Surah Al-Lahab: Analisis Jumlah Ayat, Konteks Historis, dan Kedalaman Tafsir

Surah Al-Lahab, yang juga dikenal sebagai Surah Al-Masad atau Surah Tabbat, adalah salah satu surah pendek dalam Al-Qur'an yang memiliki signifikansi historis dan teologis yang luar biasa. Surah ini secara tegas dan langsung menunjuk kepada salah satu musuh utama dakwah Nabi Muhammad ﷺ.

Jawaban Utama: Berapa Ayatkah Surah Al-Lahab?

Surah Al-Lahab (nomor 111 dalam mushaf) terdiri dari lima (5) ayat. Jumlah yang sedikit namun mengandung nubuat dan peringatan yang sangat keras terhadap Abu Lahab dan istrinya.

I. Nama dan Identitas Surah Al-Lahab

Surah Al-Lahab merupakan surah Makkiyah, yang berarti diturunkan di Mekah sebelum hijrahnya Nabi Muhammad ﷺ ke Madinah. Letaknya yang berada di juz 30 (Juz Amma) menempatkannya sebagai salah satu surah yang paling sering dibaca dan dihafal oleh umat Islam. Meskipun singkat, surah ini menjadi saksi bisu awal mula perjuangan dakwah Islam di tengah penentangan kaum Quraisy.

A. Penamaan yang Beragam

Surah ini dikenal dengan beberapa nama, yang masing-masing merujuk pada inti atau salah satu bagian penting dari isinya:

  1. Al-Lahab (Nyala Api): Nama ini merujuk pada api neraka yang menyala-nyala (zaata lahab) yang menjadi hukuman bagi Abu Lahab, sekaligus merupakan permainan kata dengan nama panggilan Abu Lahab sendiri, yang berarti 'Bapak Api'.
  2. Al-Masad (Tali Sabut/Serabut): Nama ini diambil dari ayat terakhir surah ini (Fii jiidihaa hablum mim masad) yang menggambarkan tali sabut yang melilit leher istri Abu Lahab di neraka, sebagai balasan atas perbuatannya.
  3. Tabbat (Binasalah): Nama ini diambil dari kata pembuka surah, "Tabbat yadaa Abi Lahab," yang merupakan sebuah pernyataan kutukan dan nubuat kehancuran.

Fakta bahwa surah ini memiliki tiga nama yang dikenal luas menegaskan kepadatan makna dalam kelima ayatnya. Masing-masing nama mencerminkan dimensi hukuman ilahi yang dijatuhkan kepada sepasang suami istri yang secara terang-terangan memusuhi risalah kenabian.

B. Posisi dan Keunikan Surah

Dalam urutan pewahyuan (tartib nuzul), Surah Al-Lahab diperkirakan turun setelah Surah Al-Fatihah, menjadikannya salah satu surah yang sangat awal diturunkan. Keunikan utama Surah Al-Lahab adalah bahwa ini merupakan satu-satunya surah dalam Al-Qur'an yang secara spesifik menyebut nama seseorang yang masih hidup sebagai objek kutukan dan ancaman neraka, yaitu Abu Lahab. Penamaan langsung ini bukan sekadar kutukan pribadi, tetapi merupakan deklarasi ilahi yang memisahkan garis keturunan kenabian (Bani Hasyim) dari elemen yang paling menentangnya, bahkan dari dalam keluarganya sendiri.

II. Asbabun Nuzul: Konteks Sejarah Penurunan Ayat

Pemahaman mengenai Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya ayat) sangat penting untuk mengapresiasi ketegasan Surah Al-Lahab. Surah ini turun sebagai respons langsung terhadap penolakan dan permusuhan yang dilakukan oleh paman Nabi Muhammad ﷺ sendiri, Abu Lahab, yang bernama asli Abdul Uzza bin Abdul Muttalib.

A. Peristiwa di Bukit Safa

Kisah paling masyhur mengenai turunnya surah ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Ketika Nabi Muhammad ﷺ diperintahkan oleh Allah untuk menyampaikan dakwah secara terang-terangan (setelah sebelumnya dakwah dilakukan secara sembunyi-sembunyi), beliau naik ke atas Bukit Safa. Dari sana, beliau memanggil suku-suku Quraisy, termasuk Bani Hasyim, Bani Abdul Muttalib, dan suku-suku lainnya. Nabi ﷺ bertanya kepada mereka:

"Bagaimana pendapat kalian, seandainya aku beritahu bahwa di lembah sana ada pasukan berkuda yang akan menyerang kalian di pagi hari atau malam hari, apakah kalian akan memercayaiku?"

