Surah Al-Fatihah, yang berarti "Pembukaan," adalah surah pertama dalam Al-Qur'an. Kedudukannya yang unik membuatnya memiliki gelar mulia seperti Ummul Qur’an (Induk Al-Qur’an) dan As-Sab’ul Matsani (Tujuh Ayat yang Diulang-ulang). Tidak ada salat yang sah tanpa membacanya, menjadikan ketepatan dalam penulisan dan pelafalannya sebagai pondasi utama ibadah setiap Muslim.
Ketika kita berbicara tentang “tulisan Al-Fatihah yang benar,” kita tidak hanya merujuk pada keindahan kaligrafi, melainkan pada keaslian dan kesesuaiannya dengan Rasm Utsmani, yaitu kaidah penulisan Al-Qur'an yang telah disepakati sejak zaman Khalifah Utsman bin Affan. Kesalahan penulisan dapat menyebabkan kesalahan pembacaan, yang pada gilirannya, dapat mengubah makna fundamental dari firman Allah.
Penulisan Al-Qur'an tidak tunduk pada aturan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) atau standar bahasa Arab modern, melainkan pada kaidah Rasm. Rasm Utsmani memiliki kekhususan yang membedakannya dari kaidah imla' (penulisan dikte) biasa. Kekhususan ini mencakup penghapusan huruf tertentu (al-Hadhaf), penambahan huruf (az-Ziyadah), penulisan hamzah yang berbeda, serta penggantian huruf (al-Ibdal). Memahami Rasm Utsmani adalah langkah awal untuk memastikan penulisan Al-Fatihah kita benar secara otentik.
Tingkat kehati-hatian dalam menyalin mushaf adalah refleksi dari kehati-hatian dalam menjaga makna. Karena Al-Fatihah dibaca berulang kali, bahkan kesalahan penulisan kecil pada satu huruf atau harakat dapat berlipat ganda dampaknya. Contoh krusial adalah pembedaan antara penulisan huruf yang tipis (tarqiq) dan yang tebal (tafkhim), serta pemisahan huruf-huruf yang memiliki makhraj (tempat keluarnya suara) berdekatan, seperti ظ (zha), ض (dhad), ذ (dzal), dan ز (zai). Kekeliruan di sini fatal karena mengubah makna kata secara total.
Surah Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat (menurut pendapat yang memasukkan Basmalah sebagai ayat pertama). Berikut adalah analisis penulisan yang benar, fokus pada titik-titik rawan kesalahan yang sering ditemukan dalam transliterasi atau cetakan non-standar.
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Titik Krusial Rasm:
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
Titik Krusial Rasm & Tajwid:
ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Fokus: Ayat ini mengulangi Asmaul Husna yang disebutkan dalam Basmalah. Dalam konteks penulisan, ini memperkuat pentingnya penulisan alif kecil pada ٱلرَّحْمَٰنِ dan memastikan harakat panjang pada ٱلرَّحِيمِ (mad thabi'i). Pengulangan ini bukan sekadar redundansi, tetapi penekanan linguistik (balaghah) pada luasnya rahmat Allah setelah pujian universal.
مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ
Titik Krusial Rasm & Qira'at:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Titik Krusial Tajwid:
ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ
Titik Krusial Rasm & Tajwid:
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ
Titik Krusial Paling Kompleks:
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ (Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang)
Kontroversi Fiqh: Mayoritas ulama mazhab Syafi'i mewajibkan Basmalah sebagai ayat pertama Al-Fatihah dan harus dibaca keras (jahr) dalam salat jahr. Sementara mazhab Maliki tidak menganggapnya sebagai ayat dan cenderung membacanya pelan (sirr) atau bahkan tidak sama sekali. Penulisan Al-Fatihah yang benar dalam mushaf standar Hafs mencantumkannya sebagai ayat nomor satu, menegaskan posisinya sebagai bagian tak terpisahkan dari surah. Secara makna, Basmalah adalah deklarasi Tauhid, bahwa setiap tindakan dimulai dengan penyandaran total kepada tiga nama ilahiah: Allah (Nama Zat), Ar-Rahman (Rahmat Universal), dan Ar-Rahim (Rahmat Spesifik untuk orang beriman).
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ (Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam)
Lafaz ٱلْحَمْدُ (Al-Hamdu) mengandung alif lam yang bermakna istighraq (menyeluruh). Artinya, semua jenis pujian—baik di masa lalu, sekarang, maupun masa depan—hanya milik Allah semata. Hal ini berbeda dari Syukr (terima kasih), yang merupakan respon terhadap nikmat. Hamd adalah pengakuan atas kesempurnaan Zat-Nya, terlepas dari nikmat yang diberikan.
