Memahami Surat Al-Baqarah Ayat 193: Perintah Melawan Musuh Hingga Fitnah Berhenti

Perjuangan Melawan Fitnah Inspirasi dari Al-Baqarah Ayat 193
Simbol perjuangan dan kebenaran dalam Islam

Surat Al-Baqarah, surat kedua dalam Al-Qur'an, sarat dengan berbagai ajaran, pedoman, dan kisah yang relevan bagi kehidupan umat Islam. Di antara ayat-ayatnya yang mendalam, terdapat Surat Al-Baqarah ayat 193 yang memuat pesan penting mengenai perjuangan melawan musuh dan menghentikan fitnah. Ayat ini merupakan landasan spiritual dan praktis bagi kaum mukmin dalam menghadapi tantangan dan permusuhan.

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ ۖ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ

"Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan (tegaklah) agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (memusuhi), maka tidak ada permusuhan kecuali terhadap orang-orang yang zalim."

Ayat ini seringkali dikutip dalam konteks pertempuran, namun makna di baliknya jauh lebih luas dan mendalam. Kata "qātilūhum" (perangilah mereka) bukanlah sekadar perintah untuk mengangkat senjata, melainkan sebuah seruan untuk berjuang sekuat tenaga melawan segala bentuk penindasan, kezaliman, dan upaya untuk memadamkan cahaya kebenaran. Perjuangan ini bisa berwujud fisik, seperti dalam medan perang ketika umat Islam diserang, namun juga bisa dalam bentuk perlawanan non-fisik.

Makna "Hingga Tidak Ada Lagi Fitnah"

Frasa kunci dalam ayat ini adalah "ḥattā lā takūna fitnah". Kata "fitnah" memiliki makna yang sangat luas dalam bahasa Arab. Ia bisa berarti ujian, cobaan, kekacauan, kebingungan, atau bahkan penyembahan berhala dan kemusyrikan. Dalam konteks ayat ini, "fitnah" dapat diartikan sebagai segala bentuk gangguan dan hambatan yang mencegah manusia untuk hidup dalam ketauhidan yang murni dan beribadah hanya kepada Allah. Ini mencakup penindasan akidah, penyiksaan terhadap keyakinan, pemaksaan untuk meninggalkan agama, serta segala bentuk kezaliman yang merusak tatanan sosial dan spiritual.

Oleh karena itu, perintah untuk memerangi hingga fitnah berhenti berarti perjuangan ini memiliki tujuan mulia: menciptakan kondisi di mana setiap individu bebas menjalankan keyakinannya tanpa paksaan atau ancaman. Ini adalah perjuangan untuk keadilan, kebebasan beragama, dan tegaknya nilai-nilai luhur. Para ulama menafsirkan bahwa tujuan akhir dari pertempuran adalah untuk menghentikan permusuhan yang didasari oleh kebencian terhadap Islam, dan agar Islam bisa tegak dengan damai.

Tujuan Akhir: "Dan (Tegaklah) Agama Itu Semata-mata untuk Allah"

Bagian kedua dari ayat ini, "wa yakūna ad-dīnu lillāh" (dan (tegaklah) agama itu semata-mata untuk Allah), menegaskan tujuan utama dari perjuangan yang digambarkan. Ini bukan tentang dominasi kekuasaan semata, atau penaklukan wilayah untuk kepentingan duniawi. Tujuannya adalah agar kalimat Allah menjadi yang tertinggi, dan agama-Nya tegak di bumi dengan segala ajarannya yang membawa rahmat dan kebaikan bagi seluruh umat manusia.

Ini berarti bahwa keberhasilan perjuangan diukur dari sejauh mana ajaran Islam dapat diamalkan secara luas dan mendalam oleh masyarakat. Ketika agama Allah tegak, itu berarti keadilan, kejujuran, kasih sayang, dan prinsip-prinsip moral lainnya menjadi pedoman dalam kehidupan. Bukan berarti negara harus dipimpin oleh pemuka agama secara langsung (kecuali jika itu adalah sistem yang disepakati), melainkan bahwa hukum dan tatanan masyarakat selaras dengan ajaran Islam.

Batasan Perjuangan: "Jika Mereka Berhenti, Maka Tidak Ada Permusuhan..."

Ayat ini juga memberikan batasan yang jelas terhadap perjuangan. Kata "fa-in intahaw" (jika mereka berhenti) menunjukkan bahwa perang atau perjuangan akan berakhir ketika pihak musuh menghentikan permusuhannya. Ini menegaskan bahwa Islam bukanlah agama yang menganjurkan permusuhan abadi. Kedamaian adalah tujuan yang sangat dihargai.

Selanjutnya, frasa "falā 'udwāna illā 'alā aẓ-ẓālimīn" (maka tidak ada permusuhan kecuali terhadap orang-orang yang zalim) sangat krusial. Ini berarti bahwa setelah permusuhan berhenti, umat Islam tidak boleh lagi bersikap aniaya atau memusuhi pihak yang sebelumnya menjadi lawan, kecuali jika mereka kembali melakukan kezaliman. Konsep keadilan dalam Islam menjunjung tinggi prinsip bahwa hak setiap orang harus dihormati, dan tidak ada pembalasan yang melampaui batas. Perlindungan terhadap mereka yang tidak bersalah dan tidak lagi memusuhi adalah sebuah keharusan.

Hikmah dan Relevansi di Masa Kini

Surat Al-Baqarah ayat 193 memberikan banyak hikmah yang relevan bagi umat Islam di era modern. Pertama, ia mengajarkan pentingnya memiliki tujuan yang luhur dalam setiap perjuangan: bukan untuk keserakahan atau kekuasaan semata, tetapi demi menegakkan kebenaran dan keadilan. Kedua, ayat ini mengingatkan bahwa perjuangan harus memiliki batas dan landasan etika. Perang atau konfrontasi hanya dilakukan ketika diperlukan dan dihentikan ketika musuh berhenti. Ketiga, ayat ini menekankan pentingnya menjaga perdamaian dan berbuat adil, bahkan kepada mantan lawan, selama mereka tidak lagi menjadi ancaman.

Dalam konteks kontemporer, ayat ini dapat diinterpretasikan sebagai dorongan untuk melawan segala bentuk penindasan, ketidakadilan, dan intoleransi, baik dalam skala individu, sosial, maupun internasional. Perjuangan ini bisa melalui dakwah, pendidikan, advokasi, atau bentuk-bentuk perlawanan sipil lainnya, sepanjang tidak melampaui batas-batas syariat. Pada akhirnya, pesan terpenting adalah tentang bagaimana menciptakan dunia yang lebih adil, damai, dan di mana setiap orang dapat beribadah kepada Tuhannya tanpa rasa takut.

🏠 Homepage