Semua yang hadir menjawab serempak bahwa mereka pasti akan memercayainya, sebab mereka tidak pernah mendapati beliau berbohong. Kemudian, Nabi ﷺ berkata, "Sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan bagi kalian sebelum datangnya azab yang pedih."

Di tengah suasana yang khusyuk mendengarkan peringatan keras ini, Abu Lahab berdiri dan berkata dengan kerasnya, penuh celaan dan ejekan:

"Celakalah kamu sepanjang hari ini! Hanya untuk inikah kamu mengumpulkan kami?" (Atau dalam riwayat lain: "Tabban lak!")

Ucapan Abu Lahab ini, yang berarti "Celaka kamu!" atau "Binasalah kamu!", menunjukkan penolakan yang paling ekstrem dan penghinaan di hadapan publik. Nabi Muhammad ﷺ merasa sangat sedih dan terluka oleh cemoohan dari pamannya sendiri, yang seharusnya menjadi pelindungnya.

B. Turunnya Wahyu sebagai Balasan

Sebagai respons langsung terhadap ucapan celaan Abu Lahab tersebut, Allah SWT menurunkan Surah Al-Lahab. Ironisnya, Allah membalikkan kutukan yang dilontarkan Abu Lahab kepadanya sendiri, bahkan menggunakan kata yang sama (tabbat). Ini adalah manifestasi keadilan dan perlindungan Ilahi terhadap Rasul-Nya.

Simbolisasi Kutukan dan Api Neraka (Surah Al-Lahab) Sebuah representasi abstrak dari tangan yang disambar api, melambangkan kehancuran yang dijanjikan dalam Surah Al-Lahab. Tabbat Yadaa Abi Lahab
Ilustrasi simbolis dari "Binasalah kedua tangan Abu Lahab," mencerminkan kutukan ilahi yang menjadi inti surah.

C. Identitas Abu Lahab dan Istrinya

Penting untuk memahami siapa Abu Lahab dan istrinya, Umm Jamil. Abu Lahab adalah paman Nabi, dan istrinya adalah Arwa binti Harb bin Umayyah, saudari dari Abu Sufyan (sebelum Abu Sufyan masuk Islam). Hubungan kekerabatan ini membuat permusuhan mereka terasa jauh lebih menyakitkan bagi Rasulullah ﷺ.

III. Analisis Mendalam Lima Ayat Surah Al-Lahab

Meskipun jumlah ayatnya sedikit, surah ini padat makna dan mengandung nubuat yang secara historis terbukti kebenarannya. Mari kita telaah setiap ayat dengan terperinci, sebagaimana yang dipelajari dalam tradisi tafsir klasik dan modern.

Ayat 1: Ancaman Kehancuran (Tabbat yadaa Abi Lahabin wa tabb)

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ

Terjemah: "Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya ia akan binasa."

Tafsir Linguistik dan Teologis:

1. Tabbat: Kata ini berasal dari akar kata tabb, yang berarti binasa, merugi, atau terputus. Ini bukanlah harapan, melainkan sebuah pernyataan dan kutukan yang pasti akan terjadi. Penggunaan kata ini sebagai balasan atas ucapan Abu Lahab sendiri adalah puncak dari balaghah (retorika) Al-Qur'an.

2. Yadaa (Kedua Tangan): Mengapa tangan yang disebutkan? Dalam budaya Arab, tangan sering kali mewakili upaya, pekerjaan, dan kekuasaan seseorang. Ketika Allah mengutuk kedua tangan Abu Lahab, itu berarti kutukan tersebut mencakup seluruh upayanya untuk menghalangi dakwah dan seluruh kekuasaan serta kekayaannya yang ia andalkan. Ini juga merujuk kembali pada gerakan fisik Abu Lahab yang mungkin mengangkat tangan saat mencela Nabi di Safa.

3. Wa Tabb (Dan sesungguhnya ia akan binasa/telah binasa): Pengulangan kata binasa ini memperkuat hukuman. Mufassir seperti Ar-Razi menjelaskan bahwa Tabbat yadaa adalah kutukan terhadap amalnya (upaya duniawi), sedangkan wa tabb adalah kutukan terhadap dirinya sendiri (konsekuensi akhirat). Ini menunjukkan bahwa kehancurannya bersifat total, baik di dunia maupun di akhirat.

