Surah Al Baqarah, sebagai surah terpanjang dalam Al-Qur'an, mengandung berbagai ajaran, kisah, dan hukum yang fundamental bagi umat Islam. Di antara ayat-ayatnya yang kaya makna, terdapat rangkaian ayat 127 hingga 141 yang secara khusus menyoroti kisah agung Nabi Ibrahim 'alaihissalam (AS) dan keluarga beliau, serta memberikan pelajaran penting terkait keimanan, ketauhidan, dan warisan kenabian. Ayat-ayat ini bukan sekadar narasi sejarah, melainkan mengandung hikmah mendalam yang relevan hingga kini.
Ayat 127 Surah Al Baqarah memulai kisah Nabi Ibrahim AS dengan menegaskan perannya sebagai seorang nabi yang diangkat oleh Allah SWT. Allah berfirman:
Ayat ini mengisahkan tentang pembangunan Ka'bah di Mekah oleh Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail. Ini adalah momen penting yang menandai didirikannya pusat ibadah utama bagi umat manusia. Yang lebih penting dari fisik bangunan adalah ketulusan doa mereka, memohon agar amalan mereka diterima oleh Allah. Ini mengajarkan bahwa dalam setiap usaha ibadah dan pembangunan, niat yang ikhlas dan doa yang khusyuk adalah kunci diterimanya amal.
Selanjutnya, ayat 128 dan 129 Al Baqarah mengungkapkan tentang doa Nabi Ibrahim AS dan keturunannya. Beliau berdoa agar Allah menjadikan mereka umat yang berserah diri (muslimin), mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah, serta mensucikan mereka. Doa ini juga mencakup permohonan agar diutus seorang rasul dari kalangan keturunan mereka yang akan membacakan ayat-ayat Allah, mengajarkan kitab, dan mensucikan mereka.
Nabi Ibrahim AS, sebagai bapak para nabi, memikirkan nasib generasi penerus dan seluruh umat manusia. Beliau tidak hanya berdoa untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk keturunannya dan kelak untuk umat akhir zaman. Doa ini kemudian dikabulkan dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul terakhir dari keturunan beliau.
Ayat 130 hingga 134 Al Baqarah memperdalam makna ketauhidan dan memuji Nabi Ibrahim AS. Allah SWT menegur mereka yang membenci agama Ibrahim, kecuali orang yang memperbodoh diri sendiri. Ibrahim adalah seorang yang hanif (lurus lagi cenderung kepada tauhid), taat kepada Allah, dan tidak termasuk orang musyrik. Beliau telah diuji dengan berbagai ujian dan lulus dengan gemilang, menjadikan Allah sebagai kekasihnya.
Ayat-ayat ini juga menekankan bahwa agama yang dibawa oleh para nabi, termasuk Ibrahim, adalah agama yang sama, yaitu Islam. Perbedaan muncul dari penyimpangan yang dilakukan oleh manusia. Ibrahim AS telah memberikan contoh teladan sempurna dalam keimanan dan kepasrahan kepada Allah. Beliau juga telah mewariskan ajaran Islam kepada anak-anaknya, Ismail dan Ishak, serta cucunya, Yakub, yang berwasiat kepada anak-anaknya untuk tetap berpegang teguh pada Islam.
Penting untuk dicatat bahwa para nabi, termasuk Ibrahim, mengajarkan monoteisme yang murni. Mereka tidak menyembah berhala, tidak mengkultuskan diri sendiri, melainkan hanya menyembah Allah Yang Esa. Ajaran ini ditujukan agar manusia kembali kepada fitrahnya yang menyembah Pencipta alam semesta.
Kemudian, ayat 135 dan 136 Surah Al Baqarah menguraikan lebih lanjut tentang klaim keutamaan agama Yahudi dan Nasrani. Allah menegaskan bahwa ajaran Ibrahim adalah lurus dan hanif, dan orang yang mengikuti Ibrahim adalah orang yang berhak. Klaim bahwa hanya Yahudi atau Nasrani yang akan masuk surga ditolak oleh Allah. Sebaliknya, barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah dan berbuat kebaikan, maka baginya pahala di sisi Tuhannya, dan tidak ada kekhawatiran serta tidak pula mereka bersedih hati.
Kisah berlanjut dengan penguatan mengenai keislaman Nabi Ya'qub AS (yang juga dikenal sebagai Israil). Ketika para nabi Bani Israil akan meninggal dunia, mereka bertanya kepada anak-anaknya, "Apa yang akan kamu sembah sepeninggalku?" Mereka semua menjawab, "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishak, yaitu Tuhan Yang Maha Esa; dan kami adalah orang-orang yang berserah diri kepada-Nya."
Ayat 137 Surah Al Baqarah berisi penegasan dari Allah mengenai apa yang akan terjadi pada umat-umat terdahulu dan apa yang akan terjadi pada umat Islam. Jika mereka beriman seperti keimanan umat Islam sekarang, maka mereka akan mendapat petunjuk. Namun, jika mereka berpaling, maka sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kebenaran). Allah akan mencukupi (segala keperluan) mereka dengan pertolongan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Ayat 138 merupakan seruan yang sangat penting:
Ini adalah ajakan untuk menerima "celupan" atau ajaran dan fitrah Islam yang murni dari Allah, yang jauh lebih baik daripada ajaran atau tradisi yang dibuat oleh manusia. Kalimat "hanya kepada-Nya kami menyembah" menegaskan kembali inti ajaran Islam.
Ayat 139 dan 140 berisi dialog antara umat Islam dengan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani). Mereka bersikeras bahwa hanya Yahudi atau Nasrani yang akan mendapat petunjuk. Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menjawab bahwa yang benar adalah mengikuti agama Ibrahim yang hanif, dan Ibrahim bukanlah orang musyrik.
Terakhir, ayat 141 Surah Al Baqarah menekankan bahwa umat-umat terdahulu telah menempuh jalan mereka sendiri, dan umat Islam pun akan menempuh jalan mereka. Mereka tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan umat-umat terdahulu. Hal ini mengajarkan pentingnya fokus pada diri sendiri dalam beribadah dan berbuat baik, tanpa terlalu terpaku pada perselisihan masa lalu atau klaim kebenaran eksklusif dari golongan lain.
Ayat 127-141 Surah Al Baqarah memberikan pemahaman mendalam tentang peran sentral Nabi Ibrahim AS dalam sejarah kenabian dan fondasi Islam. Kisah pembangunan Ka'bah, doa-doanya, serta ajaran tauhid yang murni menjadi pelajaran berharga. Ayat-ayat ini juga menegaskan bahwa Islam adalah agama fitrah yang dibawa oleh seluruh nabi, dan penting bagi setiap individu untuk fokus pada penyerahan diri kepada Allah, berbuat kebaikan, dan mengikuti jalan kebenaran yang lurus. Dengan memahami ayat-ayat ini, kita dapat memperkuat keimanan, menghargai warisan para nabi, dan menjadikan Islam sebagai pedoman hidup yang hakiki.