Sholat Isya adalah penutup rangkaian sholat fardhu harian, memiliki keistimewaan tersendiri, terutama dalam aspek pembacaan surat (qira'ah) setelah Al-Fatihah. Meskipun secara hukum (fiqh) seseorang diperbolehkan membaca surat apa pun yang dihafal, terdapat sunnah dan anjuran tertentu dari Rasulullah ﷺ yang mengatur panjang pendeknya bacaan, khususnya pada Sholat Isya.
Kajian ini akan mengulas secara mendalam, mulai dari landasan fiqih empat mazhab tentang batasan panjang bacaan, hingga tafsir rinci dari beberapa surat pendek yang paling sering dan paling dianjurkan untuk dibaca dalam dua rakaat pertama Sholat Isya. Pemahaman ini penting, baik bagi imam yang memimpin jamaah maupun bagi setiap individu yang melaksanakan sholat secara mandiri (munfarid).
I. Landasan Fiqih Mengenai Panjang Bacaan Sholat Isya
Dalam Sholat Isya, terdapat kesepakatan ulama bahwa qira'ah pada rakaat pertama dan kedua harus dilakukan secara Jahr (dikeraskan suaranya) bagi imam. Namun, mengenai panjang pendeknya bacaan, terdapat perbedaan penekanan antar mazhab, yang semuanya bersumber pada praktik Rasulullah ﷺ.
A. Kategori Bacaan (Thawil, Awsath, Qishar)
Para ulama membagi panjang bacaan surat Al-Qur’an dalam sholat fardhu menjadi tiga kategori utama, berdasarkan hadis-hadis yang menyinggung sunnah Rasulullah ﷺ:
- **Thiwāl al-Mufaṣṣal (Panjang):** Dimulai dari Surah Qaf hingga Surah An-Naba’ (atau Surah Al-Hujurat menurut pendapat lain). Ini biasanya dibaca dalam sholat Maghrib dan Isya pada masa awal Islam, atau dalam Sholat Subuh.
- **Awsaṭ al-Mufaṣṣal (Sedang):** Dimulai dari Surah An-Naba’ hingga Surah Adh-Dhuha. Sholat Isya secara ideal berada dalam kategori ini.
- **Qiṣār al-Mufaṣṣal (Pendek):** Dimulai dari Surah Adh-Dhuha atau Al-Insyirah hingga Surah An-Nas. Ini biasanya dibaca dalam Sholat Maghrib atau bagi imam yang memimpin jamaah yang keadaannya tidak memungkinkan membaca panjang.
B. Pandangan Mazhab Tentang Bacaan Isya
Secara umum, Sholat Isya dianjurkan untuk dibaca dengan surat dari kategori Awsaṭ al-Mufaṣṣal. Keberatan dan keringanan diberikan berdasarkan kondisi jamaah.
1. Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi berpendapat bahwa batas minimal membaca tiga ayat pendek atau satu ayat yang setara panjangnya. Namun, yang disunnahkan untuk Isya adalah membaca surat-surat dari kategori Awsaṭ al-Mufaṣṣal. Jika seorang imam selalu membaca surat yang terlalu pendek (Qishar) tanpa alasan yang syar'i, maka dia telah meninggalkan sunnah yang utama, meskipun sholatnya tetap sah.
2. Mazhab Maliki
Imam Malik cenderung menekankan bahwa qira’ah dalam Isya seharusnya lebih panjang dari Maghrib, tetapi lebih pendek dari Subuh. Mereka menganjurkan pembacaan surat dari pertengahan Al-Qur'an (bukan hanya Juz Amma) atau dari Awsaṭ al-Mufaṣṣal, namun memberikan keringanan yang besar bagi imam untuk memperhatikan kondisi jamaah (menghindari tathwil/memanjangkan yang berlebihan).
