Visualisasi tema Al-Baqarah ayat 50 dan 55
Dalam kitab suci Al-Qur'an, terdapat banyak kisah yang sarat makna dan hikmah. Salah satunya adalah kisah mukjizat Nabi Musa AS yang diceritakan dalam Surah Al-Baqarah. Dua ayat yang seringkali menarik perhatian adalah ayat 50 dan 55, yang membawa pesan mendalam tentang kekuasaan Allah SWT, keimanan, dan pelajaran berharga bagi umat manusia. Kedua ayat ini menjadi pengingat akan kekuatan Allah yang tak terbatas dan pentingnya senantiasa merujuk kepada-Nya dalam setiap keadaan.
Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan Fir'aun dan kaumnya, sedang kamu menyaksikan.
Ayat ini mengingatkan umat Nabi Musa AS tentang peristiwa monumental saat mereka dikejar oleh tentara Fir'aun yang zalim. Dalam situasi yang genting, ketika laut terbentang di hadapan mereka dan musuh di belakang, Allah SWT menunjukkan kekuasaan-Nya yang luar biasa dengan membelah Laut Merah. Air laut terbagi menjadi dua dinding kokoh, menciptakan jalur kering di tengahnya bagi Bani Israil untuk menyeberang dengan selamat. Momen ini adalah bukti nyata intervensi ilahi untuk menyelamatkan umat yang beriman dari ancaman kehancuran.
Lebih dari sekadar peristiwa penyelamatan, ayat ini juga mengandung pelajaran penting tentang melihat dan menyaksikan kekuasaan Allah. Umat Nabi Musa AS tidak hanya diselamatkan, tetapi juga diperlihatkan secara langsung bagaimana musuh mereka, Fir'aun dan pasukannya, ditenggelamkan oleh lautan yang kembali merapat. Pengalaman visual ini seharusnya menjadi penguat keimanan mereka dan bukti tak terbantahkan akan kebenaran ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa AS. Ini adalah pengingat bagi kita semua bahwa Allah memiliki kekuatan untuk menolong hamba-Nya yang taat dan menghancurkan mereka yang membangkang.
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata, "Wahai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sampai kami melihat Allah dengan terang." Lalu kamu disambar halilintar, sedang kamu melihatnya.
Berbeda dengan mukjizat penyelamatan di ayat sebelumnya, ayat 55 ini menggambarkan respons sebagian kaum Nabi Musa AS yang masih diliputi keraguan dan kekafiran. Meskipun telah menyaksikan begitu banyak tanda kebesaran Allah, mereka justru mengajukan permintaan yang melampaui batas dan kemampuan manusia untuk memenuhinya: keinginan untuk melihat Allah SWT secara langsung. Permintaan ini menunjukkan keangkuhan dan ketidakpahaman mereka tentang hakikat Tuhan.
Sebagai konsekuensi dari permintaan yang lancang tersebut, Allah SWT menjatuhkan hukuman berupa petir (shā'iqah) yang menyambar mereka, sementara mereka masih dalam keadaan menyaksikan. Kejadian ini menjadi peringatan keras bagi siapa saja yang menentang kebenaran dan mengajukan syarat-syarat yang tidak masuk akal untuk beriman. Hukuman ini juga menegaskan bahwa manusia memiliki keterbatasan dan tidak mampu melihat Dzat Allah dalam keadaan di dunia ini. Ini adalah pelajaran tentang pentingnya tunduk pada perintah dan larangan Allah tanpa banyak bertanya dan bersyarat, serta menghargai setiap mukjizat dan tanda kebesaran-Nya.
Kisah Al-Baqarah ayat 50 dan 55 memberikan pelajaran yang sangat relevan bagi kehidupan kita saat ini. Pertama, kita diingatkan bahwa Allah SWT adalah Pelindung dan Penolong hamba-Nya yang beriman. Dalam kesulitan apa pun, kita harus senantiasa memohon pertolongan-Nya, yakin bahwa Dia Maha Kuasa untuk memberikan solusi yang tidak terduga, layaknya membelah lautan.
Kedua, kita diajari untuk tidak meniru sikap kaum yang meminta untuk melihat Allah secara langsung. Keimanan dalam Islam tidak mensyaratkan hal-hal yang bersifat fisik atau demonstratif seperti itu. Keimanan adalah keyakinan hati yang dibuktikan dengan lisan dan perbuatan. Mengajukan syarat-syarat yang tidak masuk akal atau menolak kebenaran hanya karena tidak sesuai dengan keinginan pribadi adalah bentuk kesombongan yang harus dihindari.
Ketiga, kedua ayat ini menekankan pentingnya mengambil hikmah dari setiap peristiwa. Peristiwa mukjizat yang terjadi di masa lalu seharusnya menjadi bahan renungan dan penguat keimanan, bukan malah menjadi alasan untuk bersikap skeptis atau menuntut hal-hal yang di luar batas kemampuan manusia. Dengan merenungkan ayat-ayat ini, kita diharapkan dapat semakin mendekatkan diri kepada Allah, meningkatkan ketakwaan, dan senantiasa bersyukur atas segala nikmat dan perlindungan-Nya.