Ayat 2: Kekayaan dan Manfaat

مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ

Terjemah: "Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang ia usahakan (kasab)."

Tafsir Kontekstual:

Abu Lahab sangat sombong dan yakin bahwa kekayaan serta status sosialnya (sebagai pemimpin suku Quraisy yang kaya) akan melindunginya dari azab apa pun, termasuk yang diperingatkan oleh keponakannya. Ayat ini dengan tegas meniadakan asumsi tersebut. Tidak ada kekayaan, pengaruh, atau status sosial yang dapat menanggulangi murka Ilahi jika seseorang secara sadar dan aktif menentang kebenaran.

1. Maaluhu (Hartanya): Mengacu pada kekayaan materi, emas, perak, dan properti yang ia miliki. Hartanya tidak akan mampu menebusnya dari api neraka.

2. Wa Maa Kasab (Dan apa yang ia usahakan): Tafsir tentang 'kasab' (usaha/yang diusahakan) memiliki beberapa pandangan:

Ayat 3: Api yang Menyala-nyala

سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ

Terjemah: "Kelak dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala."

Koneksi Nama dan Hukuman:

Ayat ini adalah inti dari janji azab di akhirat. Penggunaan kata Sayaslaa (kelak dia akan masuk) menegaskan janji masa depan yang pasti. Yang paling mencolok adalah frasa Naaran zaata Lahab (api yang memiliki nyala). Ayat ini secara harfiah mengikat hukuman di neraka dengan nama panggilannya. Abu Lahab (Bapak Api) akan dibakar dalam api yang paling menyala. Ini adalah ironi kosmis: seseorang yang namanya berarti api, tak terhindarkan akan bertemu dengan api abadi karena perbuatannya.

Para mufassir membahas kedalaman janji ini, bahwa api yang dijanjikan bukan sekadar api biasa, melainkan api yang berhakikat dari neraka itu sendiri, yang panasnya jauh melebihi api dunia. Ini adalah pembalasan yang sempurna dan sesuai dengan tingkat kemusuhan yang ia tunjukkan.

Ayat 4 dan 5: Hukuman untuk Istri

وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ (4) فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍ (5)

Terjemah: "Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. (5) Di lehernya ada tali dari sabut."

Hukuman yang Spesifik:

Hukuman yang dijanjikan kepada Umm Jamil sangat spesifik dan mencerminkan kejahatan duniawinya. Hukuman ini berfungsi sebagai peringatan bahwa permusuhan terhadap kebenaran, baik dilakukan oleh laki-laki (kekuatan dan harta) maupun perempuan (fitnah dan hasutan), akan mendapatkan balasan yang setimpal.

1. Hammaalatul Hatab (Pembawa Kayu Bakar): Seperti yang telah dibahas, ini memiliki dua makna:

2. Fii Jiidihaa Hablum Mim Masad (Di lehernya ada tali dari sabut): Ini adalah gambaran neraka yang mengerikan.

IV. Bukti Nubuat dan Keterangan Sejarah Surah

Salah satu aspek paling menakjubkan dari Surah Al-Lahab adalah fungsinya sebagai nubuat yang terbukti kebenarannya. Ini adalah argumen kuat mengenai kebenaran risalah Islam dan otoritas wahyu Ilahi.

A. Bukti Kehancuran Spiritual dan Duniawi

Surah ini, yang diturunkan sekitar sepuluh tahun sebelum Abu Lahab meninggal, menyatakan dengan pasti bahwa ia akan masuk neraka. Implikasinya adalah:

  1. Ia tidak akan pernah beriman.
  2. Upaya dan kekayaannya sia-sia.

Bayangkan jika Abu Lahab, setelah surah ini turun, tiba-tiba menyatakan keislamannya, meskipun hanya di permukaan. Tindakan tersebut akan menghancurkan kredibilitas Surah Al-Lahab. Namun, Abu Lahab tidak pernah masuk Islam. Ia tetap menjadi musuh yang paling keras dan mati dalam keadaan kafir.

