandangan dan tekanan dari pihak lain. Bagi seorang mukmin, memahami dan mengamalkan makna dari ayat-ayat ini adalah kunci untuk meraih keselamatan dunia dan akhirat, serta mendapatkan ridha dan pertolongan dari Allah SWT.

🏠 Homepage