Nama رَبِّ (Rabb) adalah kata yang sangat kaya. Rabb bukan hanya Tuhan dalam arti Pencipta, tetapi juga Penguasa, Pemilik, Pembimbing, Pengatur, dan Pendidik. Dengan menyebut Allah sebagai Rabb, kita mengakui Tauhid Rububiyyah secara komprehensif. ٱلْعَٰلَمِينَ (Al-'Alamin – Seluruh alam) merujuk pada segala sesuatu selain Allah, mencakup dimensi manusia, jin, malaikat, tumbuhan, dan makhluk tak terlihat lainnya. Keluasan makna ini menuntut ketepatan pada Rasm (alif kecil) dan Makhraj (huruf 'Ain) untuk menjaga cakupan makna universal ini.
ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ (Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang)
Pengulangan ini, yang muncul setelah رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ, memberikan keseimbangan. Meskipun Dia adalah Penguasa mutlak, fondasi pemerintahan-Nya adalah rahmat. Ar-Rahman adalah rahmat yang mencakup segala makhluk di dunia, sedangkan Ar-Rahim adalah rahmat yang dikhususkan bagi orang beriman di akhirat. Penulisan yang benar (ٱلرَّحْمَٰنِ) memastikan bahwa kita mengakui keluasan rahmat ini melalui pelafalan mad yang sesuai.
مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ (Pemilik Hari Pembalasan)
Kata مَٰلِكِ (Maaliki – Pemilik/Raja) menekankan bahwa kekuasaan absolut pada Hari Kiamat adalah milik Allah semata. Meskipun Dia adalah Raja di dunia, kepemilikan-Nya pada hari akhir ditegaskan secara khusus untuk menghilangkan keraguan bahwa ada entitas lain yang memiliki otoritas di sana. يَوْمِ ٱلدِّينِ (Yawm Ad-Din) mencakup makna Hari Penghitungan, Hari Ganjaran, dan Hari Keadilan. Ketepatan dalam menulis dan membaca مَٰلِكِ (dengan alif panjang) adalah mengikuti qira'at Hafs yang paling dominan, yang menegaskan kepemilikan (al-Milk) secara absolut.
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan)
Ayat ini adalah sumbu Al-Fatihah dan intisari Tauhid. Secara tata bahasa (Nahwu), peletakan kata ganti إِيَّاكَ (hanya kepada Engkau) di awal kalimat menunjukkan pengkhususan (al-Hashr). Artinya, kita tidak menyembah siapa pun selain Allah, dan tidak memohon pertolongan yang bersifat mutlak kepada siapa pun selain Dia.
Penyebutan ibadah (Na'budu) mendahului permohonan bantuan (Nasta'in) mengajarkan bahwa seseorang harus memenuhi hak Allah terlebih dahulu (ibadah) sebelum ia layak meminta haknya dari Allah (pertolongan). Penulisan yang benar (dengan tasydid pada Ya dalam إِيَّاكَ) adalah penjaga makna Tauhid ini.
ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ (Tunjukilah kami jalan yang lurus)
Setelah mengakui Tauhid, seorang hamba meminta petunjuk. ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ (Ash-Shiratal Mustaqim) didefinisikan oleh para ulama sebagai jalan Islam, Al-Qur'an, dan jalan Nabi Muhammad SAW. Permintaan hidayah ini bersifat universal dan terus-menerus. Bahkan seorang Muslim yang sudah taat pun tetap diwajibkan meminta hidayah karena hidayah terbagi dua: hidayah petunjuk (al-Irshad) dan hidayah taufiq (kemampuan mengamalkan). Ketepatan penulisan huruf ص (Shad) pada ٱلصِّرَٰطَ menjaga keunikan pengucapan dan kejelasan makna 'jalan' dalam bahasa Arab.
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
Ayat ini mengklarifikasi Jalan Lurus dengan memberikan contoh positif (mereka yang diberi nikmat) dan contoh negatif (mereka yang dimurkai dan yang sesat). Dalam tafsir klasik:
Penggunaan huruf Dhad (ٱلْمَغْضُوبِ dan ٱلضَّآلِّينَ) dalam penulisan harus sangat diperhatikan. Kekeliruan di sini bisa berarti kesalahan identifikasi kelompok yang dimurkai dan yang tersesat, yang merupakan penutup dari seluruh permohonan hamba, menunjukkan bahwa jalan lurus adalah jalan yang harus diwaspadai dari kedua penyimpangan ini: penyimpangan ilmu (murka) dan penyimpangan amal (sesat).
