Prayagraj, sebuah kota yang bertengger di persimpangan dua sungai terbesar dan paling suci di India—Ganga dan Yamuna—serta sungai mistis Saraswati, merupakan perwujudan abadi dari spiritualitas, sejarah, dan gejolak politik subkontinen. Dikenal secara historis sebagai Allahabad selama berabad-abad di bawah kekuasaan Mughal dan Inggris, kota ini telah kembali pada nama aslinya, Prayagraj, sebuah nama yang berakar ribuan tahun dalam kitab suci Veda. Keberadaannya bukan sekadar geografis; ia adalah sebuah nexus yang menghubungkan masa lalu yang mendalam dengan masa depan India modern.
Kota ini berfungsi sebagai episentrum yang tak tertandingi bagi peziarah, menjadikannya salah satu tujuan paling suci di dunia. Namun, selain perannya sebagai tirta ksetra (tempat ziarah suci), Prayagraj juga merupakan saksi bisu kebangkitan dan kejatuhan kekaisaran, kancah revolusi kemerdekaan, dan tempat kelahiran banyak tokoh kunci yang membentuk nasib bangsa. Untuk memahami Prayagraj adalah memahami inti dari peradaban Hindustan itu sendiri—sebuah jalinan padat antara mitologi kuno, arsitektur kekaisaran, dan semangat kemerdekaan yang menyala-nyala.
Jantung spiritual Prayagraj adalah Triveni Sangam, titik magis di mana Ganga (Sungai Gangga), Yamuna, dan Saraswati yang tidak terlihat bertemu. 'Triveni' secara harfiah berarti 'tiga aliran'. Secara fisik, perpaduan Ganga yang berwarna lebih keruh dan Yamuna yang lebih jernih dapat dilihat dengan mata telanjang, menghasilkan garis batas air yang jelas sebelum akhirnya menyatu sempurna. Saraswati, sungai ketiga, dipercaya mengalir di bawah tanah, menjadikannya pertemuan yang melampaui dimensi fisik. Kepercayaan ini menjadikan Sangam sebagai tempat paling suci untuk mandi ritual, yang diyakini dapat menghapuskan dosa dan membebaskan jiwa dari siklus reinkarnasi.
Skema visualisasi Triveni Sangam: konvergensi tiga aliran menuju titik suci.
Mandi di Sangam diyakini memiliki kekuatan pembersihan yang tiada tara, bahkan dibandingkan dengan ziarah ke tempat-tempat suci lainnya. Keyakinan ini diperkuat oleh narasi Puranic, yang menempatkan Prayagraj (sebagai Prayag) sebagai salah satu pilar utama dalam kosmologi Hindu. Para peziarah yang datang ke Sangam sering melakukan ritual Mundan (pencukuran rambut pertama bayi), Pinda Daan (persembahan untuk leluhur), dan pembacaan mantra yang tak terhitung jumlahnya. Skala ritual yang dilakukan setiap hari menunjukkan peran abadi kota ini sebagai penjaga tradisi Dharmik.
Signifikansi Triveni Sangam mencapai puncaknya selama Kumbh Mela, festival keagamaan yang diakui sebagai pertemuan damai terbesar di dunia, menarik puluhan hingga ratusan juta orang. Kumbh Mela diselenggarakan dalam siklus 12 tahun (Purna Kumbh), 6 tahun (Ardh Kumbh), dan Maha Kumbh (setiap 144 tahun). Skala organisasi festival ini luar biasa; seluruh kota tenda sementara didirikan di tepi sungai, lengkap dengan infrastruktur sanitasi, keamanan, dan medis, menjadikannya 'kota sementara' terbesar di bumi.
Festival ini adalah saat di mana berbagai sekte Hindu, termasuk Naga Sadhu (pertapa telanjang yang melumuri tubuh dengan abu), Acharyas, dan berbagai kelompok agama, berkumpul untuk mandi di waktu yang dianggap paling menguntungkan secara astrologis. Ritual mandi suci (Shahi Snan) adalah tontonan yang memukau, melibatkan prosesi besar-besaran dari berbagai Akhara (orde monastik) menuju sungai. Pengalaman spiritual ini, yang melibatkan pengorbanan, iman, dan penundukan diri pada takdir kosmik, telah menjadi subjek studi antropologi dan spiritual yang tak ada habisnya.
