Surat Al-Baqarah, juz awal Al-Qur'anul Karim, menyimpan banyak kisah inspiratif dan pelajaran berharga. Di antara ayat-ayatnya, terdapat rentetan ayat 60 hingga 70 yang menceritakan peristiwa luar biasa terkait Nabi Musa AS dan umatnya. Ayat-ayat ini tidak hanya menampilkan kekuasaan Allah SWT dalam memberikan pertolongan, tetapi juga menggambarkan sifat manusia yang terkadang sulit menerima dan selalu mencari alasan, bahkan ketika dihadapkan pada mukjizat yang nyata. Memahami makna mendalam dari ayat-ayat ini dalam tulisan Latin dapat memberikan perspektif baru tentang kesabaran, keteguhan iman, dan pentingnya berserah diri kepada Sang Pencipta.
Peristiwa yang paling menonjol dalam rentang ayat ini adalah mukjizat keluarnya air dari batu tawar. Ketika Bani Israil dilanda kehausan yang parah saat perjalanan di padang pasir, mereka memohon pertolongan kepada Nabi Musa AS. Allah SWT kemudian memerintahkan Nabi Musa untuk memukul batu dengan tongkatnya.
Tulisan Latin ayat tersebut adalah: "Wa idz qaalal musaa liqaumihi innallaha ya’murukum an tadzbahuu baqarah. Qooluuu atattakhidzuunaa huzuwan. Qoola a’uudzu billahi an akoona minal jaahilin."
Mukjizat ini sungguh luar biasa. Dari sebongkah batu yang tampak mati, keluarlah dua belas sumber air yang masing-masing diperuntukkan bagi dua belas suku Bani Israil. Ini menunjukkan betapa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, mampu memberikan kehidupan dari sesuatu yang tak bernyawa dan memenuhi kebutuhan umat-Nya dengan cara yang tak terduga. Keajaiban ini menjadi bukti nyata kenabian Musa AS dan kekuasaan Allah yang tak terbatas.
Namun, ironisnya, meskipun telah menyaksikan mukjizat yang begitu jelas, Bani Israil kembali menunjukkan sifat buruk mereka. Mereka tidak bersyukur atas nikmat air tersebut. Sebaliknya, mereka justru mengeluh dan menginginkan makanan lain selain apa yang telah Allah berikan, yaitu manna dan salwa (makanan sejenis embun manis dan burung puyuh).
Tulisan Latin ayat tersebut adalah: "Wa idz qultum yaa muusaa lan nashbir 'alaa tha'aamin waahid. Fad’u lanaa robbaka yukhrij lanaa mimmaa tumbitul ardhu mim baqlihaa wa qiddaa’ihaa wa f conservaa’ihaa wa 'adasihaa wa basholihhaa. Qoola tastabdilul ladzii huwa adnaa bil ladzii huwa khair. Ibhthuuu mishnaa fa innakum maa sa’altum. Wa dharabat ‘alaihimud dzillatu wal maskanatu wa baauu bighadlabin minallahi. Dzaalika bi annahum kaanuu yakfuruuna bi aayaatillahi wa yaqtuluunan nabiyyiina bighairil haqq. Dzaalika bimaa 'ashaw wa kaanuu ya’tadun."
Sifat manusia yang mudah bosan dan selalu menginginkan lebih, bahkan ketika diberikan rezeki yang cukup, tercermin jelas di sini. Mereka melupakan nikmat kesegaran air dan kemudahan makanan manna dan salwa, lalu merindukan makanan-makanan yang lebih "umum" dari bumi Mesir. Permintaan ini menunjukkan ketidakpuasan dan ketidakmampuan mereka untuk bersyukur. Akibatnya, mereka mendapatkan murka Allah dan kehinaan.
Surat Al-Baqarah ayat 60-70 memberikan pelajaran penting bagi kita. Pertama, ini adalah pengingat akan kebesaran dan kasih sayang Allah yang selalu memenuhi kebutuhan hamba-Nya, bahkan dalam kondisi paling sulit sekalipun, melalui mukjizat yang tak terduga. Kedua, ayat-ayat ini secara gamblang menunjukkan bahaya dari sifat kufur nikmat (tidak bersyukur), mengeluh, dan ketidakpuasan. Ketika kita terus-menerus tidak mensyukuri apa yang telah diberikan, kita berisiko kehilangan berkah dan bahkan mendapatkan murka-Nya.
Nabi Musa AS, sebagai utusan Allah, terus diuji dengan keras kepala dan sifat Bani Israil. Kesabaran dan keteguhan beliau dalam menghadapi kaumnya patut menjadi teladan. Ayat-ayat ini juga mengingatkan bahwa jalan kebenaran seringkali penuh ujian, namun dengan iman yang teguh dan berserah diri kepada Allah, setiap ujian dapat dilalui. Membaca dan merenungkan makna ayat-ayat ini dalam tulisan Latin membantu kita untuk lebih dekat memahami wahyu Allah dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, agar kita senantiasa menjadi hamba yang bersyukur dan sabar.