Karena Al-Fatihah adalah rukun (tiang) dalam salat, kesalahan fatal dalam pembacaannya dapat membatalkan salat itu sendiri. Meskipun artikel ini berfokus pada penulisan, penulisan yang salah adalah sumber utama dari pembacaan yang salah, terutama bagi mereka yang belajar dari mushaf cetak yang tidak otentik atau transliterasi yang buruk.
Para fuqaha (ahli fikih) membagi kesalahan (lahn) dalam membaca Al-Qur'an menjadi dua jenis:
Ini adalah kesalahan yang kasat mata, melanggar kaidah tajwid dasar, dan seringkali mengubah makna kata. Lahn Jali harus dihindari mutlak dalam salat, dan jika dilakukan, dapat membatalkan salat jika mengubah makna secara signifikan. Contoh Lahn Jali yang terkait dengan kesalahan penulisan/pencetakan:
Ini adalah kesalahan tajwid yang tidak mengubah makna, seperti meninggalkan hukum Ikhfa atau Idgham. Meskipun idealnya harus dihindari, Lahn Khafi tidak membatalkan salat. Ini menunjukkan bahwa fokus utama penulisan yang benar adalah memastikan huruf dan harakat yang menjaga makna (Lahn Jali) tidak terkorbankan.
Banyak umat Muslim yang tidak fasih membaca huruf Arab menggunakan transliterasi (Latin). Transliterasi seringkali gagal menangkap nuansa huruf yang berbeda (seperti sad, sin, tsa', ta', dan tha').
Misalnya, transliterasi yang hanya menulis 't' untuk ت (ta) dan ط (tha) akan menyebabkan pembacaan ٱلصِّرَٰطَ menjadi tidak tepat. Oleh karena itu, bagi yang menulis materi edukasi Al-Qur'an, penulisan yang benar harus menggunakan sistem transliterasi ilmiah yang membedakan setiap huruf (misalnya: menggunakan ḍ untuk Dhad, ṣ untuk Shad, dan ẓ untuk Zha), meskipun metode terbaik tetaplah mengacu pada teks Arab Rasm Utsmani yang asli.
Al-Fatihah adalah surah yang unik karena memuat semua jenis kaidah tata bahasa Arab dasar. Hal ini menunjukkan kesempurnaannya sebagai Ummul Qur'an. Beberapa poin linguistik penting yang wajib dijaga dalam penulisannya:
Al-Fatihah dibagi menjadi dua bagian yang seimbang, satu untuk Allah dan satu untuk hamba, dipisahkan oleh Ayat 5:
Kesempurnaan struktur ini menuntut ketelitian penulisan pada setiap jeda dan huruf. Misalnya, pemanjangan (Mad) pada akhir ayat 7 (ٱلضَّآلِّينَ) memberikan penutup yang kuat dan berirama yang secara fonetik memantapkan pembedaan antara jalan yang benar dan yang sesat.
Huruf ض (Dhad) muncul dua kali di akhir Al-Fatihah (ٱلْمَغْضُوبِ dan ٱلضَّآلِّينَ). Secara linguistik, Dhad dikenal sebagai huruf yang paling sulit diucapkan dan sering disebut sebagai huruf yang unik bagi bahasa Arab (Lughat ad-Dhad). Penempatan huruf ini pada konteks orang yang sesat dan dimurkai adalah suatu penekanan yang luar biasa:
Menulis dan membaca Dhad dengan tepat adalah simbol dari penguasaan terhadap bahasa wahyu dan kehati-hatian dalam membedakan kebenaran. Ketidakmampuan melafalkan Dhad dengan benar sering dianggap sebagai indikasi kekurangan dalam mempelajari fonetik Al-Qur'an, yang mana hal ini sangat ditekankan oleh para ulama tajwid. Kekurangan dalam penulisan (misalnya menggunakan simbol latin yang sama untuk Dhad dan Dal) merusak keunikan linguistik ini.
Mengenal Allah melalui nama-nama-Nya yang indah (ٱللَّهِ, ٱلرَّحْمَٰنِ, ٱلرَّحِيمِ). Ketepatan pada harakat panjang (Mad) di sini memastikan pembacaan nama-nama ini dengan kemuliaan yang sesuai. Misalnya, jika mad pada Rahman dihilangkan, itu mengurangi penekanan pada sifat rahmat yang luas.
Pengakuan Allah sebagai pencipta, pengatur, dan penguasa alam semesta (رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ). Penulisan yang benar pada tasydid رَبِّ menegaskan otoritas tunggal ini. Kesalahan menghapus tasydid akan melemahkan penegasan tersebut.