3. Mazhab Syafi'i
Mazhab Syafi'i sangat menekankan sunnah membaca dari Awsaṭ al-Mufaṣṣal untuk Sholat Isya. Surat-surat seperti Al-A’la, Al-Ghashiyah, dan sejenisnya adalah pilihan ideal. Mereka berpegang pada prinsip bahwa menyempurnakan sunnah qira'ah adalah bagian dari kesempurnaan sholat, dan pembacaan yang terlalu pendek tanpa alasan yang jelas dianggap makruh (dibenci).
4. Mazhab Hanbali
Mazhab Hanbali selaras dengan Syafi'i dalam menganjurkan Awsaṭ al-Mufaṣṣal. Mereka juga menyoroti hadis tentang pembacaan Surah As-Sajdah dan Al-Insan dalam Sholat Subuh hari Jumat, yang menunjukkan pentingnya pemilihan surat yang spesifik. Untuk Isya, konsensus dalam mazhab ini adalah memilih surat yang pertengahan, tidak terlalu memberatkan, namun tidak juga terlalu ringan (seperti hanya Al-Ikhlas dan Al-Kautsar secara terus menerus).
(Visualisasi pentingnya pembacaan Al-Qur'an dalam Sholat)
II. Surat-Surat Sunnah Pilihan dalam Sholat Isya dan Tafsirnya
Terdapat beberapa surat dari Juz Amma (Qiṣār dan Awsaṭ al-Mufaṣṣal) yang sering kali dibaca oleh Rasulullah ﷺ, baik secara tunggal maupun berpasangan (dijadikan satu pasang untuk Rakaat 1 dan Rakaat 2). Memahami maknanya akan meningkatkan kekhusyukan dalam sholat.
A. Pasangan Ideal: Surah Al-A’la (Rakaat 1) dan Surah Al-Ghashiyah (Rakaat 2)
Pasangan surat ini dikenal sebagai salah satu sunnah utama Rasulullah ﷺ untuk Sholat Idul Fitri, Idul Adha, Sholat Jumat, dan sering pula dibaca dalam Sholat Isya, menunjukkan kekayaan tema yang mencakup tauhid, risalah, dan hari akhir.
1. Surah Al-A’la (Yang Maha Tinggi)
Surah ini memiliki 19 ayat, termasuk dalam kategori Awsaṭ al-Mufaṣṣal. Tema utamanya adalah tasbih (pensucian Allah), kebenaran risalah, dan pentingnya Tazkiyah (penyucian jiwa).
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى
Tafsir Ringkas: Surat dimulai dengan perintah untuk menyucikan nama Tuhan Yang Maha Tinggi. Ini menetapkan pondasi tauhid yang murni. Kemudian, surat ini membahas kekuasaan Allah dalam penciptaan (Ayat 2-5): menciptakan, menyempurnakan ciptaan, menetapkan kadar, dan menumbuhkan rumput yang kemudian mengering. Ini adalah bukti nyata kekuasaan Rububiyah Allah di hadapan manusia.
Bagian kedua (Ayat 6-8) memberikan janji kepada Nabi Muhammad ﷺ bahwa beliau akan dibimbing untuk menghafal wahyu. Ini adalah penghibur dan penegasan bahwa wahyu Al-Qur’an dijaga keasliannya. Bagian ketiga (Ayat 9-19) menekankan pentingnya peringatan (dakwah) dan pemisahan antara mereka yang beriman (mendapatkan Falah/kesuksesan) dan mereka yang durhaka (celaka di api neraka). Ayat penutup, "Sesungguhnya ini terdapat dalam lembaran-lembaran yang terdahulu, (yaitu) lembaran-lembaran Ibrahim dan Musa," menegaskan bahwa ajaran tauhid ini bersifat universal dan abadi.
Pelajaran Sholat Isya: Membaca Al-A'la di rakaat pertama Sholat Isya mengajarkan kita untuk mengakhiri hari dengan kesadaran penuh akan keesaan dan kekuasaan Allah, serta pentingnya mendahulukan akhirat (Al-Akhirah) daripada kehidupan dunia (Al-Ula).
