Dalam lautan ayat-ayat suci Al-Qur'an, terdapat surat-surat yang memiliki kekhususan dan kedalaman makna tersendiri. Salah satu di antaranya adalah Surat At-Tin. Pertanyaan mengenai Surat At-Tin dalam Al-Qur'an adalah urutan ke berapa sering kali muncul bagi para penuntut ilmu dan pembaca Al-Qur'an yang ingin memahami struktur dan keterkaitan antar surat. Surat ini menduduki urutan yang istimewa dalam mushaf, membawa pesan-pesan penting tentang penciptaan manusia, kemuliaan, dan potensi kejatuhan jika menyimpang dari jalan kebenaran.
Jika kita merujuk pada susunan mushaf Al-Qur'an yang telah dibukukan oleh para sahabat Nabi di bawah bimbingan wahyu, Surat At-Tin dalam Al-Qur'an adalah urutan ke 95. Surat ini termasuk dalam golongan surat-surat Makkiyah, yang berarti diturunkan sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Keberadaannya di urutan ke-95 menempatkannya di bagian akhir dari surat-surat panjang dan pertengahan dalam mushaf, sebelum surat-surat pendek yang terletak di juz terakhir. Posisi ini, meskipun di bagian akhir, sama sekali tidak mengurangi bobot dan urgensi pesan yang terkandung di dalamnya.
Surat At-Tin yang terdiri dari delapan ayat ini dimulai dengan sumpah Allah SWT menggunakan dua buah yang mulia: zaitun dan tin. "Demi (buah) tin dan (buah) zaitun, dan demi Gunung Sinai, dan demi kota Mekah yang aman ini." (QS. At-Tin: 1-3). Sumpah ini sendiri telah memberikan petunjuk awal mengenai pentingnya buah-buahan tersebut, yang dipercaya memiliki banyak khasiat dan simbolisme. Buah tin dan zaitun dikenal sebagai makanan yang sehat dan kaya akan nutrisi, serta memiliki nilai historis dan geografis yang signifikan di Timur Tengah, tanah tempat risalah Islam diturunkan.
Allah SWT bersumpah dengan benda-benda tersebut untuk menekankan kebenaran firman-Nya yang akan disampaikan. Ayat berikutnya menjelaskan tujuan penciptaan manusia: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (QS. At-Tin: 4). Ini adalah penegasan tentang kemuliaan asal penciptaan manusia, dianugerahi akal, kesempurnaan fisik, dan potensi untuk menjadi makhluk yang mulia. Allah meninggikan derajat manusia dengan akal yang memungkinkannya mengenal Tuhannya, serta potensi untuk menguasai ilmu dan teknologi.
Namun, kemuliaan ini tidak permanen tanpa usaha dan kesadaran. Allah menegaskan potensi jatuhnya manusia: "Kemudian Kami mengembalikannya ke tempat yang serendah-rendahnya." (QS. At-Tin: 5). Keadaan serendah-rendahnya ini diartikan oleh para ulama sebagai kekufuran dan kemaksiatan yang menjerumuskan manusia ke dalam kehinaan dunia dan akhirat, jauh dari kemuliaan yang seharusnya ia jaga.
"Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya." (QS. At-Tin: 6)
Ayat keenam menjadi penyeimbang dan penolong bagi manusia. Di tengah potensi kejatuhan, ada pengecualian mulia bagi mereka yang senantiasa beriman kepada Allah, menjalankan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya melalui amal saleh. Bagi mereka inilah surga dan pahala yang kekal menanti. Ini adalah janji Allah yang pasti bagi hamba-Nya yang setia.
Selanjutnya, Allah mengajukan pertanyaan retoris yang membangkitkan kesadaran: "Maka apakah yang membuatmu mendustakan hari pembalasan?" (QS. At-Tin: 7). Pertanyaan ini ditujukan kepada manusia yang mungkin telah diberi peringatan, bukti-bukti kebenaran, dan kesempatan untuk berbuat baik, namun tetap saja ingkar dan menolak kebangkitan serta perhitungan amal di akhirat.
Surat ini ditutup dengan penegasan kembali kebesaran Allah sebagai Hakim yang Maha Adil: "Bukankah Allah merupakan hakim yang paling adil?" (QS. At-Tin: 8). Ayat ini menyimpulkan seluruh makna surat. Allah yang telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya, dan memberikan jalan untuk kembali ke kemuliaan, adalah pula Dia yang akan menghakimi segala perbuatan. Tidak ada kezaliman sedikit pun dalam keputusan-Nya.
Keberadaan Surat At-Tin dalam Al-Qur'an adalah urutan ke 95, sebuah surat Makkiyah yang ringkas namun padat makna, memberikan banyak pelajaran berharga. Pertama, pengakuan atas kesempurnaan penciptaan manusia sebagai makhluk yang mulia, yang seharusnya disyukuri dan dijaga. Kedua, peringatan keras tentang potensi kehinaan jika manusia menyalahgunakan anugerah akal dan kebebasannya. Ketiga, penegasan bahwa jalan keselamatan dan kemuliaan abadi hanya melalui iman dan amal saleh. Keempat, pengingat akan datangnya hari pembalasan dan keyakinan bahwa Allah adalah hakim yang paling adil.
Surat At-Tin mengajak kita untuk merenungkan jati diri kita, bagaimana kita menggunakan potensi yang diberikan Allah, dan apakah kita telah mempersiapkan diri untuk menghadapinya kelak. Pesan-pesan dalam surat ini relevan di setiap zaman, mengingatkan kita untuk selalu berada di jalan lurus dan mensyukuri nikmat penciptaan dengan beribadah dan berbuat kebaikan. Memahami urutan surat, seperti Surat At-Tin dalam Al-Qur'an adalah urutan ke 95, dapat membantu kita melihat alur dan kesinambungan pesan-pesan Ilahi dalam Al-Qur'an secara keseluruhan.