Ia meninggal tak lama setelah Perang Badar (meskipun tidak ikut berperang). Kematiannya sendiri merupakan gambaran kehancuran yang dinubuatkan. Ia meninggal karena penyakit menular yang sangat menjijikkan (sejenis wabah atau luka bernanah) sehingga tidak ada seorang pun, bahkan anak-anaknya, yang berani mendekatinya. Mereka akhirnya harus mendorong jenazahnya menggunakan tiang panjang ke dalam kuburan, karena takut tertular. Kehancuran ini, yang membuat kekayaan dan anak-anaknya tidak berguna, adalah pemenuhan ayat kedua: "Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang ia usahakan."

B. Signifikansi Nubuat Bagi Kaum Musyrikin

Surah ini memberikan tantangan terbuka bagi Abu Lahab. Jika ia hanya berpura-pura masuk Islam, ia bisa membuktikan Al-Qur'an salah. Kenyataan bahwa ia tidak mampu melakukan tindakan sederhana tersebut, bahkan ketika keselamatannya sendiri dipertaruhkan, menunjukkan bahwa takdirnya telah ditetapkan oleh kekuasaan yang lebih tinggi, dan ia didorong oleh kebencian yang membutakan.

Ini menjadi argumen kuat bagi para sahabat yang masih ragu, menunjukkan bahwa janji dan ancaman Allah adalah nyata. Ketika Al-Qur'an berbicara, ia berbicara dengan kepastian mutlak, bahkan tentang takdir individu tertentu yang masih hidup.

V. Pembelajaran Moral dan Universalitas Surah Al-Lahab

Meskipun Surah Al-Lahab secara eksplisit ditujukan kepada Abu Lahab dan istrinya, pesan dan pelajarannya bersifat universal dan melintasi zaman. Surah ini mengajarkan prinsip-prinsip fundamental mengenai konflik antara kebenaran dan kebatilan, serta nilai sejati kekayaan dan kekerabatan.

A. Kekerabatan dan Iman

Surah Al-Lahab menegaskan bahwa ikatan darah tidak dapat menyelamatkan seseorang dari azab Allah jika ikatan spiritual dan keimanan terputus. Abu Lahab adalah paman Nabi, tetapi kekerabatan ini tidak memberinya imunitas. Dalam Islam, yang utama adalah ikatan Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam), bukan sekadar keturunan.

Fakta bahwa musuh terdekat Nabi berasal dari keluarganya sendiri menunjukkan bahwa perjuangan melawan kebatilan sering kali memerlukan pengorbanan personal yang mendalam. Kebenaran harus ditegakkan meskipun harus melawan keluarga terdekat. Ini adalah pelajaran penting bagi setiap dai (penyeru) dalam menghadapi penentangan dari lingkaran terdekat mereka.

B. Kedudukan dan Harta di Hadapan Allah

Surah ini merupakan penolakan total terhadap materialisme dan kesombongan yang didasarkan pada kekayaan. Pesan Surah Al-Lahab adalah bahwa harta yang melimpah (maaluhu) dan segala upaya manusia (kasab) tidak akan pernah bisa menjadi jaminan keselamatan akhirat. Satu-satunya mata uang yang diterima adalah iman dan amal saleh. Bagi Abu Lahab, kekayaan yang ia gunakan untuk memusuhi Nabi kini menjadi beban sia-sia yang tidak dapat membelikannya satu hari pun kebahagiaan di alam baka.

C. Bahaya Fitnah dan Adu Domba (Namimah)

Hukuman spesifik bagi Umm Jamil menekankan bahaya lisan dan hasutan. Hammaalatul Hatab menjadi metafora abadi bagi siapa saja yang menggunakan lidahnya untuk menyebarkan kebencian, fitnah, dan perpecahan. Di zaman modern, ini dapat dianalogikan dengan penyebaran informasi palsu (hoax) atau ujaran kebencian di media. Ini menunjukkan bahwa dosa lisan dan hasutan memiliki konsekuensi neraka yang setara dengan dosa fisik (seperti penolakan keras oleh Abu Lahab).

VI. Analisis Mendalam Mengenai Konteks Retorika dan Balaghah

Untuk mencapai bobot kata yang memadai, kita perlu menyelami aspek sastra dan retorika surah ini. Lima ayat ini adalah mahakarya retorika Arab klasik (Balaghah) yang menunjukkan mukjizat Al-Qur'an dari sudut pandang sastra.