Pengkhususan ibadah (إِيَّاكَ نَعْبُدُ). Seperti yang telah dibahas, ini adalah penjaga akidah yang paling fundamental, dan kesalahan dalam penulisan tasydid إِيَّاكَ adalah penyerang langsung terhadap tauhid.
Pengakuan bahwa Allah adalah Raja pada Hari Pembalasan (مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ). Ayat ini menanamkan rasa tanggung jawab dan pertanggungjawaban. Penulisan yang benar pada huruf Dal (ٱلدِّينِ) dengan tasydid memastikan kita memahami konsep pembalasan (Din) secara menyeluruh, bukan sekadar hari biasa.
Permintaan hidayah ke jalan lurus, yang merupakan jalan yang ditunjukkan oleh para nabi (terutama Nabi Muhammad SAW) dan wahyu (Al-Qur'an). Jalan lurus tidak dapat diketahui tanpa adanya wahyu, oleh karena itu permintaan ٱهْدِنَا mengimplikasikan iman kepada risalah.
Ayat terakhir memberikan motivasi melalui jalan yang diberi nikmat, dan peringatan melalui jalan yang dimurkai dan sesat. Ini adalah pemetaan historis dan moral bagi umat Islam. Ketepatan huruf Dhad (ض) di sini adalah penanda keakuratan dalam membedakan kelompok-kelompok ini, suatu keharusan dalam penulisan Rasm.
Keseluruhan Al-Fatihah, dari pujian hingga permintaan pertolongan dan hidayah, menuntut amal. Ibadah (نَعْبُدُ) dan berjalan di atas ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ adalah manifestasi dari amal saleh. Surah ini secara implisit meminta Muslim untuk beramal sesuai ilmu (menghindari jalan yang dimurkai) dan ilmu sesuai amal (menghindari jalan yang sesat).
Kepadatan makna yang terkandung dalam tujuh ayat ini mewajibkan setiap Muslim, penulis, penerbit, dan pembaca mushaf untuk mempertahankan setiap detail tulisan sesuai Rasm Utsmani. Karena setiap huruf, harakat, dan simbol Rasm (seperti alif kecil dan tasydid) memiliki fungsi linguistik dan teologis yang sangat spesifik, yang jika dihilangkan atau diganti, akan meruntuhkan salah satu dari tujuh pilar ilmu ini.
Surah Al-Fatihah adalah jantung dari Al-Qur'an dan salat. Penulisan tulisan al fatihah yg benar harus selalu merujuk kepada standar Rasm Utsmani yang terbukti otentik, serta syakal (tanda harakat) yang telah ditetapkan oleh ulama tajwid untuk Qira'at Hafs ‘an Ashim, yang merupakan bacaan paling umum di dunia.
Bagi penulis atau desainer materi Islam, penting untuk memastikan bahwa font Arab yang digunakan mendukung semua tanda baca Rasm, termasuk alif kecil (ٰ) pada ٱلرَّحْمَٰنِ dan مَٰلِكِ, serta tanda mad panjang pada ٱلضَّآلِّينَ. Menggunakan transliterasi harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan disertai catatan kaki yang menjelaskan perbedaan huruf (seperti Dhad dan Dzal).
Kehati-hatian dalam penulisan Al-Fatihah adalah wujud penghormatan kita terhadap Wahyu Ilahi, yang secara langsung memengaruhi keabsahan ibadah kita sehari-hari. Dengan menjaga keaslian Rasm, kita memastikan bahwa dialog yang kita lakukan dengan Rabbul 'Alamin dalam setiap rakaat salat kita, tersampaikan dalam bahasa dan makna yang sempurna, bebas dari Lahn Jali yang membatalkan. Ini adalah tanggung jawab keilmuan dan keagamaan yang tidak boleh diabaikan, sejalan dengan perintah untuk senantiasa mencari petunjuk menuju ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ.
Penelitian mendalam terhadap setiap huruf dan harakat dalam Al-Fatihah, sebagaimana dijelaskan secara ekstensif dalam artikel ini, menegaskan bahwa penulisan yang benar adalah fondasi dari pembacaan yang benar, dan pembacaan yang benar adalah syarat diterimanya rukun salat. Seluruh umat Islam dianjurkan untuk terus mengkaji dan membandingkan mushaf yang mereka miliki dengan standar resmi Rasm Utsmani yang telah disahkan oleh lembaga-lembaga keagamaan terpercaya di seluruh dunia Islam, demi menjaga kemurnian dan kebenaran firman Allah SWT.