Al Baqarah Ayat 115-125: Kuasa Allah dan Tanggung Jawab Manusia

Ikon Al-Quran dan Bulan Sabit

Surah Al-Baqarah, ayat 115 hingga 125, merupakan rangkaian ayat yang kaya makna, menggarisbawahi kebesaran Allah SWT, serta menekankan tanggung jawab manusia dalam menghadapi realitas kehidupan dan ketauhidan. Ayat-ayat ini mengajak kita untuk merenungkan kekuasaan Ilahi yang mencakup langit dan bumi, serta pentingnya memurnikan ibadah hanya kepada-Nya.

Kekuasaan Allah yang Meliputi Segalanya

Ayat 115 dalam surah Al-Baqarah berfirman, "Dan milik Allahlah timur dan barat (segenap penjuru alam). Ke mana pun kamu menghadap, di situlah wajah Allah. Sungguh, Allah Mahaluas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui." Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa tidak ada satu sudut pun di alam semesta ini yang luput dari kekuasaan dan pengetahuan Allah. Timur, barat, utara, selatan, semuanya adalah milik-Nya. Ini berarti di mana pun seorang hamba berada, ia selalu dalam pengawasan dan kasih sayang Allah. Konsep "wajah Allah" di sini merujuk pada arah kiblat saat salat, yang merupakan penanda persatuan umat Islam, namun juga pada kehadiran dan perhatian Allah yang universal.

Dalam tafsirnya, ayat ini menekankan bahwa Allah tidak terikat oleh ruang dan waktu. Ia adalah Al-Wasi' (Mahaluas) dalam segala hal, terutama dalam rahmat dan pengampunan-Nya. Oleh karena itu, seorang mukmin tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah, seberat apapun dosa yang ia lakukan. Kehadiran dan pengetahuan Allah yang sempurna seharusnya menjadi sumber ketenangan dan dorongan untuk terus berbuat baik.

"Dan milik Allahlah timur dan barat (segenap penjuru alam). Ke mana pun kamu menghadap, di situlah wajah Allah. Sungguh, Allah Mahaluas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 115)

Larangan Menyerupakan Allah dan Penegasan Ketauhidan

Ayat 116 dan 117 melanjutkan penegasan tentang keunikan Allah. "Dan mereka (orang-orang Yahudi dan Nasrani) berkata, 'Allah mempunyai anak.' Mahasuci Allah!…" (QS. Al-Baqarah: 116). Ayat ini membantah keyakinan yang keliru tentang Allah memiliki anak, baik dari kalangan ahli kitab maupun yang lainnya. Keyakinan tersebut dianggap sebagai bentuk penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya, sebuah dosa besar dalam Islam. Allah itu Esa, tidak beranak dan tidak diperanakan, serta tidak ada sekutu bagi-Nya. Ketauhidan yang murni adalah pondasi utama keimanan.

Selanjutnya, ayat 117 menyatakan, " …Mahasuci Allah! (Sesungguhnya) Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan segala keagungan-Nya. Apabila Dia hendak menciptakan sesuatu, Dia hanyalah berkata kepadanya, 'Jadilah!' Maka jadilah ia." (QS. Al-Baqarah: 117). Ini adalah penegasan bahwa penciptaan alam semesta yang begitu luas dan kompleks terjadi hanya dengan firman-Nya. Allah tidak membutuhkan alat, proses yang rumit, atau waktu yang lama. Cukup dengan perintah "Kun Fayakun" (Jadilah, maka jadilah), segala sesuatu tercipta. Hal ini menunjukkan keagungan, kekuasaan, dan kemuliaan Allah yang tiada tara.

"Dan (mereka) berkata, 'Allah mengambil anak.' Mahasuci Allah! Dialah yang Mahakaya. Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada saksi di sisi-Nya kecuali setelah dengan izin-Nya. Itulah Allah, Tuhanmu, maka sembahlah Dia. Patutkah kamu tidak mengindahkan peringatan?" (QS. Al-Baqarah: 116)
"Dialah Pencipta langit dan bumi. Apabila Dia hendak menetapkan sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, 'Jadilah!' maka jadilah ia." (QS. Al-Baqarah: 117)

Tanggung Jawab Manusia dalam Beriman dan Bertakwa

Ayat-ayat selanjutnya, mulai dari 118 hingga 125, bergeser untuk membahas tentang interaksi manusia dengan kebenaran Ilahi. Ayat 118 mempertanyakan apa yang membuat orang-orang yang tidak beriman tetap berselisih, padahal mereka telah diperlihatkan tanda-tanda kebesaran Allah. Mereka menginginkan jaminan atau kesaksian yang sama seperti yang diberikan kepada orang-orang beriman. Allah menegaskan bahwa keimanan adalah anugerah yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan itu adalah karunia yang besar.

Ayat 119-121 berbicara tentang ketidakpuasan orang-orang kafir dan sikap mereka terhadap wahyu. Mereka menginginkan perubahan hukum atau mukjizat yang bersifat fisik seperti yang terjadi pada umat terdahulu. Allah menjelaskan bahwa wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sudah cukup, dan siapa saja yang mengikuti petunjuk-Nya, maka kebaikan adalah untuk dirinya sendiri. Sebaliknya, siapa yang berpaling, maka kesesatanlah yang akan menimpanya. Ini menekankan bahwa tanggung jawab untuk beriman dan mengikuti kebenaran ada pada individu masing-masing.

Ayat 122 hingga 125 kembali menegaskan kedudukan Bani Israil yang telah diberi kitab dan bagaimana mereka seharusnya hidup. Namun, sebagian dari mereka justru menyimpang. Ayat-ayat ini juga mengingatkan bahwa seorang tidak akan memikul dosa orang lain, dan setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban atas amal perbuatannya. Pentingnya mengikuti millah (ajaran) Ibrahim yang lurus, yaitu tauhid murni, kembali ditekankan. Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui segala urusan hamba-Nya.

Pelajaran Penting

Dari ayat 115 hingga 125 Surah Al-Baqarah, kita dapat menarik beberapa pelajaran penting:

  1. Universalitas Allah: Allah ada di mana saja dan mengetahui segala sesuatu. Ini seharusnya mendorong kita untuk selalu merasa diawasi dan berbuat baik.
  2. Keunikan Allah: Menegaskan bahwa Allah tidak memiliki sekutu, anak, atau menyerupai makhluk-Nya. Tauhid adalah inti ajaran Islam.
  3. Kekuasaan Penciptaan: Firman "Kun Fayakun" menunjukkan betapa mudahnya Allah menciptakan dan mengatur alam semesta.
  4. Tanggung Jawab Individu: Keimanan dan amal perbuatan adalah tanggung jawab pribadi. Kita tidak bisa memikul dosa orang lain, begitu pula sebaliknya.
  5. Pentingnya Mengikuti Petunjuk: Kebenaran telah disampaikan melalui Al-Qur'an dan sunnah. Mengikutinya akan membawa kebaikan, sementara berpaling akan mendatangkan kesesatan.
  6. Kisah Para Nabi: Kisah Bani Israil dan Ibrahim AS menjadi pelajaran bagi kita untuk senantiasa berada di jalan yang lurus.
Dengan merenungkan ayat-ayat ini, semoga kita semakin teguh dalam keimanan, memperdalam pemahaman tentang keesaan Allah, dan senantiasa meningkatkan amal ibadah kita sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada Sang Pencipta.

🏠 Homepage