Persiapan untuk Purna Kumbh Mela memakan waktu bertahun-tahun, melibatkan koordinasi antara pemerintah, otoritas keagamaan, dan militer. Pengaturan kerumunan (Crowd Management) di tempat yang begitu padat menjadi tantangan logistik yang unik dan diakui global. Meskipun menghadapi tantangan besar, keberhasilan Kumbh Mela, yang selalu diselenggarakan di Prayagraj (serta tiga lokasi lainnya secara bergantian), menekankan kemampuan masyarakat India untuk mempertahankan tradisi kuno di tengah modernitas yang serba cepat. Peningkatan jumlah peziarah dalam setiap siklus membuktikan bahwa daya tarik spiritualitas yang ditawarkan oleh Sangam tetap tak tertandingi dalam lanskap keagamaan global. Oleh karena itu, Prayagraj bukan hanya sebuah kota, melainkan sebuah medan magnet iman yang menarik manusia dari seluruh penjuru dunia.
Nama asli kota ini, Prayag, memiliki akar kata dalam bahasa Sanskerta yang berarti 'tempat pengorbanan' atau 'persembahan'. Diyakini bahwa Dewa Brahma sendiri melakukan Yajña (ritual pengorbanan) di sini setelah penciptaan alam semesta. Selama ribuan tahun, kota ini dikenal hanya dengan nama ini, dihormati oleh dinasti-dinasti besar India kuno, dari Maurya hingga Gupta.
Titik balik sejarah datang pada abad ke-16 Masehi. Kaisar Mughal Akbar Agung, menyadari lokasi strategis kota di persimpangan sungai dan rute perdagangan, memutuskan untuk membangun sebuah benteng besar di tepi Sangam. Untuk proyek ini, ia tidak hanya memberikan infrastruktur fisik, tetapi juga memberinya identitas baru. Ia mengganti nama kuno Prayag menjadi Illahabas, yang kemudian menjadi Allahabad. Nama ini sering diinterpretasikan sebagai 'Kota Allah' atau 'Kota Ilahi', sebuah sintesis antara kekuasaan kekaisaran Mughal dan pentingnya spiritual kota tersebut. Di bawah Akbar, dan kemudian penerusnya, Allahabad menjadi pusat administrasi regional yang vital di Kekaisaran Mughal, menjembatani jalur antara Delhi dan wilayah Bengal yang kaya.
Benteng Allahabad yang dibangun Akbar (Allahabad Fort), sebuah mahakarya arsitektur yang menggabungkan elemen Persia, India, dan Islam, berdiri hingga hari ini sebagai pengingat akan periode Mughal. Meskipun sebagian besar benteng kini digunakan oleh Angkatan Darat India, strukturnya yang kokoh—dengan dinding batu pasir merah dan kubah-kubah besar—tetap mendominasi pemandangan di dekat Sangam. Benteng ini juga menjadi rumah bagi Akshaya Vat (pohon beringin abadi), sebuah pohon suci yang disebutkan dalam teks-teks Hindu, menunjukkan upaya sinkretisme Akbar dalam mengakomodasi berbagai keyakinan di bawah pemerintahannya.
Visualisasi Benteng Allahabad, warisan arsitektur Mughal.
Ketika kekuasaan Mughal memudar, Allahabad jatuh ke tangan Inggris setelah serangkaian konflik regional. Setelah Pemberontakan India 1857, kota ini mengalami perubahan signifikan. Pemerintah kolonial Inggris memutuskan bahwa Allahabad memiliki lokasi yang lebih aman dan terpusat daripada Agra, dan menjadikannya ibu kota Provinsi Barat Laut (kemudian Provinsi Bersatu Agra dan Oudh). Keputusan ini mengubah Allahabad menjadi pusat administrasi, yudisial, dan militer utama British Raj.