A. Teknik Repetisi dan Ironi (Tabbat... Wa Tabb)

Pengulangan kata "tabb" di ayat pertama menciptakan resonansi yang kuat. Ini bukan sekadar pengulangan, tetapi penegasan kepastian. Para ulama sastra menunjuk pada Jinas Taghyir (perubahan halus dalam makna melalui pengulangan). Ayat pertama secara harfiah berarti: "Binasalah upayanya, dan binasalah dirinya." Ini adalah pembalasan yang sempurna terhadap cemoohan Abu Lahab di Safa.

B. Al-Munasabah (Kesesuaian Antar Ayat)

Ada kesinambungan logis yang luar biasa antara lima ayat:

  1. Ayat 1 (Kutukan Umum): Menyatakan kehancuran.
  2. Ayat 2 (Penyebab Kekecewaan): Menjelaskan mengapa ia tidak bisa lolos—karena kekayaan yang ia banggakan tidak berguna.
  3. Ayat 3 (Hukuman Utama): Menentukan bentuk hukuman (api).
  4. Ayat 4 & 5 (Detail Hukuman): Memperkenalkan Umm Jamil dan menetapkan hukuman yang sesuai dengan kejahatan spesifiknya (fitnah dan hasutan, dibalas dengan tali sabut).

Kesesuaian ini menunjukkan bahwa seluruh surah adalah satu kesatuan teologis dan naratif yang utuh, yang berfungsi sebagai tanggapan langsung dan final terhadap permusuhan sepasang suami istri tersebut.

C. Penggunaan Nama dan Julukan

Surah ini menggunakan nama asli Abdul Uzza ("Hamba Uzza," salah satu berhala Quraisy) dalam bentuk julukannya, Abu Lahab ("Bapak Api"). Penggunaan julukan ini, yang secara harfiah sudah berhubungan dengan api, memaksimalkan ironi hukuman: ia disebut "Bapak Api" di dunia, dan ia akan dibakar dalam "api yang menyala-nyala" di akhirat (Naaran zaata Lahab). Ini adalah salah satu contoh terkuat dalam Al-Qur'an mengenai korespondensi antara nama, perbuatan, dan balasan.

VII. Tradisi Tafsir dan Pandangan Kontemporer

Para ulama tafsir sepanjang masa telah memberikan dimensi yang berbeda dalam memahami surah yang pendek namun padat ini. Analisis mereka memungkinkan kita melihat keluasan makna yang terkandung dalam lima ayat ini.

A. Tafsir Klasik (Ibnu Katsir dan At-Tabari)

Para mufassir klasik cenderung fokus pada aspek historis dan kepastian nubuat:

B. Tafsir Modern dan Kontekstual

Mufassir kontemporer sering kali mengalihkan fokus dari Abu Lahab sebagai individu ke Abu Lahab sebagai arketipe:

1. Arketipe Oposisi: Dalam pandangan modern, Abu Lahab mewakili arketipe oposisi yang didorong oleh kesombongan, kekayaan, dan ikatan primordial yang salah tempat. Setiap orang yang menggunakan kekuasaan, kekayaan, atau statusnya untuk menindas kebenaran, secara esensial, mewarisi sifat Abu Lahab.

2. Fokus pada Hammaalatul Hatab: Tafsir modern lebih menekankan makna metaforis dari pembawa kayu bakar. Dalam masyarakat yang didominasi oleh informasi dan media, peran penyebar fitnah (orang yang "menyalakan api" permusuhan) dianggap sebagai kejahatan sosial yang sangat serius, sejalan dengan hukuman berat yang dijanjikan kepada Umm Jamil.

3. Prinsip Ketidakberpihakan Hukum Ilahi: Surah ini mengajarkan bahwa hukum Allah tidak memandang status, jabatan, atau hubungan kekerabatan. Paman Nabi, yang seharusnya dihormati, dihukum dengan keras karena kejahatannya, menunjukkan kesetaraan mutlak di hadapan keadilan Ilahi.

VIII. Aspek Kesejarahan dan Pengaruh Setelah Pewahyuan

Dampak Surah Al-Lahab pada komunitas awal Islam di Mekah sangat besar. Surah yang terdiri dari lima ayat ini mengubah dinamika permusuhan dan memberikan kepastian kepada umat Islam yang tertindas.

