Surah Al-Baqarah, sebagai surah terpanjang dalam Al-Qur'an, sarat akan ajaran dan petunjuk bagi umat manusia. Di antara ayat-ayatnya yang mendalam, rangkaian ayat 105 hingga 110 menawarkan sebuah pelajaran spiritual yang sangat relevan, terutama di era modern yang penuh dengan informasi dan potensi keraguan. Ayat-ayat ini secara khusus membahas tentang tanggung jawab kaum beriman dalam menyampaikan risalah Islam, serta bagaimana cara menghadapi orang-orang yang memiliki hati yang berbeda atau bahkan menolak kebenaran.
Ayat 105 mengawali pembahasan ini dengan menegaskan bahwa orang-orang yang tidak beriman dari kalangan Ahli Kitab dan kaum musyrikin ingin agar diturunkan kepada mereka kebaikan dari Tuhan mereka. Namun, Allah berfirman bahwa Dia mengkhususkan rahmat-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Pernyataan ini sekaligus menjadi pengingat bahwa setiap kebaikan dan petunjuk hakiki berasal dari Allah semata. Kita tidak bisa memaksakan kehendak kita atau berharap kebaikan datang dari sumber lain selain Sang Pencipta. Allah Maha Luas karunia-Nya dan Maha Mengetahui.
Selanjutnya, ayat 106 menjelaskan tentang konsep nasakh (penghapusan atau penggantian hukum) dan naskh (penggantungan hukum) dalam syariat Allah. Allah berfirman bahwa tidak ada satu ayat pun yang Kami nasakh (hapus) atau Kami qad (tunda pelaksanaannya) melainkan Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang serupa dengannya. Hal ini menunjukkan bahwa ajaran Allah bersifat dinamis dan senantiasa disesuaikan dengan maslahat umat manusia pada setiap zaman. Keraguan seringkali muncul ketika ada perubahan atau penyesuaian dalam hukum, namun ayat ini memberikan jaminan bahwa setiap perubahan itu selalu demi kebaikan yang lebih besar atau setidaknya setara.
Ayat 107 mempertegas lagi bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu di langit dan di bumi. Manusia tidak memiliki pelindung atau penolong selain Allah. Pengakuan ini adalah kunci untuk menghindari kesombongan dan ketergantungan pada selain-Nya. Di saat manusia merasa ragu atau terombang-ambing, kembali kepada Allah adalah solusi utamanya. Keberadaan Allah yang Maha Mengetahui juga menjadi penenang bahwa setiap keputusan-Nya adalah yang terbaik, meskipun terkadang tidak dapat sepenuhnya dipahami oleh akal manusia.
Beranjak ke ayat 108, Allah menegur sebagian orang yang meminta kepada Rasulullah agar mereka diberi bukti-bukti seperti kaum Musa terdahulu. Ayat ini menyiratkan adanya potensi pembangkangan atau keinginan untuk menguji kebenaran nabi dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh kaumnya Nabi Musa. Padahal, dalam ayat tersebut disebutkan bahwa barangsiapa yang menukar kekafiran dengan keimanan, maka sesungguhnya dia telah menempuh jalan yang lurus. Perubahan sikap dari mengingkari kebenaran menjadi menerimanya adalah langkah fundamental yang jauh lebih penting daripada sekadar menuntut mukjizat.
Ayat 109 menjelaskan lebih lanjut tentang sifat sebagian Ahli Kitab dan musyrikin. Mereka senang sekali jika seandainya mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena kedengkian yang timbul dari diri mereka sendiri setelah jelas bagi mereka kebenaran. Ayat ini mengungkap akar masalahnya: kedengkian dan keangkuhan. Mereka yang memiliki hati seperti ini akan selalu berusaha menjerumuskan orang lain ke dalam kesesatan. Di sinilah pentingnya keteguhan iman dan pemahaman yang benar.
Puncak dari rangkaian ayat ini adalah ayat 110, yang memberikan instruksi tegas kepada Nabi Muhammad SAW dan kaum mukminin. Allah berfirman: "Maka dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat, dan apa pun kebaikan yang kamu perbuat untuk dirimu, pasti kamu akan mendapatkannya (balasan) di sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." Ayat ini adalah penegasan bahwa cara terbaik untuk menghadapi keraguan, kedengkian, dan godaan adalah dengan memperkuat hubungan spiritual (shalat) dan kontribusi sosial (zakat), serta senantiasa berbuat kebaikan secara umum. Fokuslah pada amal saleh dan ketundukan kepada Allah, karena Allah Maha Melihat dan akan memberikan balasan yang setimpal.
Rangkaian ayat Al-Baqarah 105-110 memberikan beberapa pelajaran penting:
Dengan memahami dan mengamalkan makna dari ayat-ayat ini, seorang mukmin dapat memiliki ketenangan hati, keteguhan iman, dan semangat untuk terus berbuat kebaikan di tengah berbagai tantangan dan potensi keraguan yang ada di sekitarnya. Al-Baqarah 105-110 adalah pengingat bahwa kunci kebahagiaan dunia dan akhirat terletak pada kedekatan dengan Allah dan ketundukan pada syariat-Nya.