Pembentukan Pengadilan Tinggi Allahabad (Allahabad High Court), salah satu pengadilan tertinggi dan tertua di India, menunjukkan status penting kota ini dalam sistem hukum kolonial. Di bawah Inggris, infrastruktur modern seperti jaringan kereta api, kantor pos, dan universitas didirikan. Universitas Allahabad, didirikan pada tahun 1887, dikenal sebagai 'Oxford dari Timur', dan menghasilkan banyak pemimpin, sarjana, dan birokrat yang memainkan peran penting di masa kolonial dan pasca-kemerdekaan. Periode ini, meskipun penuh dengan ketegangan politik, menyaksikan modernisasi urban yang signifikan, mengubah wajah kota Allahabad secara permanen, dari benteng Mughal menjadi ibu kota provinsi yang ramai.
Kontribusi intelektual kota ini tidak bisa dilebih-lebihkan. Universitas ini tidak hanya menjadi pusat pendidikan tetapi juga sarang pemikiran nasionalis. Diskusi politik yang terjadi di aula-aula universitas sering kali menentukan arah perdebatan nasional. Kedekatannya dengan Delhi dan Varanasi memberinya akses mudah ke berbagai ideologi, dari konservatisme hingga revolusioner. Struktur sosial dan pendidikan yang dibentuk pada era Raj inilah yang akan melahirkan generasi pemimpin yang akhirnya menantang kekuasaan Inggris.
Jika Delhi adalah pusat kekuasaan, maka Allahabad (Prayagraj) adalah jantung ideologis Gerakan Kemerdekaan India, terutama berkat peran sentral keluarga Nehru. Rumah keluarga Nehru, Anand Bhavan dan Swaraj Bhavan, adalah markas tidak resmi Kongres Nasional India selama beberapa dekade. Swaraj Bhavan, yang awalnya dibeli oleh Motilal Nehru, disumbangkan kepada bangsa sebagai markas Kongres dan berfungsi sebagai tempat perumusan banyak strategi kunci perlawanan terhadap Raj.
Motilal Nehru, seorang pengacara ulung dan tokoh politik terkemuka, dan putranya, Jawaharlal Nehru (Perdana Menteri pertama India), menjadikan kota ini sinonim dengan perjuangan untuk kebebasan. Keputusan-keputusan vital, seperti gerakan Non-Kooperasi dan gerakan Pembangkangan Sipil, sering kali diperdebatkan dan diputuskan di sini. Kehadiran tokoh-tokoh besar seperti Mahatma Gandhi, Sarojini Naidu, dan Subhas Chandra Bose di kota ini selama periode yang intens menegaskan status Prayagraj sebagai pusat strategis.
Anand Bhavan, yang kini menjadi museum, menceritakan kisah pahit manisnya perjuangan kemerdekaan melalui artefak dan arsip. Rumah ini bukan sekadar tempat tinggal; ia adalah saksi bisu penahanan, pertemuan rahasia, dan janji-janji yang dibuat untuk membebaskan India. Pengaruh keluarga Nehru yang berbasis di Allahabad pada Kongres Nasional India memastikan bahwa pandangan dan strategi dari kota ini memiliki bobot yang setara, jika tidak lebih besar, dari pusat-pusat metropolitan lainnya.
Banyak sesi penting Kongres Nasional India diadakan di Allahabad. Sesi-sesi ini bukan hanya pertemuan formal; mereka adalah manifestasi publik dari tekad bangsa untuk merdeka. Di sini, resolusi yang menuntut pemerintahan sendiri (Swaraj) diperkuat dan strategi untuk melibatkan massa dikembangkan. Para aktivis dari berbagai lapisan masyarakat, dari petani hingga intelektual, berkumpul di kota ini untuk mengambil bagian dalam pergerakan tersebut.
Selain Kongres, aktivitas revolusioner bawah tanah juga berkembang subur. Ide-ide sosialis dan radikal menemukan rumah di kalangan intelektual Universitas Allahabad, yang menghasilkan pemimpin-pemimpin yang menentang pendekatan pasif Gandhi. Kota ini menjadi tempat di mana semua spektrum ideologi nasionalis berbenturan, bernegosiasi, dan akhirnya, bersatu demi tujuan kemerdekaan. Kontribusi politik ini tidak hanya mengubah sejarah kota, tetapi mengubah sejarah Asia secara keseluruhan.
Warisan intelektual Prayagraj sangatlah kaya. Sejak didirikan pada tahun 1887, Universitas Allahabad telah memegang peranan krusial dalam membentuk elite intelektual dan politik India. Julukan 'Oxford dari Timur' bukanlah isapan jempol; standar akademik yang ketat, arsitektur kolonial yang megah, dan lingkungan yang kondusif untuk debat filosofis menjadikannya institusi terdepan.