2. Surah Al-Ghashiyah (Hari Pembalasan yang Meliputi)
Surah ini memiliki 26 ayat dan merupakan surat yang sangat kuat dalam menggambarkan kengerian Hari Kiamat, kontras antara nasib orang kafir dan ahli surga, serta dalil-dalil penciptaan.
هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ
Tafsir Ringkas: Ayat pembuka mengajukan pertanyaan retoris tentang ‘Al-Ghashiyah’ (Peristiwa yang Meliputi, yakni Hari Kiamat). Kemudian, surat ini dibagi menjadi dua gambaran yang ekstrem: Wajah-wajah yang hina (Ayat 2-7) yang bekerja keras (di dunia) namun dimasukkan ke dalam neraka yang panas, diberi makan dari pohon Dhari’ (racun) dan minum air yang mendidih. Ini menggambarkan usaha tanpa landasan iman yang benar.
Wajah-wajah yang bahagia (Ayat 8-16) adalah mereka yang puas dengan usaha mereka di dunia (iman dan amal saleh), berada di surga yang tinggi, di mana tidak ada perkataan yang sia-sia, dan semua kenikmatan tersedia (mata air yang mengalir, tempat tidur yang ditinggikan, gelas-gelas yang disiapkan). Setelah kontras ini, Allah SWT mengajak manusia merenungkan bukti-bukti kekuasaan-Nya di alam semesta (Ayat 17-20): unta (cara Allah menciptakan hewan berat yang patuh), langit (bagaimana ia ditinggikan), gunung (bagaimana ia ditegakkan), dan bumi (bagaimana ia dihamparkan). Surat ditutup dengan perintah kepada Nabi untuk memberi peringatan, karena beliau hanyalah seorang pemberi peringatan, dan hisab (perhitungan amal) sepenuhnya milik Allah.
Pelajaran Sholat Isya: Membaca Al-Ghashiyah di rakaat kedua melengkapi pesan Al-A’la. Jika Al-A’la fokus pada pensucian diri, Al-Ghashiyah memberikan motivasi melalui penggambaran akhirat, mengingatkan bahwa setiap perbuatan hari ini akan dihitung pada hari pembalasan yang pasti akan datang.
B. Pilihan Alternatif dari Awsaṭ al-Mufaṣṣal
Selain pasangan di atas, ada beberapa surat lain yang secara umum memiliki panjang ideal untuk Sholat Isya bagi imam yang ingin mengikuti sunnah yang lebih panjang tanpa memberatkan jamaah.
3. Surah Al-Buruj (Gugusan Bintang)
Surah 85, 22 ayat. Surat ini menceritakan kisah Ashabul Ukhdud (Pemilik Parit) yang dibakar hidup-hidup karena mempertahankan iman mereka. Surat ini adalah penegasan terhadap kebenaran janji Allah kepada orang-orang beriman dan azab pedih bagi para penindas. Surah ini memberikan ketabahan (tsabat) bagi mukmin yang menghadapi kesulitan.
4. Surah At-Tariq (Yang Datang di Malam Hari)
Surah 86, 17 ayat. Fokus utama surat ini adalah tentang pengawasan Ilahi terhadap manusia dan bukti kebangkitan. Allah bersumpah demi langit dan bintang yang bersinar di malam hari (At-Tariq). Surat ini mengingatkan bahwa setiap jiwa dijaga oleh malaikat pencatat, dan kebangkitan adalah mungkin karena manusia diciptakan dari air yang memancar (nuthfah). Ayat terakhir menekankan bahwa Al-Qur'an adalah pemisah antara yang hak dan batil, bukan senda gurau.
C. Surat Pendek Pilihan (Qiṣār al-Mufaṣṣal) untuk Keringanan
Apabila kondisi jamaah (terutama saat musim dingin, kelelahan setelah bekerja, atau jamaah yang didominasi oleh lansia) memerlukan keringanan, imam dapat memilih surat yang lebih pendek, asalkan tidak selalu mengulang surat yang sama.