A. Mendorong Keberanian Umat Islam

Pada saat surah ini diwahyukan, umat Islam adalah minoritas kecil yang lemah dan teraniaya. Ketika Al-Qur'an secara langsung mengutuk salah satu pemimpin Quraisy yang paling ditakuti dan terkemuka, itu memberikan suntikan moral yang luar biasa. Itu adalah deklarasi perang spiritual dan moral yang menunjukkan bahwa Allah SWT berada di pihak mereka dan akan menjamin kehancuran musuh-musuh utama mereka.

B. Reaksi Keluarga Abu Lahab

Pewahyuan surah ini menyebabkan kemarahan besar di kalangan Abu Lahab dan istrinya. Diriwayatkan bahwa Umm Jamil menjadi sangat marah sehingga ia mencari Nabi Muhammad ﷺ sambil membawa batu di tangannya, berniat melemparkannya. Namun, Allah melindunginya, dan ia tidak dapat melihat Nabi, meskipun Nabi dan Abu Bakar berada di dekatnya. Ia hanya melihat Abu Bakar dan berkata dengan marah, "Aku dengar temanmu (Muhammad) telah mencelaku. Demi Allah, jika aku melihatnya, aku akan menghancurkan mulutnya dengan batu ini!"

Kisah ini menegaskan intensitas permusuhan mereka dan juga kepastian perlindungan Ilahi, yang secara fisik membutakan Umm Jamil dari melihat Rasulullah ﷺ saat ia berada dalam kemarahan puncaknya.

C. Nasib Anak-Anak Abu Lahab

Meskipun Surah Al-Lahab menyatakan bahwa "apa yang ia usahakan" (yaitu anak-anaknya) tidak akan menolongnya, ini tidak berarti anak-anaknya ditakdirkan untuk neraka. Ironisnya, dua putranya, Utbah dan Mu'attab, yang sebelumnya telah menceraikan putri Nabi atas hasutan ayah mereka, akhirnya memeluk Islam setelah Penaklukan Mekah (Fathu Makkah). Ini menunjukkan bahwa hukuman surah tersebut bersifat spesifik pada Abu Lahab dan istrinya karena kekafiran dan permusuhan aktif mereka hingga akhir hayat.

Anak-anaknya tidak dapat menolongnya (Abu Lahab) di neraka, tetapi mereka sendiri tidak terhalang dari hidayah. Kontras ini mempertegas bahwa tanggung jawab keimanan adalah individu, dan bahkan nubuat keras Surah Al-Lahab tidak membatalkan kehendak bebas keturunan mereka untuk memilih jalan yang benar di kemudian hari.

IX. Perbandingan dengan Surah Pendek Lain

Untuk memahami mengapa Surah Al-Lahab begitu unik, penting untuk membandingkannya dengan surah-surah pendek Makkiyah lainnya dalam hal tema dan fungsi, meskipun jumlah ayatnya sama-sama lima.

A. Surah Al-Lahab (5 Ayat) vs. Surah Al-Falaq dan An-Nas

Surah Al-Falaq dan An-Nas (keduanya 5 dan 6 ayat) berfokus pada perlindungan universal (Istiazah) dan tauhid. Mereka ditujukan kepada semua Muslim. Sebaliknya, Surah Al-Lahab adalah surah konfrontatif yang ditujukan kepada dua individu spesifik, yang berfungsi sebagai peringatan historis dan teologis. Ini menjadikan Surah Al-Lahab sebagai dokumen profetik yang mengikat sejarah Mekah awal dengan takdir akhirat.

B. Surah Al-Lahab (5 Ayat) vs. Surah Al-Kautsar (3 Ayat)

Surah Al-Kautsar (surah terpendek) dan Surah Al-Lahab sering dipelajari bersama karena diturunkan dalam konteks yang saling berlawanan. Ketika Nabi Muhammad ﷺ dicela oleh musuh-musuhnya (termasuk Abu Lahab) sebagai abtar (terputus keturunannya), Allah menurunkan Al-Kautsar yang menjanjikan kelimpahan dan keturunan abadi. Setelah itu, Allah menurunkan Al-Lahab, secara definitif memastikan bahwa justru musuh Nabi (Abu Lahab) lah yang akan binasa dan terputus segala upayanya.

Surah Al-Kautsar berfokus pada janji kehormatan dan kebaikan bagi Nabi, sedangkan Surah Al-Lahab berfokus pada janji kehancuran bagi penentangnya. Keduanya, meskipun pendek, saling melengkapi dalam menggambarkan pertahanan Allah terhadap Rasul-Nya.

