Menyelami Makna Surat Al Baqarah Ayat 61-70: Kisah dan Pelajaran

QURAN

Representasi visual dari perjalanan dan wahyu.

Surat Al Baqarah, yang merupakan surat terpanjang dalam Al-Qur'an, sarat akan kisah-kisah para nabi, hukum-hukum, dan petunjuk bagi umat manusia. Di antara ayat-ayatnya yang mendalam, terdapat rentetan ayat 61 hingga 70 yang menceritakan sebuah episode penting dalam sejarah Bani Israil dan mengungkap sifat-sifat mereka yang seringkali menentang. Memahami ayat-ayat ini, termasuk bacaan latinnya, memberikan perspektif berharga tentang bagaimana umat terdahulu merespons seruan ilahi dan konsekuensi dari ketidaktaatan.

Ayat-ayat ini bermula dari keluhan Bani Israil yang merindukan makanan selain daripada yang Allah berikan. Mereka meminta Musa AS untuk memohon kepada Tuhannya agar menumbuhkan bagi mereka dari apa yang tumbuh di bumi, seperti sayuran, mentimun, bawang putih, lentil, dan bawang merah. Permintaan ini menunjukkan sifat mereka yang mudah terpengaruh oleh kenikmatan duniawi dan kurangnya rasa syukur atas nikmat yang telah Allah anugerahkan. Allah melalui Musa AS kemudian menjawab bahwa mereka akan mendapatkan kehinaan di dunia dan azab yang pedih di akhirat jika mereka memilih yang rendah daripada yang baik.

Kisah Turunnya Makanan dan Peringatan

Surat Al Baqarah Ayat 61

وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَىٰ لَن نَّصْبِرَ عَلَىٰ طَعَامٍ وَاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنۢبِتُ ٱلْأَرْضُ مِنۢ بَقْلِهَا وَقِثَّآئِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا ۖ قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ ٱلَّذِى هُوَ أَدْنَىٰ بِٱلَّذِى هُوَ خَيْرٌ ۚ ٱهْبِطُوا۟ مِصْرًا فَإِنَّ لَكُمْ مَّا سَأَلْتُمْ ۖ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ ٱلذِّلَّةُ وَٱلْمَسْكَنَةُ وَبَآءُو بِغَضَبٍ مِّنَ ٱللَّهِ ۗ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا۟ يَكْفُرُونَ بِـَٔايَـٰتِ ٱللَّهِ وَيَقْتُلُونَ ٱلْأَنۢبِيَآءَ بِغَيْرِ ٱلْحَقِّ ۗ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوا۟ وَّكَانُوا۟ يَعْتَدُونَ

Wa iż kultum yā Mūsā lan naṣbira ‘alā ṭa‘āmin wāḥidin fad‘u lanā rabbaka yukhrij lanā mimmā tumbitul-arḍu mim baqlihā wa qitsā’ihā wa fūmihā wa ‘adasihā wa baṣalihā, qāla atastabdilunal-lażī huwa adnā bil-lażī huwa khair, ihbiṭū miṣran fa inna lakum mā sa’altum, wa ḍuribat ‘alaihimuż-żilalatu wal-maskanah, wa bā’ū biġaḍabin minallāh, żālika bi’annahum kānū yakfurūna bi-āyātillāhi wa yaqtulūnal-anbiyā’a biġairil-ḥaqq, żālika bimā ‘aṣaw wa kānū ya‘tadūn.

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata, "Hai Musa, kami tidak dapat sabar (makan) makanan yang satu; maka mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia menyegarkan bagi kami apa yang tumbuh di bumi, yaitu dari sayur-mayurnya, timunnya, bawang putihnya, kacang-kacangannya, dan bawangnya." Musa berkata, "Mengapakah kamu menukar (sesuatu) yang baik dengan (sesuatu) yang buruk? (Pergilah kamu) ke suatu kota, pasti kamu akan memperoleh apa yang kamu minta." Lalu ditimpuklah mereka dengan kehinaan dan kemiskinan, dan mereka kembali dengan membawa murka Allah. (Yang demikian itu) karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu karena mereka durhaka dan melampaui batas.