5. Surah Adh-Dhuha (Waktu Dhuha) dan Surah Al-Insyirah (Melapangkan)
Dikenal sebagai pasangan tematik yang membahas karunia Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ setelah masa sulit. Keduanya adalah sumber pengharapan dan optimisme.
- **Adh-Dhuha:** Mengingatkan bahwa Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya. Akhirat lebih baik dari dunia, dan janji Allah adalah pemberian yang memuaskan.
- **Al-Insyirah:** Penegasan bahwa bersama kesulitan pasti ada kemudahan. Surat ini mengajarkan ketekunan (fa idha faraghta fansab) dan mengembalikan fokus ibadah kepada Allah semata.
6. Surah Al-Qadr (Kemuliaan)
Surah 97, 5 ayat. Meskipun sangat pendek, Surah Al-Qadr adalah surat yang agung dan sering dibaca karena relevansinya dengan waktu, yakni malam mulia (Lailatul Qadr). Membacanya di Sholat Isya mengingatkan akan pentingnya memanfaatkan waktu ibadah, bahkan di luar Ramadhan.
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
Tafsir Rinci: Surah ini mengumumkan bahwa Al-Qur'an diturunkan pada Malam Kemuliaan. Nilai malam itu (Lailatul Qadr) lebih baik daripada seribu bulan ibadah tanpa mengetahui malam tersebut. Seribu bulan setara dengan lebih dari 83 tahun, menegaskan betapa besar keberkahan dan ganjaran yang terkandung di dalamnya. Malaikat dan Ruh (Jibril) turun pada malam itu dengan izin Allah untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kedamaian hingga terbit fajar.
Pembacaan Surah Al-Qadr dalam Isya adalah pengingat harian akan janji agung Allah dan mendorong peningkatan kualitas ibadah di malam hari. Surat ini mengajarkan pentingnya fokus dan kesadaran dalam sholat, karena ibadah yang dilakukan mungkin saja bernilai ribuan bulan di sisi Allah.
7. Surat Perlindungan (Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas)
Surat-surat ini, yang dikenal sebagai ‘Al-Mu’awwidzat’ (Surat Perlindungan) bersama Al-Ikhlas, sangat ditekankan untuk dibaca sebelum tidur dan setelah sholat. Walaupun sah untuk dibaca dalam Sholat Isya, imam sebaiknya tidak menjadikannya kebiasaan tunggal agar tidak dianggap melalaikan sunnah pembacaan yang lebih panjang.
Tafsir Singkat Al-Ikhlas: Surat Tauhid murni. Menetapkan bahwa Allah itu Esa (Ahad), tempat bergantung (Ash-Shamad), tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada yang setara dengan-Nya. Ini adalah inti akidah Islam.
Tafsir Singkat Al-Falaq dan An-Nas: Kedua surat ini adalah doa perlindungan komprehensif dari segala bentuk keburukan, baik yang bersifat fisik (sihir, kedengkian) maupun spiritual (bisikan setan). Ideal dibaca dalam sholat karena sholat adalah benteng terakhir seorang hamba dari kejahatan.
III. Hukum Memanjangkan dan Mempersingkat Bacaan Sholat Isya
Aspek penting dalam Sholat Isya, terutama bagi imam, adalah menjaga keseimbangan antara menjalankan sunnah Nabi ﷺ (membaca Awsaṭ al-Mufaṣṣal) dan memperhatikan kondisi jamaah (keringanan).
A. Prinsip Memperhatikan Jamaah
Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa di antara kalian mengimami orang banyak, hendaklah ia meringankan (bacaannya), karena di antara mereka ada yang sakit, ada yang lemah, dan ada yang memiliki kebutuhan.” (Muttafaqun ‘Alaih).
