Surat Al-Bayyinah, yang berarti "Bukti yang Nyata", merupakan surat ke-98 dalam Al-Qur'an. Surat ini turun di Madinah dan terdiri dari 8 ayat. Inti dari surat ini adalah penjelasan mengenai siapa saja yang berhak mendapatkan surga dan siapa yang akan mendapatkan siksa neraka. Salah satu ayat kunci yang menjelaskan tujuan penciptaan manusia dan esensi ibadah adalah ayat kelima. Mari kita telaah terjemahannya beserta makna yang terkandung di dalamnya.
Arab:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Latin:
Wa mā umirū illā liya'budūllāha mukhliṣīna lahud-dīna ḥunafā'a wa yuqīmūṣ-ṣalāta wa yu'tūz-zakāta; wa dhālika dīnul-qayyimah.
Terjemahan Bahasa Indonesia:
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar mereka melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan itulah agama yang lurus (qayyimah)."
Ilustrasi visual makna ayat.
Ayat kelima ini secara tegas menyatakan bahwa tujuan utama manusia diciptakan dan diperintahkan oleh Allah SWT bukanlah hal lain selain untuk menyembah-Nya. Namun, penekanan utamanya adalah pada cara ibadah tersebut dilakukan: "mukhliṣīna lahud-dīna", yaitu dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. Ini berarti seluruh bentuk ibadah, baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah, harus ditujukan hanya kepada Allah, tanpa ada unsur syirik atau menyekutukan-Nya dengan siapapun.
Ikhlas adalah kunci diterimanya sebuah amal ibadah. Tanpa keikhlasan, ibadah yang dilakukan sebesar apapun akan sia-sia di hadapan Allah. Seorang mukmin harus senantiasa membersihkan niatnya agar setiap perbuatannya benar-benar karena Allah, bukan karena ingin dipuji manusia, mencari keuntungan duniawi, atau tujuan lain yang tidak murni. Ketaatan yang ditunjukkan haruslah totalitas, tunduk dan patuh sepenuhnya pada segala perintah dan larangan-Nya.
Frasa "ḥunafā'a" juga sangat penting. Kata ini berasal dari akar kata yang berarti condong atau menyimpang dari kesesatan menuju kebenaran. Ini menunjukkan bahwa seorang yang beriman harus teguh pada tauhid, menjauhi kemusyrikan dan segala bentuk kesesatan. Ia tidak terombang-ambing oleh keraguan atau pengaruh negatif dari luar, melainkan memiliki prinsip yang kokoh dalam keimanannya.
Setelah menekankan aspek keikhlasan dalam beragama, ayat ini kemudian menyebutkan dua pilar utama ibadah dalam Islam, yaitu salat dan zakat. Perintah untuk "yuqīmūṣ-ṣalāta" (melaksanakan salat) dan "yu'tūz-zakāta" (menunaikan zakat) menunjukkan betapa sentralnya kedua ibadah ini dalam kehidupan seorang Muslim.
Salat adalah tiang agama. Ia merupakan sarana komunikasi langsung antara hamba dengan Sang Pencipta. Dengan mendirikan salat secara teratur dan khusyuk, seorang mukmin dapat memelihara hubungannya dengan Allah, memohon pertolongan, dan membersihkan diri dari dosa. Salat yang ditegakkan bukan sekadar gerakan fisik, melainkan harus diiringi dengan kekhusyukan hati dan kesadaran akan kebesaran Allah.
Zakat, di sisi lain, adalah ibadah yang menghubungkan seorang Muslim dengan sesama manusia, khususnya kepada mereka yang membutuhkan. Zakat membersihkan harta dan jiwa pelakunya dari sifat kikir dan serakah. Ia merupakan bentuk kepedulian sosial yang mengajarkan empati dan solidaritas, serta membantu mengurangi jurang kemiskinan dalam masyarakat. Zakat yang ditunaikan dengan ikhlas merupakan bukti nyata keimanan seseorang.
Bagian akhir ayat ini, "wa dhālika dīnul-qayyimah", menegaskan bahwa ajaran yang terkandung di dalamnya, yaitu ibadah yang ikhlas kepada Allah, penegakan salat, dan penunaian zakat, adalah esensi dari agama yang lurus atau agama yang benar. Kata "qayyimah" memiliki makna tegak, lurus, benar, dan berkesinambungan. Ini menunjukkan bahwa Islam sebagai agama yang dibawa oleh para nabi dan rasul adalah agama yang sempurna, tidak mengandung penyimpangan, dan merupakan pedoman hidup yang paling benar.
Agama yang lurus ini mencakup seluruh aspek kehidupan, baik hubungan vertikal (dengan Allah) maupun hubungan horizontal (dengan sesama manusia). Ia mengajarkan keseimbangan antara aspek spiritual dan material, antara ibadah ritual dan muamalah sosial. Memeluk agama yang lurus berarti menjalankan ajaran-ajarannya dengan sungguh-sungguh, menjadikannya sebagai panduan dalam setiap gerak langkah.
Surat Al-Bayyinah ayat 5 memberikan pelajaran yang sangat berharga mengenai hakikat beragama. Tujuan utama penciptaan kita adalah untuk beribadah kepada Allah semata dengan hati yang ikhlas, menjauhi segala bentuk kesesatan. Ibadah ini diwujudkan melalui penegakan salat yang khusyuk dan penunaian zakat yang tulus, yang keduanya merupakan pilar fundamental dalam ajaran Islam. Keseluruhan ajaran ini membentuk agama yang lurus (qayyimah), yaitu jalan hidup yang benar dan membawa kebahagiaan dunia akhirat. Memahami dan mengamalkan ayat ini secara mendalam adalah langkah penting bagi setiap Muslim untuk meraih keridaan Allah SWT.