Dalam ajaran Islam, terdapat serangkaian nilai dan keyakinan fundamental yang membentuk pondasi kehidupan seorang Muslim. Salah satu frasa yang sering muncul dalam Al-Qur'an dan menjadi penanda penting bagi orang-orang yang beriman adalah "wabil aakhirati hum yuuqinuun". Frasa ini berasal dari bahasa Arab dan memiliki arti yang mendalam, yaitu "dan terhadap akhirat mereka meyakini dengan penuh keyakinan". Makna ini tidak sekadar sebuah pengakuan pasif, melainkan sebuah keyakinan yang aktif, yang memengaruhi setiap aspek kehidupan seorang mukmin di dunia ini.
Ayat yang mengandung frasa ini seringkali muncul dalam konteks penggambaran orang-orang yang bertakwa dan beriman. Sebagai contoh, dalam Surah Al-Baqarah ayat 4, Allah SWT berfirman:
"Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung."
Perluasan dari ayat sebelumnya, yang seringkali disandingkan, adalah penjelasan mengenai karakteristik orang-orang beriman tersebut, salah satunya adalah keyakinan mereka pada akhirat. Keyakinan pada akhirat ini bukan sekadar pengetahuan tentang adanya hari perhitungan, surga, dan neraka. Lebih dari itu, ia adalah sebuah kepastian yang tertanam kuat dalam hati, yang membimbing tindakan dan keputusan sehari-hari.
Keyakinan pada akhirat, atau "yuuqinuun" yang berarti meyakini dengan pasti, memunculkan berbagai implikasi penting bagi seorang Muslim. Pertama, ia memberikan perspektif jangka panjang terhadap kehidupan dunia. Ketika seseorang sangat yakin bahwa kehidupan di akhirat adalah kehidupan yang abadi, maka fokusnya akan bergeser dari sekadar kenikmatan sesaat di dunia menuju amal perbuatan yang akan menuai pahala di akhirat. Hal ini dapat mengurangi keterikatan yang berlebihan pada harta benda, kekuasaan, dan popularitas duniawi, yang sifatnya fana dan sementara.
Kedua, keyakinan ini menumbuhkan rasa tanggung jawab yang besar. Mengetahui bahwa setiap perbuatan, sekecil apapun, akan diperhitungkan di hadapan Allah SWT, mendorong seorang Muslim untuk senantiasa menjaga diri dari perbuatan dosa dan maksiat, serta berlomba-lomba dalam kebaikan. Kehidupan dunia dipandang sebagai ladang amal, tempat untuk menabur benih kebaikan yang akan dipanen di kemudian hari. Ketakutan akan siksa neraka dan harapan akan nikmat surga menjadi motivasi internal yang kuat untuk berbuat baik dan menjauhi larangan.
Ketiga, keyakinan pada akhirat memberikan ketenangan batin dan kekuatan menghadapi cobaan. Ketika dunia memberikan ujian berupa kesulitan, kesedihan, atau kehilangan, seorang mukmin yang teguh imannya pada akhirat akan melihat bahwa semua itu adalah ujian dari Allah yang akan berujung pada kebaikan jika dihadapi dengan sabar. Ia tahu bahwa kebahagiaan hakiki bukan terletak pada kondisi duniawi yang serba sempurna, melainkan pada keridhaan Allah SWT dan kesuksesan di akhirat kelak. Kematian bukanlah akhir segalanya, melainkan pintu gerbang menuju kehidupan yang lebih abadi.
Menumbuhkan keyakinan yang kuat pada akhirat bukanlah sesuatu yang terjadi secara instan. Ini adalah sebuah proses spiritual yang memerlukan usaha dan kesadaran berkelanjutan. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain:
Frasa "wabil aakhirati hum yuuqinuun" adalah pengingat berharga bagi setiap Muslim. Ia mengajarkan kita untuk tidak terjebak dalam kesibukan dunia semata, tetapi senantiasa mempersiapkan diri untuk kehidupan abadi. Keyakinan yang teguh pada akhirat akan menjadi kompas moral, penyejuk hati, dan sumber kekuatan dalam menjalani kehidupan ini, menuju keberuntungan hakiki di sisi Allah SWT. Ini adalah inti dari keimanan yang sesungguhnya, yang membedakan antara orang yang sekadar mengaku beriman dengan mereka yang benar-benar mengamalkan imannya.