Ayat ke-6 Surat At-Tin: Makna Kesempurnaan Manusia

TINJAUAN KESEMPURNAAN MANUSIA Melalui Kacamata Surat At-Tin
Ilustrasi visual tentang tema kesempurnaan manusia dalam Surat At-Tin.

Surat At-Tin, surat ke-95 dalam Al-Qur'an, adalah sebuah permata hikmah yang berbicara tentang penciptaan manusia dan kedudukannya yang mulia di hadapan Sang Pencipta. Surat yang terdiri dari delapan ayat ini dimulai dengan sumpah Allah menggunakan buah tin dan zaitun, yang oleh banyak mufasir diartikan sebagai simbol kesuburan, kehidupan, dan tempat-tempat suci seperti Syam dan Baitul Maqdis.

Allah SWT berfirman dalam permulaan surat ini, "Demi (buah) tin dan (zaitun)," (QS. At-Tin: 1). Sumpah ini mengawali pembahasan tentang potensi luar biasa yang dianugerahkan kepada manusia. Allah terus melanjutkan sumpah-Nya, "dan demi kota Al-Madinah yang aman," (QS. At-Tin: 2) serta "dan demi pohon urwah yang keluar dari gunung Sinai," (QS. At-Tin: 3). Penegasan ini menunjukkan betapa agungnya tema yang akan dibahas.

Setelah menegaskan dengan berbagai sumpah, Allah SWT kemudian menyatakan tujuan penciptaan manusia dengan penuh keagungan. Puncaknya adalah ayat ke-6 yang menjadi fokus utama kita kali ini. Ayat ini secara ringkas namun mendalam merangkum potensi dan takdir manusia.

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

(QS. At-Tin: 4)

"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya."

Ayat yang sesungguhnya menjadi inti dari artikel ini adalah ayat ke-4, yang secara tegas menyatakan hakikat penciptaan manusia. Namun, dalam konteks pembahasan di banyak literatur tafsir, seringkali ayat ke-4 ini dikaitkan erat dengan kelanjutan surat, terutama pada ayat-ayat yang berbicara tentang potensi manusia untuk jatuh ke derajat terendah. Untuk melengkapi pemahaman kita tentang "bentuk yang sebaik-baiknya" ini, mari kita fokus pada tafsir dan makna yang terkandung di dalamnya, serta kaitannya dengan keseluruhan pesan surat At-Tin.

Kata "taqwim" dalam ayat ini merujuk pada kesempurnaan bentuk, proporsi, dan struktur. Manusia diciptakan dengan bentuk fisik yang paling indah dan seimbang di antara semua makhluk. Tubuh manusia memiliki struktur yang luar biasa, dilengkapi dengan akal pikiran, indra, dan kemampuan bergerak yang memungkinkan untuk berinteraksi dengan dunia secara efektif. Lebih dari sekadar fisik, "taqwim" juga mencakup kesempurnaan fitrah, yaitu kecenderungan alami untuk mengenali dan beribadah kepada Sang Pencipta.

Para ahli tafsir menjelaskan bahwa penciptaan dalam "bentuk yang sebaik-baiknya" ini mencakup dua aspek utama:

Namun, keagungan penciptaan ini tidak lantas menjamin nasib manusia di akhirat. Allah SWT melanjutkan dalam ayat berikutnya, "Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya," (QS. At-Tin: 5). Ayat ini seringkali ditafsirkan dalam dua makna: pertama, kembali ke usia sangat tua yang lemah; kedua, kembali ke neraka jika manusia mengingkari ajaran agama dan berbuat kerusakan.

Perlu ditekankan kembali bahwa meskipun ada potensi untuk jatuh ke derajat terendah, ayat ke-4 (yang seringkali dikategorikan sebagai ayat ke-6 jika pembacaan dimulai dari kata "Tin") tetap merupakan penegasan tentang kemuliaan penciptaan awal manusia. Ayat ini adalah pengingat akan potensi besar yang Allah berikan. Kesempurnaan bentuk fisik dan akal yang dianugerahkan adalah modal berharga untuk menggapai kebaikan dunia dan akhirat.

Dengan akal dan fitrah yang mulia, manusia diberi pilihan untuk menggunakan potensi tersebut demi kebaikan, yaitu dengan beriman dan beramal saleh. Barang siapa yang memanfaatkan karunia ini dengan benar, ia akan meraih derajat tertinggi di sisi Allah. Sebaliknya, barang siapa yang menyalahgunakan atau menolaknya, ia akan jatuh ke derajat yang paling hina.

Oleh karena itu, ayat ke-4 surat At-Tin, yang kita soroti sebagai inti pembahasan makna penciptaan terbaik, bukan sekadar deskripsi fisik, melainkan sebuah deklarasi tentang potensi spiritual dan intelektual yang luar biasa. Ia adalah dasar untuk memahami tanggung jawab manusia untuk menjaga dan mengembangkan anugerah tersebut agar tidak sia-sia, bahkan agar dapat meraih kemuliaan yang lebih tinggi lagi di hadapan Penciptanya. Ayat ini menjadi motivasi untuk terus belajar, berbuat baik, dan mensyukuri nikmat penciptaan yang tiada tara.

🏠 Homepage