Al-Baqarah 136-140 Iman, Tanggung Jawab, dan Keimanan Nuh, Ibrahim, Musa, Isa

Merenungi Surat Al-Baqarah Ayat 136-140: Landasan Iman dan Tanggung Jawab

Surat Al-Baqarah, sebagai surat terpanjang dalam Al-Qur'an, kaya akan ajaran fundamental bagi umat Islam. Di antara ayat-ayatnya yang sarat makna, terdapat rentetan ayat 136 hingga 140 yang memberikan pencerahan mendalam mengenai hakikat keimanan, tanggung jawab seorang mukmin, serta penegasan akan kemurnian ajaran para nabi terdahulu. Ayat-ayat ini bukan sekadar bacaan, melainkan panggilan untuk refleksi diri dan penguatan keyakinan.

Ayat 136:

"Katakanlah (hai orang-orang mukmin): 'Kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami, kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak-anaknya, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan 'Isa serta kepada apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membedakan seorang pun di antara mereka dan hanya kepada-Nyalah kami berserah diri.'"

Ayat ini menjadi fondasi pengakuan keimanan seorang Muslim. Penegasan bahwa keimanan mencakup Allah SWT, wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW (Al-Qur'an), serta wahyu yang pernah diberikan kepada para nabi terdahulu, seperti Ibrahim, Ishaq, Ya'qub, Musa, dan Isa AS. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah kelanjutan dan penyempurnaan dari risalah para nabi sebelumnya. Perintah untuk tidak membedakan satu nabi dengan nabi lainnya adalah penekanan pada persatuan tauhid dan ajaran inti para rasul. Dengan demikian, seorang Muslim tidak hanya beriman pada Al-Qur'an, tetapi juga pada seluruh ajaran nabi-nabi utusan Allah yang telah diwahyukan sebelumnya, selama ajarannya selaras dengan tauhid.

Ayat 137:

"Maka jika mereka beriman sebagaimana kamu beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (denganmu), maka Allah akan memelihara (dari kejahatan) mu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."

Ayat ini melanjutkan penegasan ayat sebelumnya. Jika Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) beriman sebagaimana orang mukmin beriman, maka mereka akan mendapatkan petunjuk. Namun, jika mereka berpaling dari kebenaran Islam, maka mereka berada dalam kekufuran dan permusuhan. Allah SWT menegaskan bahwa Dia akan melindungi kaum mukmin dari tipu daya dan kejahatan mereka. Ini adalah janji perlindungan dari Allah bagi hamba-Nya yang teguh berpegang pada kebenaran-Nya. Penegasan bahwa Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui menunjukkan bahwa segala amal perbuatan, baik yang disembunyikan maupun yang diungkapkan, senantiasa dalam pengawasan-Nya.

Ayat 138:

"(Ini adalah) tanda Allah. Maka barangsiapa mengerjakan kebajikan dalam keadaan beriman, maka tidak ada pengingkaran terhadapnya, dan sesungguhnya Kami adalah pencatat baginya."

Ayat ini mengaitkan keimanan dengan amal perbuatan. Segala amal kebaikan yang dilakukan oleh orang yang beriman tidak akan sia-sia. Allah SWT akan mencatat dan membalasnya dengan pahala. Penting untuk dicatat bahwa keimanan haruslah yang tulus, yang termanifestasi dalam amal saleh. Tanpa iman, amal kebaikan bisa jadi tidak bernilai di sisi Allah. Sebaliknya, iman yang benar akan mendorong seseorang untuk berbuat baik dalam segala aspek kehidupannya, baik urusan pribadi maupun sosial. Allah sebagai pencatat segala amal, menjamin bahwa tidak ada kebaikan sekecil apapun yang akan terlewatkan.

Ayat 139:

"Orang-orang (Ahlul Kitab) berkata: 'Janganlah kamu menganut selain apa yang diturunkan kepada nenek moyangmu, yaitu Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak-anaknya.' Katakanlah: 'Justru (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus; dan bukanlah Ibrahim seorang yang termasuk golongan orang musyrik.'"

Di sini, Al-Qur'an menggambarkan perdebatan dengan Ahli Kitab. Mereka mencoba membatasi kebenaran hanya pada warisan nenek moyang mereka, yang mereka kaitkan dengan Nabi Ibrahim AS. Namun, Al-Qur'an membantah klaim tersebut dengan menegaskan bahwa agama Ibrahim yang sebenarnya adalah agama tauhid yang lurus, bukan agama yang bercampur dengan syirik atau penyimpangan lainnya. Ibrahim AS adalah teladan kemurnian tauhid dan penolakan terhadap segala bentuk kemusyrikan. Ayat ini menegaskan bahwa ajaran Islam adalah risalah tauhid yang murni, sama seperti yang dibawa oleh Nabi Ibrahim AS.

Ayat 140:

"Atau apakah kamu (hai orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak-anaknya beragama Yahudi atau Nasrani? Katakanlah: 'Apakah kamu yang lebih mengetahui atau Allah?' Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menyembunyikan kesaksian dari Allah yang ada padanya? Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan."

Ayat terakhir dalam rentetan ini kembali membantah klaim Ahli Kitab yang mencoba mengklaim para nabi terdahulu sebagai bagian dari agama mereka. Al-Qur'an menegaskan bahwa Ibrahim dan keturunannya menganut agama tauhid yang lurus, bukan Yahudi atau Nasrani. Pertanyaan retoris "Apakah kamu yang lebih mengetahui atau Allah?" mengajak kita untuk kembali pada sumber kebenaran hakiki, yaitu Allah SWT. Ayat ini juga mengutuk keras tindakan menyembunyikan kebenaran dan kesaksian yang telah diberikan oleh Allah. Siapapun yang melakukannya dianggap sebagai orang yang paling zalim. Akhir ayat kembali mengingatkan bahwa Allah Maha Mengetahui segala perbuatan, dan tidak ada yang luput dari pandangan-Nya.

Secara keseluruhan, Surat Al-Baqarah ayat 136-140 memberikan pelajaran yang sangat berharga. Ayat-ayat ini mengajarkan kita tentang pentingnya pengakuan keimanan yang komprehensif kepada Allah dan seluruh rasul-Nya, menyoroti hubungan erat antara iman dan amal saleh, serta menegaskan kembali kemurnian ajaran tauhid yang dibawa oleh para nabi. Lebih dari itu, ayat-ayat ini menjadi pengingat agar kita tidak terjebak dalam klaim-klaim eksklusif atau penyembunyian kebenaran, melainkan senantiasa berpegang teguh pada petunjuk Allah yang Maha Benar.

🏠 Homepage