Simbol kesabaran dan kebaikan dalam perjalanan iman.
Dalam lautan ayat-ayat Al-Qur'an yang penuh hikmah, terdapat dua ayat dari Surah Al-Baqarah yang memberikan pelajaran mendalam mengenai kesetiaan, ketakwaan, dan hubungan harmonis antara seorang hamba dengan Tuhannya, serta tanggung jawab seorang pemimpin. Ayat-ayat tersebut adalah Al-Baqarah ayat 120 dan ayat 126.
Ayat 120 dari Surah Al-Baqarah berbicara tentang kegagalan kaum Yahudi dalam memenuhi harapan mereka terkait arah kiblat. Sebelum perubahan kiblat ke Ka'bah di Mekah, umat Islam shalat menghadap ke arah Baitul Maqdis di Yerusalem. Kaum Yahudi, dengan keangkuhan dan kebencian mereka, menduga bahwa umat Islam akan kembali ke agama nenek moyang mereka jika kiblat mereka diubah. Namun, Allah SWT berfirman:
"Dan sekali-kali tidak akan rela orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani sampai kamu mengikuti millah (agama) mereka. Katakanlah: 'Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar). Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Allah tidak akan menjadi pelindung dan penolong bagimu." (QS. Al-Baqarah: 120)
Ayat ini menegaskan bahwa kepuasan kaum Yahudi dan Nasrani terhadap umat Islam tidak akan pernah tercapai kecuali jika umat Islam meninggalkan ajaran agama mereka yang murni dan mengikuti apa yang mereka yakini. Pesan utama dari ayat ini adalah seruan untuk tetap teguh pada ajaran Islam, tidak terpengaruh oleh tekanan atau bujukan dari kaum lain yang berusaha menyesatkan. Allah menegaskan bahwa hanya petunjuk-Nya yang merupakan petunjuk sejati, dan barangsiapa yang mengikuti keinginan mereka setelah mengetahui kebenaran, maka Allah tidak akan menjadi pelindung dan penolongnya.
Bergeser ke ayat 126, Allah SWT mengangkat kisah Nabi Ibrahim AS, seorang nabi yang dianugerahi dengan kedudukan mulia dan dikenal sebagai bapak para nabi. Ayat ini menjelaskan tanggung jawabnya sebagai seorang nabi dan pemimpin:
"Dan ingatlah ketika Ibrahim ditinggikan Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim (memenuhi) kalimat-kalimat itu. Allah berfirman: 'Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.' Ibrahim berkata: 'Dan dari sebagian keturunanku?' Allah berfirman: 'Janganlah kamu meminta sesuatu yang bukan hakmu (menurut pikiranmu sendiri), dan lebih baik kamu meminta ampunan untuk mereka.' Dan ingatlah ketika Kami menjadikan rumah (Baitullah) itu tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: 'Bersihkanlah rumah-Ku bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang i'tikaf, dan orang-orang yang ruku' dan sujud.'" (QS. Al-Baqarah: 126)
Ayat ini mengandung beberapa poin penting. Pertama, pengakuan terhadap kedudukan tinggi Nabi Ibrahim AS yang telah lulus dalam ujian dari Allah SWT dengan melaksanakan berbagai perintah dan larangan-Nya. Keberhasilannya ini menjadikannya layak untuk dijadikan imam (pemimpin) bagi seluruh manusia. Kedua, pertanyaan Nabi Ibrahim AS mengenai keturunannya menunjukkan kerendahan hati dan harapannya agar keturunannya juga mendapatkan kemuliaan. Namun, Allah menegaskan bahwa kenabian dan kepemimpinan adalah urusan yang telah ditetapkan dan tidak serta merta otomatis dimiliki oleh setiap keturunan, melainkan bagi yang dikehendaki-Nya dari kalangan mereka yang taat.
Lebih lanjut, ayat ini memerintahkan agar menjadikan Ka'bah sebagai tempat berkumpul dan aman bagi seluruh manusia, serta menjadikan Makam Ibrahim sebagai tempat shalat. Perintah ini menunjukkan pentingnya Ka'bah sebagai pusat ibadah dan persatuan umat. Selain itu, diperintahkan agar Ibrahim dan Ismail membersihkan Ka'bah dari berhala dan kotoran untuk diperuntukkan bagi orang-orang yang beribadah di sana, seperti mereka yang melakukan thawaf, i'tikaf, ruku', dan sujud.
Kedua ayat ini, meskipun berasal dari konteks sejarah yang berbeda, memberikan pelajaran yang relevan bagi umat Islam hingga kini. Dari Al-Baqarah 120, kita diajari untuk memiliki kebanggaan terhadap identitas keislaman kita dan tidak mudah terpengaruh oleh ideologi atau ajaran lain yang menyimpang dari Al-Qur'an dan Sunnah. Keteguhan hati dan kesetiaan kepada Allah SWT adalah kunci utama.
Sementara itu, Al-Baqarah 126 mengajarkan tentang pentingnya kepemimpinan yang saleh, kerendahan hati dalam memohon, dan tanggung jawab dalam menjaga kesucian tempat-tempat ibadah. Kisah Nabi Ibrahim AS menjadi teladan bagaimana ketaatan yang tulus kepada Allah dapat membawa seseorang pada kedudukan yang tinggi dan menghasilkan generasi yang saleh. Kita juga diingatkan bahwa anugerah dari Allah tidak datang secara otomatis, melainkan melalui usaha, doa, dan ketakwaan yang berkelanjutan.
Memahami dan merenungkan ayat-ayat ini membantu kita untuk memperkuat keimanan, meningkatkan kualitas ibadah, dan senantiasa menjaga amanah sebagai seorang Muslim di tengah tantangan zaman. Kesetiaan kepada ajaran Allah dan ketakwaan yang terwujud dalam tindakan nyata adalah fondasi penting untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.