Prinsip ini menjadi landasan fiqih bahwa jika memanjangkan bacaan menyebabkan kesulitan, rasa berat, atau bahkan membuat jamaah lari dari sholat berjamaah, maka keringanan dalam qira'ah lebih utama daripada mempertahankan sunnah panjang. Keringanan di sini berarti beralih ke Qiṣār al-Mufaṣṣal.
B. Larangan Memanjangkan Secara Berlebihan (Tatwil)
Memanjangkan bacaan secara berlebihan (tatwil) pada Sholat Isya, yang seharusnya masuk kategori sedang, hingga mencapai panjang Subuh (Thiwāl al-Mufaṣṣal), dapat menjadi makruh jika tidak disepakati oleh jamaah atau menyebabkan fitnah. Beberapa ulama bahkan memakruhkan pembacaan Surah Al-Baqarah atau semacamnya secara rutin dalam sholat fardhu, kecuali pada sholat sunnah atau sholat malam (Qiyamul Lail).
C. Mengulang Surat yang Sama
Membaca dua surat yang sama persis (misalnya Al-Ikhlas di rakaat pertama dan Al-Ikhlas di rakaat kedua) dalam sholat fardhu adalah sah, tetapi makruh menurut sebagian besar ulama karena menyalahi keutamaan untuk melakukan variasi dalam bacaan. Jika seorang imam hanya membaca satu surat yang sangat pendek (misalnya Al-Kautsar) dalam setiap rakaat Isya selama bertahun-tahun, ia dianggap meninggalkan sunnah yang besar dalam pemilihan surat.
Sunnahnya adalah membaca dua surat berbeda (meskipun keduanya pendek) atau mengulang surat pendek di rakaat kedua dengan surat yang berbeda. Contoh yang baik: Rakaat 1: Al-Adiyat, Rakaat 2: Al-Qari'ah.
D. Hubungan Panjang Qira'ah dengan Waktu Sholat
Para fuqaha (ahli fiqih) juga mencatat hubungan antara panjang bacaan dan waktu sholat. Sholat Subuh yang memiliki waktu istirahat yang panjang sebelum dan sesudahnya dianjurkan paling panjang. Sholat Isya berada di tengah (Awsaṭ al-Mufaṣṣal), dan Sholat Maghrib (karena waktunya sempit) dianjurkan paling pendek (Qiṣār al-Mufaṣṣal).
IV. Struktur Tematik Surat Pendek untuk Kekhusyukan
Selain mengikuti panjang sunnah, memilih surat berdasarkan tema yang saling melengkapi akan memperkuat pesan sholat. Sholat Isya idealnya menjadi penutup hari, berfokus pada pertanggungjawaban, akhirat, dan tidur yang disucikan.
A. Tema Pertanggungjawaban dan Hisab
Memilih surat yang berfokus pada Hari Kiamat (Al-Qari'ah, Al-Zalzalah) sangat cocok untuk Isya, guna mengingatkan bahwa malam akan menjadi waktu istirahat, tetapi kita harus siap jika malam itu adalah malam terakhir kita.
1. Surah Al-Qari'ah (Hari Bencana)
Surah ini menggambarkan kepanikan dan kedahsyatan Kiamat, di mana manusia seperti anai-anai yang bertebaran dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan. Kemudian, surat ini memberikan tolok ukur timbangan amal: siapa yang berat timbangannya (amal baik) maka dia bahagia, siapa yang ringan timbangannya maka tempat kembalinya adalah Neraka Hawiyah.
2. Surah Al-Zalzalah (Goncangan)
Surah ini menggambarkan Bumi yang digoncangkan dengan goncangan yang dahsyat, dan bagaimana bumi akan mengeluarkan beban-beban (rahasia) yang dikandungnya. Puncak pesan surat ini adalah penegasan: barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya ia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya ia akan melihat (balasan)nya. Ini adalah motivasi besar sebelum mengakhiri hari.
