Di tengah hiruk pikuk modernitas, seringkali kita lupa akan akar budaya yang kaya dan mendalam yang dimiliki bangsa ini. Salah satu permata warisan Nusantara yang patut kita lestarikan dan banggakan adalah aksara Jawa. Aksara yang memiliki keindahan visual dan sejarah panjang ini bukan hanya sekadar simbol tulisan, melainkan cerminan peradaban, nilai-nilai luhur, dan identitas masyarakat Jawa. Dalam konteks kekinian, mari kita lihat bagaimana aksara Jawa dapat menjadi "blanja" budaya yang berharga, sesuatu yang kita rawat, kita gunakan, dan kita banggakan.
Aksara Jawa, atau dikenal juga sebagai Hanacaraka, memiliki bentuk yang unik dan artistik. Setiap karakter, mulai dari 'Ha' hingga 'Sa', memiliki lekukan dan garis yang anggun, seolah menari di atas kertas. Keindahan ini bukan semata estetika visual, melainkan juga sarat makna filosofis. Bentuk-bentuk aksara Jawa seringkali dikaitkan dengan ajaran moral, kosmologi, dan pandangan hidup masyarakat Jawa. Misalnya, beberapa bentuk aksara menyerupai elemen alam seperti gunung, air, atau bahkan gestur manusia, yang menunjukkan harmonisasi antara manusia dan alam semesta.
Dalam tradisi penulisan, aksara Jawa memiliki sistem penulisan yang kompleks dengan berbagai tanda diakritik (sandhangan) untuk mengubah bunyi vokal dan konsonan. Ini memberikan fleksibilitas dan kekayaan dalam ekspresi bahasa. Mempelajari aksara Jawa berarti menyelami sebuah sistem yang telah teruji oleh waktu, sebuah warisan intelektual yang diwariskan dari generasi ke generasi. Ini adalah "blanja" ilmu pengetahuan yang tak ternilai harganya.
Di era digital seperti sekarang, eksistensi aksara Jawa menghadapi berbagai tantangan. Penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa asing yang dominan, serta kemudahan akses terhadap konten digital berbahasa Latin, membuat aksara Jawa terkesan kuno bagi sebagian kalangan. Namun, justru di sinilah letak peluangnya. Teknologi digital dapat menjadi alat yang ampuh untuk melestarikan dan mempopulerkan aksara Jawa.
Pengembangan font aksara Jawa yang kompatibel dengan perangkat digital, aplikasi pembelajaran aksara Jawa, hingga platform media sosial yang memungkinkan penggunaan aksara Jawa adalah langkah-langkah konkret. Ini adalah bentuk "blanja" inovasi yang memungkinkan aksara Jawa tetap relevan. Bayangkan sebuah postingan di media sosial dengan kutipan bijak menggunakan aksara Jawa yang indah, atau sebuah aplikasi yang membantu anak-anak belajar Hanacaraka dengan cara yang menyenangkan. Ini adalah bagaimana warisan budaya dapat bersinergi dengan kemajuan teknologi.
Lebih dari sekadar alat komunikasi, aksara Jawa adalah penanda identitas budaya. Menguasai dan menggunakan aksara Jawa berarti turut menjaga keberlangsungan identitas etnis Jawa, yang kaya akan tradisi dan kearifan lokal. Ini adalah kebanggaan yang patut dimiliki dan dibagikan. Setiap orang yang melestarikan aksara Jawa, baik melalui tulisan, seni, maupun pembelajaran, telah berkontribusi pada "blanja" identitas bangsa yang tak ternilai.
Banyak seniman, budayawan, dan pegiat literasi yang terus berupaya mengenalkan aksara Jawa kepada khalayak yang lebih luas. Mulai dari workshop menulis aksara Jawa, pameran kaligrafi aksara Jawa, hingga adaptasi karya sastra klasik ke dalam bentuk yang lebih modern. Upaya-upaya ini menunjukkan bahwa aksara Jawa bukanlah relik masa lalu yang mati suri, melainkan warisan hidup yang terus berdenyut dan relevan.
Melestarikan aksara Jawa bukanlah tugas segelintir orang, melainkan tanggung jawab kita bersama. Ada banyak cara sederhana yang bisa kita lakukan untuk menjadi bagian dari "blanja" pelestarian aksara Jawa:
Dengan melestarikan aksara Jawa, kita tidak hanya menjaga warisan leluhur, tetapi juga memperkaya khazanah budaya bangsa. Mari jadikan aksara Jawa sebagai "blanja" kebanggaan, sumber inspirasi, dan perekat identitas kita di era modern. Keindahan dan kekayaan filosofi yang terkandung di dalamnya layak untuk terus hidup dan dinikmati oleh generasi mendatang.