Surah Al-Baqarah, sebagai surah terpanjang dalam Al-Qur'an, menyimpan kekayaan hikmah yang tak terhingga. Di antara ayat-ayatnya yang mendalam, rentang ayat 120 hingga 140 memberikan pelajaran penting mengenai keimanan, ujian, janji Allah, serta petunjuk yang jelas bagi umat manusia. Ayat-ayat ini seringkali menjadi sumber kontemplasi bagi mereka yang ingin memperdalam pemahaman tentang Islam dan bagaimana menjalani kehidupan sesuai dengan ridha Ilahi. Mari kita selami makna dan relevansi ayat-ayat ini dalam kehidupan kita sehari-hari.
Dimulai dari ayat 120, Allah SWT berfirman kepada Nabi Muhammad SAW:
"Dan sekali-kali tidak akan pernah merasa puas orang-orang Yahudi dan tidak pula orang-orang Nasrani, sampai engkau mengikuti millah (agama) mereka. Katakanlah: 'Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar). Dan sesungguhnya jika engkau mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Allah tidak akan menjadi pelindung dan penolong bagimu."
Ayat ini merupakan penegasan yang kuat tentang kemurnian ajaran Islam. Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk menolak segala upaya penyesatan dan penolakan dari kaum Yahudi dan Nasrani yang ingin agar umat Islam mengikuti keyakinan mereka. Ini mengajarkan kepada kita pentingnya menjaga akidah dan tidak terombang-ambing oleh pandangan atau keinginan pihak lain yang bertentangan dengan ajaran Islam yang murni. Keteguhan iman dan keyakinan pada petunjuk Allah adalah kunci utama.
Selanjutnya, ayat 124 mengisahkan tentang ujian yang diberikan Allah kepada Nabi Ibrahim AS dan keturunannya. Setelah Nabi Ibrahim menunaikan berbagai ujian, Allah berfirman:
"Dan (ingatlah), ketika Tuhannya menguji Ibrahim dengan beberapa kalimat, lalu Ibrahim menyempurnakannya. Allah berfirman: 'Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.' Ibrahim berkata: 'Dan dari keturunanku?' Allah berfirman: '(Sedangkan) janji-Ku tidak mengenai orang-orang yang zalim'."
Kisah Nabi Ibrahim ini menjadi teladan bagi seluruh umat manusia. Ia diuji dengan berbagai perintah dan larangan, dan ia menjalankannya dengan sempurna. Sebagai balasannya, Allah menjadikannya pemimpin bagi banyak orang. Namun, janji ini dikhususkan bagi mereka yang taat dan tidak berbuat zalim. Ini menunjukkan bahwa kepemimpinan dan kedudukan tinggi di sisi Allah diraih melalui ketaatan dan ujian yang lulus, bukan sekadar keturunan semata. Ketidakadilan akan menghalangi seseorang untuk mendapatkan janji dan pertolongan Allah.
Ayat-ayat berikutnya, seperti ayat 125-128, berbicara tentang perintah Allah kepada Nabi Ibrahim dan Ismail untuk membangun Ka'bah di Mekah. Proses pembangunan Ka'bah ini penuh dengan makna spiritual. Mereka diperintahkan untuk menjadikannya tempat suci, tempat tawaf, tempat beribadah, dan tempat yang aman.
"Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah (Ka'bah) itu tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail agar menyucikan rumah-Ku bagi orang-orang yang tawaf, orang yang iktikaf, orang yang rukuk, dan orang yang sujud."
Perintah ini menegaskan pentingnya rumah Allah sebagai pusat ibadah dan penyucian diri. Ka'bah bukan hanya bangunan fisik, tetapi simbol keesaan Allah dan persatuan umat Islam. Menjaga kesuciannya dan memelihara adab saat berada di dalamnya adalah kewajiban yang mencerminkan keimanan seseorang. Kehadiran Nabi Ibrahim dan Ismail dalam pembangunan Ka'bah juga menjadi bukti sejarah agung tentang fondasi tauhid yang diletakkan oleh para nabi.
Dalam ayat 128, Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah:
"Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (juga) anak keturunan kami, umat yang tunduk patuh kepada Engkau, dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara melakukan ibadah (haji) kami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang."
Doa ini sangat indah dan mencakup aspirasi spiritual yang luas. Nabi Ibrahim tidak hanya memohon untuk dirinya sendiri dan Ismail, tetapi juga untuk seluruh keturunannya. Ia memohon agar mereka menjadi umat yang patuh kepada Allah, diberikan petunjuk dalam beribadah, dan agar tobat mereka diterima. Doa ini mengajarkan kita pentingnya mendoakan kebaikan bagi keturunan kita dan memohon agar mereka senantiasa berada dalam naungan kebaikan dan ketaatan kepada Allah.
Ayat-ayat selanjutnya, hingga ayat 140, terus menguraikan tentang petunjuk-petunjuk Allah. Allah menegaskan bahwa Dia telah menurunkan kitab suci dan menjelaskan ajaran-Nya dengan gamblang. Namun, ada sebagian orang yang menolak kebenaran dan mengikuti hawa nafsu.
Allah berfirman:
"Mereka itulah umat yang telah lalu. Bagi mereka apa yang telah mereka usahakan, dan bagimu apa yang telah kamu usahakan. Dan kamu tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan."
Ayat ini mengingatkan bahwa setiap individu akan dimintai pertanggungjawaban atas amalnya sendiri. Kita tidak boleh terpengaruh oleh kesesatan umat terdahulu atau merasa terbebani oleh kesalahan mereka. Fokuslah pada diri sendiri, memperbaiki hubungan dengan Allah, dan berupaya menjalankan perintah-Nya.
Lebih lanjut, ayat 135-136 menekankan pentingnya mengikuti agama Nabi Ibrahim. Kaum Yahudi dan Nasrani mengklaim bahwa merekalah yang mendapat petunjuk, namun Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk mengatakan bahwa yang hak adalah mengikuti millah Ibrahim yang hanif (lurus) dan tidak termasuk golongan musyrik.
Ayat 139, kita diperintahkan:
"Dan mengapa kami tidak beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang (Al-Qur'an) yang diturunkan kepada kami, padahal kami bercita-cita bahwa Tuhan kami akan memasukkan kami ke dalam (surga) bersama orang-orang saleh?"
Ini adalah pertanyaan retoris yang menyindir orang-orang yang beriman secara lisan namun perilakunya tidak mencerminkan keimanan tersebut. Mereka mengakui Allah dan menginginkan surga, tetapi menolak mengikuti petunjuk yang jelas dari Al-Qur'an. Hal ini menjadi pengingat bagi kita untuk memastikan bahwa keimanan kita tercermin dalam perkataan dan perbuatan.
Rentang ayat Al-Baqarah 120-140 memberikan pelajaran fundamental tentang keikhlasan dalam beribadah, pentingnya keteguhan akidah, keutamaan ujian dalam membentuk diri, serta tanggung jawab individu di hadapan Allah. Allah adalah Pelindung bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa. Namun, toleransi kita terhadap keyakinan lain memiliki batas, yaitu ketika keyakinan tersebut bertentangan dengan ajaran Islam yang murni dan berpotensi menyesatkan. Ketaatan mutlak hanya kepada Allah dan Rasul-Nya adalah prinsip utama. Dengan memahami dan mengamalkan hikmah dari ayat-ayat ini, semoga kita senantiasa berada dalam jalan kebenaran dan meraih keridhaan-Nya.