B. Tema Penciptaan dan Kekuasaan Allah
Surat yang fokus pada tanda-tanda kebesaran Allah (Ayatullah) di alam semesta sangat membantu membangun kesadaran tauhid saat malam hari menjelang.
3. Surah At-Tin (Buah Tin)
Surah 95, 8 ayat. Allah bersumpah dengan tempat-tempat yang suci (Bukit Sinai, Makkah, dan Bukit Zaitun), menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Aqwam At-Taqwim). Namun, manusia bisa direndahkan ke tempat yang paling rendah (neraka) kecuali mereka yang beriman dan beramal saleh. Surat ini mengajarkan penghargaan terhadap penciptaan dan pentingnya iman untuk menjaga martabat kemanusiaan.
4. Surah Al-Alaq (Segumpal Darah)
Surah ini, yang merupakan wahyu pertama, sangat kuat membahas hubungan antara penciptaan manusia dan pengetahuan (iqra'). Surat ini mengingatkan manusia akan asal-usulnya yang hina (segumpal darah) meskipun ia diberi kemampuan belajar. Pembacaan Al-Alaq di Isya menginspirasi untuk terus mencari ilmu, bahkan di akhir aktivitas harian.
V. Implementasi Praktis dan Adab Qira'ah
Bagian ini memberikan panduan praktis tentang bagaimana imam dan individu (munfarid) seharusnya melaksanakan qira'ah dalam Sholat Isya.
A. Adab Imam dalam Qira'ah Isya
- **Variasi:** Imam wajib melakukan variasi dalam pembacaan surat. Mengulang-ulang surat yang sama, terutama surat yang sangat pendek (misalnya Al-Kautsar atau Al-Ashr) dalam jangka waktu yang lama sangat tidak dianjurkan. Variasi menjaga semangat jamaah dan mengamalkan seluruh sunnah Nabi ﷺ.
- **Keseimbangan Panjang:** Imam harus mengukur panjang bacaan berdasarkan mayoritas jamaah. Jika jamaah sering berganti atau tidak diketahui kondisinya, memilih Awsaṭ al-Mufaṣṣal adalah pilihan paling aman. Jika ada keluhan yang sah, segera beralih ke Qiṣār al-Mufaṣṣal.
- **Tajwid dan Tartil:** Qira’ah wajib dilakukan secara tartil (perlahan, jelas) dan sesuai kaidah tajwid. Membaca panjang dengan tajwid yang buruk lebih buruk daripada membaca pendek dengan tajwid yang benar.
- **Jahr (Mengeraskan Suara):** Suara harus keras di rakaat pertama dan kedua Isya, namun harus dijaga agar tidak berlebihan hingga mengganggu orang yang tidur atau sholat di sekitarnya.
B. Qira'ah bagi Munfarid (Sholat Sendiri)
Bagi orang yang sholat sendiri (munfarid), dia memiliki kebebasan lebih besar dalam memilih panjang bacaan. Jika ingin mengikuti sunnah yang paling sempurna, dia dianjurkan untuk membaca Awsaṭ al-Mufaṣṣal (seperti Al-A’la dan Al-Ghashiyah).
- Jika seseorang sedang sangat lelah, dia boleh memendekkan bacaan.
- Jika seseorang ingin memanfaatkan waktu malam untuk berlama-lama dengan Allah, dia boleh memanjangkan hingga kategori Thiwāl (seperti Surah Al-Sajdah atau Al-Mulk), karena tidak ada kekhawatiran memberatkan orang lain.
C. Membaca Surat dari Awal atau Pertengahan
Sunnah yang paling utama adalah membaca surat secara berurutan dari awal surat. Namun, diperbolehkan juga membaca sebagian dari surat yang panjang, atau membaca ayat-ayat di pertengahan surat, sebagaimana yang diriwayatkan dari Umar bin Khattab dan sahabat lainnya. Namun, dalam konteks surat-surat pendek (Juz Amma), mayoritas ulama menganjurkan pembacaan surat secara penuh.