Kutipan dari surat Al Baqarah ayat 61 ini menggambarkan dengan jelas kekecewaan Bani Israil terhadap makanan yang Allah turunkan (manna dan salwa). Permintaan mereka untuk beralih ke makanan yang lebih "beragam" dan "menarik" secara duniawi, menunjukkan betapa rapuhnya keimanan mereka saat dihadapkan pada godaan materi. Allah memperingatkan bahwa pilihan mereka adalah menukar sesuatu yang baik dan mencukupi dengan sesuatu yang dianggap lebih rendah. Konsekuensi dari pilihan ini adalah tertimpanya mereka dengan kehinaan dan kemiskinan, serta kemurkaan Allah. Hal ini dipertegas lagi dengan sebabnya, yaitu kekufuran mereka terhadap ayat-ayat Allah dan pembunuhan para nabi tanpa alasan yang benar.

Selanjutnya, dalam rentang ayat 62 hingga 70, Allah kembali menegaskan bahwa siapapun yang beriman kepada-Nya dan hari akhir, serta beramal saleh, akan mendapatkan pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran dan kesedihan bagi mereka. Ini adalah penegasan prinsip dasar dalam Islam: iman dan amal saleh adalah kunci keselamatan dan kebahagiaan abadi.

Surat Al Baqarah Ayat 62

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱلَّذِينَ هَادُوا۟ وَٱلصَّـٰبِـِٔينَ وَٱلْمُسِيحِيَّ — مَنْ آمَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ — وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Innal-lażīna āmanū wal-lażīna hādū waṣ-ṣābi’īna wal-masīḥī — man āmana billāhi wal-yaumil-ākhiri wa ‘amila ṣāliḥan fa lahum ajruhum ‘inda rabbihim — wa lā khaufun ‘alaihim wa lā hum yaḥzanūn.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Shabi'in, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian, dan berbuat baik, mereka akan mendapat pahala di sisi Tuhannya, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Ayat 62 ini seringkali menjadi titik bahasan dalam memahami inklusivitas ajaran Islam. Ayat ini menegaskan bahwa keselamatan tidak hanya eksklusif bagi umat Muslim, tetapi bagi siapapun dari berbagai latar belakang agama (Yahudi, Nasrani, Shabi'in) yang memenuhi tiga kriteria utama: iman kepada Allah, iman kepada hari akhir, dan beramal saleh. Ini menekankan universalitas rahmat Allah dan pentingnya keikhlasan serta perbuatan baik.

Namun, sejarah mencatat bahwa Bani Israil seringkali mengingkari janji dan melakukan pelanggaran. Ayat-ayat selanjutnya (63-70) terus mengungkapkan sifat keras kepala dan keengganan mereka untuk menerima kebenaran, bahkan setelah menyaksikan mukjizat besar seperti terbelahnya laut merah demi menyelamatkan mereka dari Firaun.

Pelajaran yang dapat diambil dari rentang ayat Al Baqarah 61-70 ini sangatlah berharga. Pertama, pentingnya rasa syukur atas nikmat Allah, sekecil apapun itu. Kedua, bahaya mempertukarkan nilai-nilai spiritual dan kebaikan hakiki dengan kesenangan duniawi yang bersifat sementara. Ketiga, konsekuensi dari ketidaktaatan, kekufuran, dan penentangan terhadap kebenaran yang diwahyukan Allah. Keempat, penegasan bahwa keselamatan hakiki datang dari iman yang benar dan amal saleh, terlepas dari latar belakang. Kelima, peringatan keras terhadap sifat keras kepala dan penolakan terhadap petunjuk ilahi yang dapat membawa pada kehinaan dan murka Tuhan.

Dengan merenungi terjemahan latin dan makna kandungan ayat-ayat ini, kita diingatkan untuk senantiasa introspeksi diri, menjaga keimanan, meningkatkan kualitas amal, dan bersyukur atas segala karunia Allah. Kisah Bani Israil menjadi cermin agar kita tidak terperosok dalam kesalahan yang sama, melainkan menjadikan petunjuk Al-Qur'an sebagai panduan hidup menuju ridha Allah SWT.

🏠 Homepage