Surat At-Tin, salah satu surat pendek dalam Al-Qur'an yang penuh dengan kebijaksanaan ilahi, senantiasa mengajak kita untuk merenungi kebesaran Sang Pencipta melalui tanda-tanda-Nya. Di antara ayat-ayatnya yang memukau, terdapat Surat At-Tin ayat 7 yang membawa pesan mendalam tentang manusia, keadilan, dan potensi yang dianugerahkan Allah. Ayat ini seringkali menjadi titik tolak perenungan tentang eksistensi manusia dan tanggung jawabnya di muka bumi.
Ayat ketujuh dari Surat At-Tin secara umum menerangkan tentang bagaimana setelah Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna dan menempatkannya dalam derajat yang tinggi, tidak ada lagi yang dapat menyangkal atau menolak kebenaran setelah itu.
فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّينِ
"Maka apakah yang membuatmu mendustakan (hari kemudian) sesudah (adanya penjelasan) itu?"
Ayat ini, ketika dibaca dalam konteks keseluruhan Surat At-Tin, memperkuat argumen bahwa penciptaan manusia yang begitu indah dan sempurna adalah bukti nyata akan kekuasaan Allah dan adanya hari pembalasan (hari kiamat dan hari perhitungan amal). Allah SWT bersumpah dengan buah Tin dan Zaitun, tempat di mana banyak nabi diutus dan tempat yang subur serta diberkahi, lalu dengan gunung Sinai, dan kemudian dengan negeri Makkah yang aman. Sumpah-sumpah ini mengandung makna penting untuk menegaskan kemuliaan penciptaan manusia.
Allah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya (ahsani taqwim), memberinya akal, naluri, dan kehendak bebas. Dengan kesempurnaan fisik dan potensi intelektual yang dimiliki, manusia seharusnya mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang hak dan mana yang batil. Oleh karena itu, setelah diberikan semua penjelasan dan bukti yang begitu gamblang melalui penciptaan diri mereka sendiri, serta melalui para nabi dan rasul, pertanyaan retoris dalam Surat At-Tin ayat 7 menjadi sangat kuat: "Maka apakah yang membuatmu mendustakan (hari kemudian) sesudah adanya penjelasan itu?"
Potensi Akal dan Kebenaran Hakiki: Keunggulan manusia terletak pada akal budinya yang dianugerahkan Allah. Akal ini memungkinkan manusia untuk berpikir, merenung, dan memahami tanda-tanda kebesaran Tuhan. Kesempurnaan fisik dan mental yang diberikan seharusnya membimbing manusia untuk senantiasa berpegang pada kebenaran. Namun, kenyataannya, banyak manusia yang justru mengingkari kebenaran, terutama mengenai hari pembalasan.
Bukti Nyata Adanya Hari Kiamat: Ayat ini menegaskan bahwa penciptaan manusia yang luar biasa ini sendiri sudah cukup menjadi bukti kuat akan adanya kehidupan setelah mati dan hari perhitungan. Bagaimana mungkin Allah menciptakan makhluk yang begitu sempurna, memberinya akal untuk memahami, lalu membiarkannya begitu saja tanpa pertanggungjawaban? Hal ini tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan hikmah ilahi. Setiap perbuatan sekecil apapun, akan diperhitungkan.
Tanggung Jawab Manusia: Mengingkari hari pembalasan berarti menolak tanggung jawab atas setiap tindakan yang telah dilakukan. Padahal, dengan kesempurnaan penciptaan yang diberikan, manusia diharapkan mampu menggunakan anugerah tersebut untuk berbuat kebaikan, beribadah kepada Allah, dan menjadi khalifah di muka bumi. Surat At-Tin, termasuk ayat 7 ini, mengajak kita untuk terus-menerus introspeksi diri dan memastikan bahwa kita tidak menyalahgunakan potensi yang telah diberikan.
Selain merujuk pada penciptaan manusia, makna "adanya penjelasan itu" juga bisa merujuk pada semua bukti dan tanda-tanda alam semesta yang tak terhingga yang telah Allah tunjukkan. Gunung, langit, bumi, lautan, hingga seluk-beluk tubuh manusia sendiri adalah ayat-ayat yang sangat jelas. Tanda-tanda ini seharusnya menuntun hati yang bersih untuk beriman kepada Allah dan mengakui kebenaran ajaran-Nya, termasuk tentang adanya hari kebangkitan dan penghisaban.
Oleh karena itu, sebagai umat yang beriman, kita tidak seharusnya mudah goyah oleh keraguan atau godaan untuk mengingkari kebenaran. Dengan memahami Surat At-Tin ayat 7, kita diingatkan untuk senantiasa memperteguh keyakinan kita. Keindahan penciptaan adalah cerminan kemuliaan Sang Pencipta, dan kesempurnaan bentuk manusia adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Menolak hari pembalasan setelah melihat semua tanda ini adalah tindakan yang sangat merugikan diri sendiri.
Marilah kita jadikan ayat ini sebagai pengingat untuk senantiasa berhati-hati dalam setiap langkah, perkataan, dan perbuatan kita, sembari terus memelihara keimanan dan keyakinan yang teguh pada janji Allah SWT tentang balasan atas segala amal perbuatan.