Contohnya, jika seorang imam memilih Surah Ya Sin (yang panjang), dia boleh membaca beberapa lembar saja. Akan tetapi, jika ia memilih Surah Al-Buruj (hanya 22 ayat), sunnahnya adalah menyelesaikannya dalam satu rakaat.
D. Urutan Pembacaan Surat
Terdapat dua pandangan mengenai urutan surat dari rakaat pertama ke rakaat kedua:
- **Sunnah Menurun (Sesuai Urutan Mushaf):** Sebagian besar ulama menganjurkan agar surat di rakaat kedua lebih pendek dari rakaat pertama, dan secara umum urutan surat harus mengikuti urutan dalam Mushaf. Contoh: Rakaat 1 membaca Al-Ghashiyah (88), Rakaat 2 membaca Al-Fajr (89).
- **Diperbolehkan Terbalik (Mukhālifah):** Mazhab Hanafi berpendapat bahwa membaca surat yang urutannya terbalik (misalnya Rakaat 1 membaca Al-Fajr, Rakaat 2 membaca Al-Ghashiyah) adalah makruh tanzih (ditinggalkan lebih baik), namun sholatnya tetap sah.
Dalam praktik Sholat Isya, menjaga urutan sesuai Mushaf adalah yang paling afdhal dan merupakan adab terhadap susunan Al-Qur'an.
VI. Penutup dan Penguatan Kesadaran
Sholat Isya bukan sekadar kewajiban ritual, melainkan juga sebuah kesempatan emas untuk merenungkan akhir dari hari dan mempersiapkan diri menghadapi akhirat. Pilihan surat pendek yang tepat, yang mencerminkan ajaran tauhid, risalah, dan hari pembalasan, akan memaksimalkan nilai spiritual dari ibadah penutup harian ini.
Konsistensi dalam membaca surat-surat dari Awsaṭ al-Mufaṣṣal, khususnya pasangan sunnah seperti Al-A'la dan Al-Ghashiyah, akan memelihara sunnah Nabi ﷺ tanpa memberikan beban yang tidak perlu pada jamaah. Bagi imam, fleksibilitas dalam memilih antara kategori Awsaṭ dan Qiṣār adalah tanda kearifan. Bagi setiap individu, pemahaman mendalam atas tafsir surat-surat tersebut adalah kunci menuju khusyuk yang hakiki.
Semoga Allah SWT menerima amal ibadah Sholat Isya kita dan menjadikan setiap bacaan huruf Al-Qur'an sebagai cahaya penerang di malam hari dan di hari perhitungan kelak. Dengan pemahaman yang utuh, setiap Sholat Isya akan menjadi penutup hari yang penuh berkah dan kesadaran akan hakikat keberadaan kita di dunia ini.
Ketekunan dalam membaca surat-surat yang dianjurkan ini akan menumbuhkan kecintaan terhadap Al-Qur'an dan memastikan bahwa setiap rukun dan sunnah dalam sholat fardhu telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, mendekatkan diri kepada kesempurnaan ibadah yang didambakan.
Penting untuk selalu mengingat bahwa inti dari Sholat Isya adalah komunikasi terakhir hamba dengan Tuhannya sebelum ia beristirahat, oleh karena itu, kualitas bacaan, baik dari segi tajwid maupun maknanya, harus menjadi prioritas utama di atas sekadar kecepatan atau kepanjangan. Berlama-lama dalam tilawah Al-Qur’an di malam hari, walaupun hanya dengan surat pendek, adalah investasi spiritual yang tak ternilai harganya.
Seluruh umat Islam dianjurkan untuk kembali merujuk kepada sumber-sumber otentik, menelaah lebih dalam mengenai sunnah Nabi ﷺ dalam setiap aspek sholat, termasuk pemilihan surat, agar kita dapat menjalankan ibadah sesuai tuntunan terbaik yang telah dicontohkan. Ini adalah jalan menuju keberkahan dan ketenangan jiwa yang hakiki.