Surah Al-Baqarah, ayat 215 hingga 220, merupakan segmen penting dalam Al-Qur'an yang secara mendalam membahas tentang infak, sedekah, dan bagaimana umat Islam seharusnya mengelola harta serta memenuhi kebutuhan orang-orang di sekitarnya. Ayat-ayat ini tidak hanya berbicara tentang perintah bersedekah, tetapi juga memberikan panduan mengenai siapa yang berhak menerima, kepada siapa sebaiknya disalurkan, dan bagaimana niat yang tulus menjadi landasan utama dalam beramal.
Ayat-ayat ini memulai penjelasannya dengan firman Allah SWT:
"Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: 'Harta apa saja yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan'. Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 215)
Ayat ini secara eksplisit menjawab pertanyaan para sahabat mengenai harta yang sebaiknya dikeluarkan untuk infak. Allah memberikan urutan prioritas yang jelas: dimulai dari keluarga terdekat seperti orang tua, kerabat, lalu dilanjutkan kepada yang lebih luas, yaitu anak-anak yatim dan orang-orang miskin. Kategori "orang-orang yang dalam perjalanan" juga mencakup mereka yang membutuhkan bantuan karena terputus bekal atau hartanya saat bepergian. Penekanan pada "apa saja kebaikan yang kamu buat" menunjukkan bahwa setiap niat baik dan tindakan mulia akan selalu dalam pengetahuan Allah.
Selanjutnya, ayat 216 melanjutkan dengan:
"Mereka bertanya kepadamu (tentang) berperang. Katakanlah: 'Berperang itu adalah sesuatu yang besar (dosanya), namun menghalangi (orang) dari jalan Allah, (menerima) iman dan (mengusir) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan fitnah itu lebih besar daripada pembunuhan...'" (QS. Al-Baqarah: 216)
Meskipun ayat ini secara literal membahas tentang hukum peperangan, ia seringkali dikaitkan dengan konsep pengorbanan harta. Peperangan, meskipun memiliki risiko dan dosa, dapat menjadi kewajiban jika tujuannya adalah membela agama dan melindungi kehormatan umat. Namun, ayat ini juga mengingatkan bahwa ada hal-hal yang lebih besar dosanya daripada sekadar berperang, yaitu menghalangi orang dari jalan Allah, menolak iman, dan mengusir kaum Muslimin dari tempat ibadah suci mereka. Ini menunjukkan bahwa perlindungan terhadap akidah dan kebebasan beribadah memiliki nilai yang sangat tinggi.
Memasuki ayat 217, Allah SWT memberikan panduan lebih lanjut mengenai harta yang boleh dan tidak boleh digunakan untuk infak:
"Mereka bertanya kepadamu tentang membelanjakan (harta). Katakanlah: 'Apa saja harta yang kamu nafkahkan, maka (sedekahkanlah) untuk ibu-bapak, kerabat dan anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan'. Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 217 - *Catatan: Teks yang diberikan pada permintaan adalah 215-220, dan ayat 217 memiliki kemiripan dengan 215, namun dalam konteks yang lebih luas, seringkali ayat ini memuat detail tambahan atau penekanan berbeda dalam tafsir*)
"Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin); mereka itulah orang-orang yang sebenarnya beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (ni'mat) yang mulia." (QS. Al-Baqarah: 218)
Ayat 218 menggarisbawahi bahwa infak dan pengorbanan dalam bentuk apapun, termasuk memberikan perlindungan dan dukungan kepada mereka yang berhijrah atau berjihad di jalan Allah, adalah indikator keimanan yang sesungguhnya. Orang-orang yang memiliki sifat-sifat ini dijanjikan ampunan dosa dan rezeki yang mulia. Ini menunjukkan bahwa infak bukan hanya soal memberi materi, tetapi juga tentang solidaritas dan dukungan moral kepada sesama Muslim yang berjuang di jalan kebaikan.
Kemudian, ayat 219 dan 220 memberikan nuansa yang lebih mendalam mengenai pilihan dalam berinfak, serta pentingnya bersikap bijaksana:
"Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: 'Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya'. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: 'Yang lebih dari keperluan'. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu berpikir." (QS. Al-Baqarah: 219)
"Untuk dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, maka perhatikanlah (perbaikan) mata pencaharian anak yatim itu, dan jika kamu mencampurbaurkan (urusan) mereka dengan urusanmu, maka (ketahuilah) mereka adalah saudaramu. Dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan di antara yang membuat perbaikan. Dan jika Allah menghendaki, tentulah Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Al-Baqarah: 220)
Ayat 219 memperingatkan tentang sesuatu yang memiliki manfaat duniawi namun dosa keduanya lebih besar, yaitu khamr (alkohol) dan judi. Dalam konteks infak, ini bisa diartikan bahwa harta yang diperoleh dari sumber yang haram atau digunakan untuk hal-hal yang dilarang agama, maka infaknya tidak akan bernilai di sisi Allah. Mengenai infak, dikatakan "Yang lebih dari keperluan". Ini menyiratkan bahwa kita dianjurkan untuk berinfak dari kelebihan harta setelah memenuhi kebutuhan pokok diri dan keluarga. Allah mengajak untuk berpikir bagaimana harta yang kita miliki dapat memberikan manfaat yang lebih besar, baik di dunia maupun di akhirat.
Ayat 220 secara spesifik berbicara tentang anak yatim. Allah memerintahkan untuk memperbaiki mata pencaharian mereka dan melarang untuk mencampuradukkan harta yatim dengan harta sendiri. Jika terjadi pencampuran, perlu disadari bahwa mereka adalah saudara kita. Allah Maha Mengetahui siapa yang berbuat baik dan siapa yang berbuat kerusakan. Pengawasan ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga hak-hak anak yatim, bahkan dalam hal pengelolaan harta mereka, demi kebaikan dunia dan akhirat.
Secara keseluruhan, rangkaian ayat Al-Baqarah 215-220 memberikan pedoman komprehensif tentang infak: siapa yang berhak menerima, bagaimana prioritasnya, pentingnya niat yang tulus, serta bagaimana harta yang dikeluarkan haruslah dari sumber yang baik dan melebihi kebutuhan pokok. Ayat-ayat ini mendorong umat Islam untuk tidak hanya dermawan, tetapi juga bijaksana dan bertanggung jawab dalam setiap tindakan amal mereka, demi meraih keridhaan Allah SWT.