Universitas ini melahirkan penerima penghargaan Bharat Ratna (penghargaan sipil tertinggi di India), politisi kelas dunia, hakim agung, dan akademisi terkemuka. Iklim intelektual yang diciptakan oleh universitas memfasilitasi pertukaran ide yang intens antara Timur dan Barat, memungkinkan lahirnya sintesis pemikiran yang unik. Para sarjana dari seluruh India datang ke Allahabad untuk belajar dan mengajar, memperkaya khazanah keilmuan kota tersebut.
Peran penting universitas tidak terbatas pada ilmu sosial atau hukum; ia juga menjadi pelopor dalam ilmu pengetahuan dan humaniora, memfasilitasi penelitian yang relevan dengan konteks India. Jaringan alumni universitas terus memainkan peran penting dalam pemerintahan dan akademisi India, menegaskan bahwa akar intelektual bangsa sering kali dapat dilacak kembali ke aula-aula kuno di Prayagraj.
Prayagraj adalah medan pertempuran dan perayaan bahasa, khususnya Hindi dan Urdu. Kota ini merupakan rumah bagi beberapa penulis dan penyair paling berpengaruh dalam sastra modern India. Ini adalah pusat penting bagi gerakan Chhayavaad (romantisisme dalam puisi Hindi).
Penulis seperti Suryakant Tripathi 'Nirala', Mahadevi Varma, dan Harivansh Rai Bachchan (ayah dari aktor legendaris Amitabh Bachchan) menghabiskan sebagian besar hidup mereka di sini, menyerap spiritualitas Sangam dan gejolak politik kolonial ke dalam karya-karya mereka. Mahadevi Varma, dikenal sebagai salah satu Pilar Sastra Hindi Modern, secara mendalam dipengaruhi oleh lanskap budaya dan sosial kota ini. Karya-karya mereka tidak hanya mendefinisikan estetika sastra Hindi modern tetapi juga memberikan suara bagi perjuangan sosial dan emosional masyarakat India.
Selain Hindi, Prayagraj juga merupakan pusat penting bagi sastra Urdu. Bahasa dan budaya Urdu berkembang pesat di sini, berkat perlindungan dari keluarga bangsawan dan pengaruh dari benteng Mughal yang lama. Dualitas budaya ini—antara kemurnian Sanskerta di satu sisi, dan keindahan Persia-Urdu di sisi lain—menghasilkan lingkungan sastra yang sangat kaya dan toleran, di mana batas-batas bahasa sering kali kabur, memperkaya narasi nasional secara keseluruhan. Kota ini mempertahankan perpustakaan dan arsip yang kaya, menjadikannya harta karun bagi para peneliti sastra dari seluruh dunia.
Lanskap arsitektur Prayagraj adalah buku teks visual dari stratifikasi sejarah. Kota ini menampilkan perpaduan yang mencolok antara gaya arsitektur Mughal, yang diwakili oleh Benteng Allahabad yang masif, dan gaya Victoria atau Indo-Saracenic yang diperkenalkan oleh Inggris. Gedung-gedung penting seperti Pengadilan Tinggi, Universitas Allahabad, dan beberapa gereja kuno, menunjukkan kemegahan batu pasir merah dan arsitektur neo-gotik yang menjadi ciri khas Raj Inggris.
Kontras ini terlihat jelas: di satu sisi, terdapat bangunan-bangunan dengan kubah dan jaring-jaring jendela Mughal; di sisi lain, terdapat struktur yang dibangun dari batu bata dan semen dengan pilar-pilar kokoh yang meniru desain Eropa. Perumahan di distrik Civil Lines, yang dirancang oleh Inggris, masih mempertahankan tata letak jalanan yang terencana dan bangunan besar bergaya bungalow, sangat berbeda dengan gang-gang sempit dan padat di kawasan kota tua dekat Sangam. Gaya arsitektur ini bukan hanya soal estetika, tetapi juga tentang hierarki kekuasaan yang membentuk kota selama tiga abad terakhir.
