Al-Baqarah Ayat 61-80: Kisah dan Pelajaran Penting

Kebenaran Mengalir

Surah Al-Baqarah, ayat 61 hingga 80, merupakan rentetan ayat yang kaya akan narasi historis dan nilai-nilai moral mendasar dalam Islam. Ayat-ayat ini mengisahkan tentang pengalaman Bani Israil (keturunan Nabi Ya'qub AS) ketika mereka beriman kepada Nabi Musa AS dan kemudian berhadapan dengan berbagai ujian serta penolakan mereka terhadap ajaran yang dibawa. Pembahasan mendalam terhadap ayat-ayat ini memberikan banyak pelajaran berharga bagi umat Muslim hingga kini.

Kisah Kaum Bani Israil dan Ujian Keimanan

Ayat-ayat awal dalam rentang ini menceritakan tentang kerinduan Bani Israil terhadap makanan yang berbeda saat mereka berada di padang Tih. Mereka mengeluh kepada Nabi Musa AS, menyatakan bahwa mereka tidak sabar dengan makanan yang diberikan, yaitu manna dan salwa. Kalimat mereka, "Wahai Musa, kami tidak bisa sabar (makan) makanan yang satu ini saja..." menjadi awal dari serangkaian konsekuensi atas ketidakpuasan dan keluhan mereka.

وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَىٰ لَن نَّصْبِرَ عَلَىٰ طَعَامٍ وَاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنبِتُ ٱلْأَرْضُ مِن بَقْلِهَا وَقِثَّآئِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا ۖ قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ ٱلَّذِى هُوَ أَدْنَىٰ بِٱلَّذِى هُوَ خَيْرٌ ۚ ٱهْبِطُوا۟ مِصْرًا فَإِنَّ لَكُم مَّا سَأَلْتُمْ ۗ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ ٱلذِّلَّةُ وَٱلْمَسْكَنَةُ وَبَآءُو بِغَضَبٍ مِّنَ ٱللَّهِ ۗ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا۟ يَكْفُرُونَ بِـَٔايَـٰتِ ٱللَّهِ وَيَقْتُلُونَ ٱلنَّبِيِّـۧنَ بِغَيْرِ ٱلْحَقِّ ۗ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوا۟ وَّكَانُوا۟ يَعْتَدُونَ
"Dan ingatlah, ketika kamu berkata, ‘Wahai Musa! Kami tidak akan sabar dengan satu jenis makanan saja. Maka mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu agar Dia menumbuhkan bagi kami apa yang ditumbuhkan oleh bumi, yaitu dari sayuran, mentimun, bawang putih, kacang-kacangan, dan bawang merah.’ Dia (Musa) berkata, ‘Mengapa kamu meminta pengganti yang lebih buruk daripada yang baik? Turunlah kamu ke suatu kota, pasti kamu akan memperoleh apa yang kamu minta.’ Lalu mereka ditimpa kehinaan dan kemiskinan, dan mereka mendapat murka dari Allah. Yang demikian itu karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu karena mereka durhaka dan melampaui batas." (QS. Al-Baqarah: 61)

Allah SWT melalui Nabi Musa AS menegur mereka, menyatakan bahwa apa yang mereka minta adalah pengganti yang lebih buruk dari yang baik. Sebagai konsekuensinya, mereka ditimpakan kehinaan, kemiskinan, dan murka dari Allah. Ini adalah akibat langsung dari keingkaran mereka terhadap ayat-ayat Allah dan pembunuhan nabi-nabi-Nya, serta kedurhakaan dan tindakan melampaui batas mereka.

Pelajaran tentang Keimanan dan Konsekuensi

Ayat-ayat ini secara gamblang mengajarkan bahwa keimanan sejati tidak hanya diucapkan di lisan, tetapi juga dibuktikan dengan ketaatan dan rasa syukur atas nikmat yang diberikan. Keluhan dan ketidakpuasan yang berujung pada permintaan yang tidak semestinya dapat membawa murka dan kehinaan. Allah memberikan ujian untuk melihat sejauh mana hamba-Nya bersabar dan bersyukur.

Selanjutnya, ayat-ayat ini juga menyoroti sikap permisif sebagian dari Bani Israil terhadap kaum kafir. Allah menjelaskan bahwa orang-orang yang beriman pun tidak boleh menjadikan orang kafir sebagai pelindung selain sesama mukmin. Ini adalah peringatan keras agar umat Islam tidak menyerahkan urusan agama dan dunia mereka kepada orang-orang yang memusuhi Islam atau yang tidak memiliki aqidah yang sama.

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱلَّذِينَ هَاجَرُوا۟ وَجَـٰهَدُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أُو۟لَـٰٓئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah, dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Baqarah: 218 - *Catatan: Ayat ini sering dikaitkan dengan konteks motivasi di jalan Allah, namun dalam rentang 61-80, fokus lebih pada keteguhan aqidah.*)

*Koreksi: Ayat yang relevan dengan konteks di atas lebih kepada larangan menjadikan orang kafir sebagai wali, yaitu QS. Al-Baqarah ayat 28.*

Ayat 28 dalam surah Al-Baqarah, yang merupakan bagian dari rentang ini, menyatakan, "Bagaimana kamu (berani) menjadi kafir kepada Allah padahal kamu tadinya (tiada bernyawa) mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia akan mematikan kamu lalu menghidupkan kamu kembali, kemudian kepada-Nya kamu dikembalikan?" Ayat ini mengingatkan tentang kekuasaan mutlak Allah atas kehidupan dan kematian, serta keharusan untuk kembali kepada-Nya. Penolakan terhadap kebangkitan dan kekuasaan Allah adalah bentuk kekafiran yang mendalam.

Lebih jauh lagi, ayat-ayat ini juga membahas tentang kerasnya hati sebagian Bani Israil yang bahkan tidak tergerak oleh mukjizat yang paling besar, yaitu terbelahnya Laut Merah. Keteguhan hati mereka dalam menolak kebenaran adalah sebuah ironi, mengingat mereka telah menyaksikan begitu banyak tanda-tanda kekuasaan Allah.

Pelajaran tentang Kejujuran dan Amanah

Dalam rentang ayat 61-80, terdapat juga kisah tentang penggalian sumur oleh Bani Israil sebagai bukti kebenaran mereka dalam kasus pembunuhan. Hal ini menekankan pentingnya kejujuran dan keadilan, bahkan ketika dihadapkan pada situasi yang sulit. Ketika mereka berjanji untuk menyembelih sapi betina, namun mereka mencari-cari alasan untuk tidak melakukannya, ini menunjukkan watak keras kepala dan upaya untuk menghindari tanggung jawab.

Pelajaran terpenting dari ayat-ayat ini adalah tentang konsekuensi dari perbuatan, baik itu kebaikan maupun keburukan. Allah SWT senantiasa mengawasi setiap tindakan hamba-Nya. Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya akan mendatangkan rahmat dan keberkahan, sementara kedurhakaan dan penolakan akan membawa murka dan kesengsaraan. Umat Muslim diingatkan untuk senantiasa menjaga aqidah, berpegang teguh pada kebenaran, dan bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Allah.

Surah Al-Baqarah, terutama pada bagian ini, berfungsi sebagai pengingat abadi tentang pentingnya menjaga hubungan yang tulus dengan Allah SWT, mengikuti petunjuk-Nya tanpa keraguan, dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan. Kisah-kisah Bani Israil menjadi cermin bagi kita agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dan terus berusaha menjadi hamba yang taat dan bersyukur.

🏠 Homepage