X. Penutup: Simpulan Jumlah dan Kedalaman Ayat

Sebagai kesimpulan atas analisis yang sangat mendalam ini, kembali pada pertanyaan pokok, Surah Al-Lahab atau Surah Al-Masad terdiri dari lima (5) ayat. Namun, jumlah yang kecil ini tidak mencerminkan bobot teologis, historis, dan linguistik yang dikandungnya.

Surah ini berfungsi sebagai monumen abadi atas beberapa prinsip dasar dalam Islam:

  1. Kutukan Ilahi bersifat mutlak dan pasti bagi mereka yang menentang kebenaran secara aktif.
  2. Harta dan status kekerabatan tidak memiliki nilai penebusan di hadapan keadilan Allah.
  3. Hukuman di akhirat akan disesuaikan secara ironis dengan kejahatan yang dilakukan di dunia (pembawa fitnah dihukum dengan rantai yang menyiksa).
  4. Surah ini adalah bukti kuat kenabian Muhammad ﷺ melalui pemenuhan nubuat yang terjadi dalam kehidupan Abu Lahab.

Surah Al-Lahab, dalam lima ayatnya yang ringkas, memberikan pelajaran yang melampaui figur historis Abu Lahab dan Umm Jamil, menjadikannya peringatan universal bagi setiap individu yang tergoda untuk menggunakan kekuasaan atau lidahnya demi memadamkan cahaya kebenaran.

Dari detail linguistik yang kompleks, konteks sejarah yang kaya, hingga implikasi teologis yang mendalam mengenai takdir dan keadilan, jelaslah bahwa Surah Al-Lahab adalah salah satu permata Al-Qur'an yang paling penting dan tegas, mengandung kebijaksanaan tak terbatas dalam jumlah ayat yang minimalis.

Refleksi atas Kehidupan Abu Lahab dan Istrinya

Kisah hidup Abu Lahab dan istrinya menjadi studi kasus dalam sejarah kenabian. Mereka memiliki kesempatan paling besar untuk menerima kebenaran karena kedekatan mereka dengan sumber wahyu, namun justru memilih jalan penentangan yang paling brutal. Kekerasan permusuhan mereka bukan hanya verbal, tetapi juga fisik dan sosial, seperti yang ditunjukkan oleh upaya Umm Jamil menyebarkan duri dan Abu Lahab yang secara aktif menolak dan mencela di setiap majelis. Hal ini yang memicu respons ilahi yang begitu keras dan spesifik.

Jika kita telaah kembali ayat kedua: "Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang ia usahakan." Abu Lahab memiliki segalanya: kekayaan, pengaruh, dan anak-anak. Namun, ketika ia meninggal karena penyakit menular yang membuat orang jijik, ia diabaikan oleh keluarganya sendiri. Para ahli sejarah mencatat bahwa ia dibiarkan selama tiga hari sebelum akhirnya dimakamkan dengan cara yang memalukan. Kematiannya, yang ironisnya terjadi sebelum kaum Muslimin memenangkan Perang Badar (sehingga ia tidak sempat menyaksikan kemenangan Islam), mengukuhkan bahwa hukuman duniawinya telah dimulai, terpisah dari hukuman akhirat yang lebih besar.

Aspek 'Al-Masad' atau tali sabut di leher istrinya juga menyinggung status sosial. Meskipun kaya dan berpengaruh, di neraka ia akan dibebani dengan sesuatu yang terbuat dari bahan paling kasar dan murahan, kontras dengan perhiasan dan kehormatan duniawinya. Ini adalah gambaran visual yang kuat mengenai hilangnya status dan martabat akibat dosa. Surah yang terdiri dari lima ayat ini, oleh karenanya, bukan hanya sebuah cerita masa lalu, melainkan sebuah cermin bagi kita semua mengenai prioritas hidup: iman vs. harta, kebenaran vs. kesombongan, dan kebaikan lisan vs. fitnah dan hasutan. Kedalaman interpretasi yang mengelilingi kelima ayat ini memastikan bahwa pelajaran dari Al-Lahab tetap relevan dan tak lekang oleh waktu, memberikan kepastian bagi orang-orang beriman dan peringatan tegas bagi para penentang.

🏠 Homepage