Dalam khazanah keindahan Al-Qur'an, terdapat surah-surah yang sarat makna dan penuh hikmah, salah satunya adalah Surat At-Tin. Dinamai dari kata "At-Tin" yang berarti buah tin, surah ini merupakan surat ke-95 dalam urutan mushaf Al-Qur'an dan termasuk golongan surat Makkiyyah karena diturunkan sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Surat ini memiliki delapan ayat yang secara ringkas namun mendalam berbicara tentang kesempurnaan penciptaan manusia, sumpah Allah SWT atas dua buah istimewa, serta penegasan tentang hari pembalasan.
Ayat pertama Surat At-Tin langsung menarik perhatian dengan sumpah Allah SWT demi buah tin dan zaitun. Buah tin dan zaitun bukanlah buah sembarangan. Keduanya dikenal memiliki khasiat kesehatan yang luar biasa dan menjadi makanan pokok di berbagai peradaban kuno. Buah tin, yang memiliki nama latin Ficus carica, kaya akan serat, vitamin, dan mineral. Sementara itu, zaitun, yang berasal dari pohon zaitun (Olea europaea), terkenal dengan minyaknya yang berkhasiat sebagai antioksidan dan anti-inflamasi.
Para ahli tafsir memiliki beragam pandangan mengenai makna dari sumpah ini. Sebagian berpendapat bahwa sumpah ini ditujukan kepada buah tin dan zaitun itu sendiri, sebagai bentuk penekanan akan kebesaran ciptaan Allah SWT yang memiliki manfaat luar biasa. Pendapat lain menyatakan bahwa kata "tin" dan "zaitun" merupakan kiasan bagi tempat-tempat suci. Buah tin merujuk pada tempat diutusnya Nabi Isa AS (seperti Baitul Maqdis), sedangkan zaitun merujuk pada tempat diutusnya Nabi Muhammad SAW (seperti Gunung Sinai). Ada pula yang menafsirkan bahwa sumpah ini merujuk pada dua jenis manusia yang berbeda: manusia yang berbudi luhur dan manusia yang buruk.
Selanjutnya, Allah SWT bersumpah, "dan demi Bukit Sinai, dan demi kota Mekah yang aman ini." (QS. At-Tin [95]: 2-3). Sumpah atas Bukit Sinai (Thursina) mengacu pada tempat di mana Nabi Musa AS menerima wahyu. Kota Mekah yang aman merujuk pada tanah haram yang diberkahi, tempat di mana Nabi Muhammad SAW dilahirkan dan diutus. Gabungan sumpah-sumpah ini semakin menegaskan betapa pentingnya pesan yang akan disampaikan dalam surat ini. Allah SWT menggunakan sesuatu yang berharga dan memiliki nilai historis serta spiritual yang tinggi untuk menarik perhatian manusia.
Setelah menyampaikan sumpah-sumpah tersebut, Allah SWT menyatakan tujuan utama dari sumpah itu: "sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (QS. At-Tin [95]: 4). Ayat ini menegaskan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Diberikan akal pikiran, bentuk fisik yang ideal, serta kemampuan untuk berpikir, merasa, dan berinteraksi dengan lingkungannya. Kesempurnaan penciptaan manusia ini merupakan anugerah besar yang patut disyukuri.
Namun, kesempurnaan itu tidak berarti manusia akan selalu berada dalam kemuliaan. Allah SWT mengingatkan dalam ayat selanjutnya: "kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya." (QS. At-Tin [95]: 5). Penafsiran ayat ini juga beragam. Ada yang mengartikan bahwa manusia yang tidak mensyukuri nikmat penciptaan-Nya dan tidak beriman akan dikembalikan ke neraka Jahanam yang merupakan tempat terendah. Ada pula yang memahami bahwa ini merujuk pada kondisi fisik manusia yang lemah saat tua atau saat ajal menjemput, namun tetap dalam kerangka kesempurnaan penciptaan karena akan menuju kehidupan akhirat.
Terlepas dari perbedaan penafsiran, inti pesannya adalah peringatan bagi manusia agar tidak menyalahgunakan kesempurnaan ciptaannya. Kemanusiaan harus senantiasa dijaga dan diarahkan pada kebaikan.
Surat At-Tin kemudian melanjutkan dengan pengecualian bagi mereka yang beriman dan beramal saleh: "kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya." (QS. At-Tin [95]: 6-7). Ayat ini memberikan harapan besar. Kesempurnaan penciptaan manusia akan berujung pada kemuliaan abadi di sisi Allah SWT, bukan kehinaan, apabila manusia memilih jalan iman dan amal saleh. Iman yang teguh kepada Allah SWT dan amal perbuatan yang baik sebagai wujud pengabdian kepada-Nya akan mendatangkan ganjaran yang tak terhingga nilainya.
Ayat terakhir Surat At-Tin menegaskan kembali tentang keadilan ilahi: "Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan hari pembalasan sesudah (adanya bukti-bukti yang demikian)?" (QS. At-Tin [95]: 8). Ayat ini bersifat pertanyaan retoris yang tajam, mengajak manusia untuk merenungkan kembali tentang keyakinan mereka terhadap hari pertanggungjawaban. Dengan segala bukti kesempurnaan penciptaan, keagungan ciptaan-Nya, serta janji pahala bagi yang beriman dan ancaman siksa bagi yang mengingkari, masihkah ada alasan bagi manusia untuk meragukan atau bahkan mendustakan adanya hari kiamat dan pembalasan?
Surat At-Tin secara keseluruhan mengajak kita untuk mengapresiasi karunia akal dan jasad yang Allah SWT berikan, serta menggunakan anugerah tersebut untuk beriman dan beramal saleh. Peringatan tentang kesudahan yang mulia bagi orang beriman dan yang hina bagi pendusta hari pembalasan menjadikan surat ini sebagai pengingat kuat bagi setiap muslim untuk senantiasa berada di jalan yang diridhai Allah SWT, mempersiapkan diri untuk hari penghisaban, dan meraih kebahagiaan abadi.