Dalam mempelajari kitab suci Al-Qur'an, urutan turunnya ayat dan surat memiliki makna penting bagi pemahaman yang mendalam. Mengetahui kapan sebuah surat diturunkan—apakah di Mekah (sebelum hijrah) atau di Madinah (setelah hijrah)—memberikan konteks historis dan tematik yang esensial. Salah satu surat yang seringkali menarik perhatian terkait urutannya adalah Surat Al-Bayyinah. Pertanyaan yang umum muncul adalah: Surat Al-Bayyinah turun setelah surat apa?
Surat Al-Bayyinah, yang memiliki arti "Bukti yang Nyata", merupakan salah satu surat dalam Al-Qur'an yang diturunkan di Madinah, menjadikannya surat Madaniyah. Surat ini menempati urutan ke-98 dalam mushaf Al-Qur'an dan terdiri dari 8 ayat. Tema utamanya adalah tentang keesaan Allah, penolakan terhadap perpecahan agama, dan konsekuensi bagi orang yang mengingkari kebenaran serta orang yang beriman dan beramal saleh.
Untuk menjawab pertanyaan mengenai urutan turunnya, kita perlu merujuk pada kajian ulama-ulama ahli tafsir dan ilmu Al-Qur'an. Berdasarkan kronologi turunnya wahyu yang disusun oleh para sejarawan Islam, Surat Al-Bayyinah diturunkan setelah Surat Al-Qadr (Surat ke-97). Kedua surat ini merupakan surat-surat terakhir yang diturunkan menjelang akhir periode kenabian Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
Penurunan Surat Al-Bayyinah terjadi pada masa ketika masyarakat Islam di Madinah telah terbentuk dan berkembang. Pada periode Madaniyah ini, ayat-ayat Al-Qur'an banyak yang mengatur urusan sosial, ekonomi, dan politik umat Islam, selain terus memperkuat akidah dan moral. Surat Al-Bayyinah sendiri menekankan pentingnya kejelasan bukti (Al-Bayyinah) atas kebenaran risalah Islam, serta membedakan antara orang-orang yang mendapatkan petunjuk dan yang tersesat.
Ayat-ayat awal surat ini secara tegas menyatakan bahwa orang-orang ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) serta orang-orang musyrik tidak akan berhenti (dari kekafiran mereka) sampai datang kepada mereka bukti yang nyata. Bukti yang nyata itu adalah seorang rasul dari Allah yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan. Hal ini menunjukkan bahwa Allah memberikan kesempatan bagi manusia untuk melihat kebenaran melalui wahyu yang disampaikan oleh Rasulullah.
Selanjutnya, surat ini membagi manusia menjadi dua kelompok: mereka yang beriman dan beramal saleh, serta mereka yang kufur (ingkar). Bagi kelompok pertama, dijanjikan surga sebagai balasan atas kesabaran dan keimanan mereka. Sementara bagi kelompok kedua, ancaman siksa neraka menanti akibat kedustaan dan penolakan mereka terhadap ajaran Allah. Penekanan pada "iman dan amal saleh" ini menjadi salah satu ciri khas surat-surat Madaniyah yang lebih banyak mengatur aspek praktis kehidupan seorang Muslim.
Menarik untuk dicatat bahwa Surat Al-Bayyinah turun setelah Surat Al-Qadr. Surat Al-Qadr sendiri berbicara tentang kemuliaan malam Lailatul Qadar, malam di mana Al-Qur'an diturunkan. Ini memberikan sebuah kesinambungan tematik yang indah. Jika Al-Qadr berbicara tentang momen penurunan Al-Qur'an, maka Al-Bayyinah berbicara tentang bukti kebenaran dari Al-Qur'an itu sendiri dan dampaknya bagi kehidupan manusia.
Urutan penurunan surat-surat Al-Qur'an tidak selalu sesuai dengan urutan yang ada dalam mushaf saat ini. Urutan dalam mushaf adalah berdasarkan ketetapan atau tauqifi dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sementara urutan penurunan adalah berdasarkan kronologi wahyu. Para ulama telah melakukan penelitian mendalam untuk menyusun kronologi ini, yang membantu kita memahami perkembangan dakwah Islam dan bagaimana ayat-ayat serta surat-surat Al-Qur'an diturunkan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi umat pada masa itu.
Memahami bahwa Surat Al-Bayyinah turun setelah Surat Al-Qadr dan merupakan surat Madaniyah, memberikan beberapa faedah penting:
Secara ringkas, jawaban atas pertanyaan "Surat Al-Bayyinah turun setelah surat apa?" adalah Surat Al-Qadr. Kedua surat ini merupakan bagian dari surat-surat terakhir yang diturunkan, dan keduanya mengandung pesan-pesan penting tentang kebenaran Islam dan pentingnya iman serta amal saleh, yang menjadi landasan bagi kehidupan seorang Muslim.