Surat Al Baqarah, surat terpanjang dalam Al-Qur'an, mengandung banyak kisah, hukum, dan pelajaran berharga bagi umat manusia. Di antara ayat-ayatnya yang mendalam, terdapat kisah yang diturunkan terkait dengan Bani Israil, yang terdapat pada ayat 58 hingga 70. Ayat-ayat ini tidak hanya menceritakan peristiwa masa lalu, tetapi juga menyimpan hikmah yang relevan hingga kini bagi setiap Muslim yang membacanya.
Dan ingatlah ketika Kami berfirman, "Masukilah negeri (Palestina) ini, dan makanlah dengan nikmat apa yang ada di sana sepuas-puasnya. Masukilah pintu gerbangnya sambil sujud dan ucapkanlah, 'Bebaskanlah kami dari dosa!' Niscaya Kami akan mengampuni dosa-dosamu, dan Kami akan menambah (pahala) bagi orang-orang yang berbuat baik."
Ayat ini menceritakan perintah Allah kepada Bani Israil untuk memasuki suatu negeri yang diberkahi. Perintah ini disertai dengan kemudahan dalam menikmati rezeki di dalamnya serta tata cara masuk yang menunjukkan kerendahan hati dan permohonan ampunan. Allah menjanjikan ampunan dosa dan tambahan pahala bagi mereka yang melaksanakan perintah-Nya dengan baik.
Lalu, orang-orang yang zalim di antara mereka mengganti perkataan yang diperintahkan kepada mereka dengan perkataan lain. Maka, Kami menurunkan azab dari langit kepada orang-orang yang zalim itu karena kefasikan mereka.
Ini adalah ujian bagi Bani Israil. Sebagian dari mereka yang zalim tidak mau menjalankan perintah Allah dengan tulus. Mereka mengganti ucapan "Hiththah" (permohonan ampunan) dengan kata-kata lain yang mengejek atau tidak bermakna. Akibat kedurhakaan ini, Allah menurunkan azab kepada mereka.
Dan ingatlah ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, "Pukullah batu itu dengan tongkatmu!" Maka, memancarlah darinya dua belas mata air. Setiap suku telah mengetahui tempat minumnya. (Allah berfirman), "Makanlah dan minumlah dari rezeki (yang telah diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di bumi sambil berbuat kerusakan."
Dan ketika kamu (Bani Israil) berkata, "Wahai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sampai kami melihat Allah dengan terang." Maka, kamu disambar petir, sedang kamu melihatnya.
Dua ayat ini menceritakan dua kejadian mukjizat yang diberikan Allah melalui Nabi Musa AS kepada Bani Israil. Pertama, Allah memberikan air bersih melalui batu yang dipukul tongkat Musa, sebagai jawaban atas permintaan mereka. Kedua, Allah menurunkan petir menyambar mereka karena kedegilan dan ketidakpercayaan mereka yang menuntut untuk melihat Allah secara langsung, sebuah permintaan yang mustahil bagi manusia.
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir serta berbuat kebajikan, mereka akan mendapat balasan di sisi Tuhan mereka. Tidak ada rasa takut pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.
Dan ingatlah ketika Kami mengambil janji (Bani Israil) dan Kami angkat bukit (Thur) di atas mereka (sambil Kami berfirman), "Peganglah teguh apa yang telah Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa."
Ayat 62 memberikan kabar gembira bahwa keselamatan dan pahala di sisi Allah tidak hanya bagi kaum Muslimin, tetapi juga bagi siapa saja dari kalangan Yahudi, Nasrani, dan Shabiin yang beriman kepada Allah, Hari Akhir, dan berbuat amal saleh. Ini menunjukkan keluasan rahmat Allah. Ayat 63 mengingatkan Bani Israil akan perjanjian kuat yang telah diambil dari mereka, di mana Allah mengangkat Gunung Sinai di atas mereka sebagai penekanan agar mereka memegang teguh ajaran Taurat.
Namun setelah itu kamu (Bani Israil) berpaling. Sekiranya tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya atasmu, niscaya kamu termasuk orang-orang yang rugi.
Dan sesungguhnya kamu telah mengetahui orang-orang di antaramu yang melanggar aturan pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka, "Jadilah kamu kera yang hina."
Ayat 64 menegaskan bahwa meskipun Allah telah memberikan karunia dan rahmat-Nya, Bani Israil masih saja berpaling dari ajaran-Nya. Ayat 65 menceritakan kisah spesifik tentang sebagian Bani Israil yang melanggar larangan menangkap ikan pada hari Sabtu. Sebagai hukuman atas pelanggaran mereka yang terus-menerus, Allah mengubah mereka menjadi kera.
Maka, Kami jadikan peristiwa itu sebagai pelajaran bagi orang-orang yang sezaman dan yang sesudahnya, serta sebagai nasihat bagi orang-orang yang bertakwa.
Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menyembelih seekor sapi betina." Mereka berkata, "Apakah engkau hendak menjadikan kami bahan ejekan?" Musa menjawab, "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi termasuk orang-orang yang bodoh."
Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menjelaskan kepada kami apa (sifat) sapi betina itu." Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda, tetapi usia pertengahan di antara keduanya. Maka, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu."
Mereka berkata lagi, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menjelaskan kepada kami apa warnanya." Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu berwarna kuning tua, yang tampak cerah warnanya, menggembirakan orang-orang yang memandangnya."
Ayat-ayat ini memulai kisah tentang sapi betina (Al-Baqarah), yang menjadi asal mula penamaan surat ini. Kisah ini berawal dari adanya pembunuhan di kalangan Bani Israil yang tidak diketahui pelakunya. Allah memerintahkan Musa untuk menyuruh kaumnya menyembelih sapi betina. Namun, karena sifat mereka yang suka bertanya dan menguji, mereka terus bertanya detail tentang sapi tersebut. Setiap jawaban yang diberikan oleh Allah melalui Musa semakin mempersempit pilihan, yang pada akhirnya mengarahkan mereka pada satu sapi yang spesifik. Kisah ini mengajarkan tentang pentingnya ketaatan tanpa banyak bertanya dan akibat dari kedurhakaan.
Kisah-kisah dalam Surat Al Baqarah ayat 58-70 memberikan pelajaran yang mendalam mengenai pentingnya ketaatan kepada perintah Allah, konsekuensi dari kedurhakaan, serta rahmat dan karunia-Nya yang senantiasa ada bagi hamba-Nya yang bertakwa. Memahami dan merenungkan ayat-ayat ini adalah salah satu cara mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.