Surat Al-Baqarah Ayat 254: Kekuasaan dan Keagungan Allah

Keagungan Ilahi

Ilustrasi visual yang menggambarkan aliran kebesaran Ilahi.

Ayat Suci Al-Baqarah Ayat 254

اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ الْحَيُّ الْقَيُّومُ ۚ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ ۚ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ ۚ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ۖ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

Arti Per Kata (Ringkasan)

Allah: Sang Pencipta dan Penguasa alam semesta.

La ilaha illa Huwa: Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia.

Al-Hayyul Qayyum: Yang Maha Hidup lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya).

La ta'khuduhu sinatun wa la nawm: Tidak mengantuk dan tidak tidur.

Lahu ma fis-samawati wa ma fil-ardh: Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan apa yang di bumi.

Man dhal-ladhi yashfa'u 'indahu illa bi idznih: Siapakah yang dapat memberi syafa'at (pertolongan) di sisi Allah tanpa izin-Nya?

Ya'lamu ma bayna aydihim wa ma khalfahum: Allah mengetahui segala apa yang ada di hadapan mereka dan segala apa yang di belakang mereka.

Wa la yuhithuna bi shay'im min 'ilmihi illa bima sha': Dan mereka tidak mengetahui dari ilmu Allah sedikit pun kecuali apa yang dikehendaki-Nya.

Wasi'a kursiyyuhus-samawati wal-ardh: Dan meliputi Kursi-Nya akan langit dan bumi.

Wa la ya'uduhu hifdhuhuma: Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya.

Wa Huwal 'Aliyyul 'Adhim: Dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Makna Mendalam Surat Al-Baqarah Ayat 254

Surat Al-Baqarah ayat 254, yang sering disebut sebagai Ayat Kursi, merupakan salah satu ayat paling agung dalam Al-Qur'an. Ayat ini memuat esensi keesaan Allah, keagungan, dan kekuasaan-Nya yang mutlak atas seluruh alam semesta. Memahami makna ayat ini adalah kunci untuk memperkuat keimanan dan keyakinan kita kepada Sang Pencipta.

Ayat ini dimulai dengan menegaskan keesaan Allah: "اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ" (Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia). Pernyataan ini adalah fondasi tauhid, yang membedakan Islam dari keyakinan lain dan mengukuhkan bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Tidak ada sekutu, tidak ada tandingan, hanya Allah Yang Maha Esa.

Selanjutnya, Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai "Al-Hayyul Qayyum". Al-Hayy berarti Maha Hidup, yang keberadaan-Nya tidak bergantung pada apapun dan tidak akan pernah berakhir. Qayyum berarti Maha Berdiri Sendiri atau Maha Mengurus segalanya. Allah tidak hanya hidup, tetapi juga menjaga, mengatur, dan mengendalikan seluruh ciptaan-Nya. Sifat ini menunjukkan bahwa Allah selalu aktif dalam mengelola alam semesta, tidak pernah lalai.

Frasa "La ta'khuduhu sinatun wa la nawm" (Tidak mengantuk dan tidak tidur) menekankan kesempurnaan Allah dan keterpisahan-Nya dari kelemahan makhluk-Nya. Manusia, bahkan makhluk hidup lainnya, membutuhkan istirahat. Namun Allah, Sang Pencipta, tidak pernah membutuhkan itu. Ketiadaan rasa kantuk dan tidur adalah bukti keabadian dan kesempurnaan-Nya, yang selalu waspada menjaga seluruh ciptaan-Nya.

Ayat ini juga secara tegas menyatakan kepemilikan Allah atas segala sesuatu: "لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ" (Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan apa yang di bumi). Langit dengan segala isinya, bumi dengan segala isinya, semuanya adalah milik Allah. Hal ini mengingatkan kita akan kedudukan manusia sebagai hamba yang sepenuhnya tunduk pada kehendak-Nya dan tidak memiliki apa pun secara hakiki.

Pertanyaan retoris "Mən za alladhi yashfa'u 'indahu illa bi idznih?" (Siapakah yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya?) menegaskan kembali keagungan dan kekuasaan Allah. Di hari kiamat kelak, tidak ada seorang pun yang dapat memberikan pertolongan atau syafa'at kepada orang lain di hadapan Allah kecuali dengan izin-Nya. Ini adalah pengingat agar kita tidak menggantungkan harapan kepada selain Allah dan senantiasa memohon pertolongan hanya kepada-Nya.

Sifat maha mengetahui Allah digambarkan dengan "Ya'lamu ma bayna aydihim wa ma khalfahum" (Allah mengetahui segala apa yang ada di hadapan mereka dan segala apa yang di belakang mereka). Ini berarti Allah mengetahui segala sesuatu, masa lalu, masa kini, dan masa depan, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi. Pengetahuan-Nya meliputi seluruh alam semesta dan seluruh ciptaan-Nya.

"Wa la yuhithuna bi shay'im min 'ilmihi illa bima sha'" (Dan mereka tidak mengetahui dari ilmu Allah sedikit pun kecuali apa yang dikehendaki-Nya) menunjukkan keterbatasan ilmu makhluk. Manusia hanya mengetahui apa yang diajarkan atau diizinkan oleh Allah untuk diketahui. Hal ini mengajarkan kerendahan hati dan menghindari kesombongan intelektual.

Konsep "Wasi'a kursiyyuhus-samawati wal-ardh" (Dan meliputi Kursi-Nya akan langit dan bumi) menggambarkan betapa luas dan agungnya kekuasaan Allah. Kursi di sini diartikan oleh para ulama sebagai penopang kekuasaan Allah yang sangat luas, melampaui pemahaman kita tentang ruang dan waktu. Alam semesta beserta segala isinya hanya sejengkal dibandingkan dengan kebesaran Kursi Allah.

Kenyataan bahwa "Wa la ya'uduhu hifdhuhuma" (Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya) menegaskan kembali keperkasaan Allah. Memelihara dan mengatur seluruh langit dan bumi yang begitu luas dan kompleks tidaklah menjadi beban bagi-Nya. Ini adalah janji bahwa Allah senantiasa menjaga dan mengawasi ciptaan-Nya.

Terakhir, ayat ini ditutup dengan "Wa Huwal 'Aliyyul 'Adhim" (Dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar). Al-'Aliyy berarti Maha Tinggi, yang tidak ada sesuatu pun yang lebih tinggi dari-Nya. Al-'Adhim berarti Maha Besar, yang tidak ada sesuatu pun yang lebih agung atau lebih besar dari-Nya. Sifat ini mengukuhkan keagungan, kemuliaan, dan kebesaran Allah yang tidak terhingga.

Membaca, merenungkan, dan memahami Ayat Kursi adalah ibadah yang sangat dianjurkan. Ayat ini menjadi pelindung dari kejahatan, pengingat akan kebesaran Tuhan, dan sumber kekuatan spiritual bagi umat Muslim.

🏠 Homepage