Budaya Prayagraj sangat dipengaruhi oleh lokasinya di Uttar Pradesh dan perannya sebagai tempat ziarah. Terdapat perpaduan antara budaya Awadh (yang lebih halus dan berbasis di Lucknow) dan budaya Bihar yang lebih padat di timur. Bahasa utama yang digunakan adalah Hindi (dialek Awadhi dan Khariboli), dengan pengaruh signifikan dari Urdu dan Inggris, terutama di kalangan akademisi.
Kuliner lokal mencerminkan kekayaan pertanian wilayah tersebut. Makanan jalanan seperti chaat, kachori, dan jalebi sangat populer. Karena nilai religiusnya, makanan vegetarian memiliki dominasi yang kuat, dengan hidangan berbasis susu dan gandum menjadi makanan pokok. Namun, seperti banyak pusat urban kuno, kota ini juga terkenal dengan manisan tradisionalnya, sering kali dibuat menggunakan resep yang diwariskan dari generasi ke generasi. Musim festival, terutama di sekitar Kumbh Mela atau Diwali, membawa serta tradisi kuliner yang lebih rumit, di mana kasta dan komunitas yang berbeda menampilkan keunikan masakan mereka.
Kesenian dan kerajinan tangan lokal, meskipun tidak sebesar pusat kerajinan tangan lainnya, fokus pada pembuatan patung keagamaan dan barang-barang yang berhubungan dengan ritual ziarah. Pasar-pasar di sekitar Sangam dipenuhi dengan pernak-pernik suci, manik-manik rudraksha, dan perlengkapan puja, yang melayani kebutuhan spiritual jutaan peziarah setiap tahun.
Seiring dengan transisi nama kota kembali ke Prayagraj, kota ini menghadapi tantangan modern yang umum di India: urbanisasi cepat, manajemen limbah, dan pemeliharaan infrastruktur kuno. Mengingat peran suci Sangam, konservasi lingkungan dan pengendalian polusi sungai menjadi prioritas utama. Proyek-proyek modernisasi sedang berlangsung untuk meningkatkan kapasitas infrastruktur, terutama menjelang siklus Kumbh Mela berikutnya.
Namun, identitas kota tetap kokoh berakar pada spiritualitasnya. Upaya untuk mempromosikan pariwisata warisan, melestarikan situs-situs bersejarah seperti Anand Bhavan dan Benteng Allahabad, dan mempertahankan reputasi akademik universitas adalah kunci untuk memastikan bahwa Prayagraj terus memainkan peran penting dalam narasi India. Dari Prayag, pusat pengorbanan suci, menjadi Allahabad, pusat kekaisaran, dan kini kembali menjadi Prayagraj, kota ini terus berevolusi sambil memegang teguh warisan multi-layered-nya, berdiri sebagai mercusuar iman dan sejarah yang tak terpadamkan di jantung India.
Untuk benar-benar menghargai Prayagraj, seseorang harus menyelami kedalaman mitologi yang mengelilingi Sangam. Narasi ini jauh melampaui geografi; ia menyentuh esensi spiritual India. Menurut mitos puranik, Prayagraj adalah tempat di mana tetesan amrita (nektar keabadian) jatuh ke bumi selama pertempuran antara dewa dan asura (setan). Lokasi ini, bersama dengan Haridwar, Nashik, dan Ujjain, membentuk empat lokasi Kumbh Mela. Jatuhnya amrita di Prayagraj inilah yang dipercaya memberkahi air Sangam dengan kekuatan untuk membersihkan dosa dan memberikan moksha (pembebasan).
Filosofi di balik mandi suci sangatlah mendalam. Mandi di Sangam saat periode Kumbh tidak hanya dilihat sebagai tindakan fisik, tetapi sebagai penyelarasan kosmik. Astronomi dan astrologi Vedik menentukan waktu yang sangat spesifik ketika posisi planet dan bintang diyakini membuka gerbang menuju dimensi spiritual yang lebih tinggi. Jutaan peziarah yang berdesakan di tepi sungai tidak hanya mencari pembersihan dosa individu, tetapi juga berkontribusi pada energi spiritual kolektif yang diyakini dapat membawa keseimbangan dan kemakmuran bagi seluruh alam semesta. Ritual tarpana yang dilakukan di Sangam, yaitu persembahan air kepada leluhur dan dewa, adalah manifestasi dari kewajiban spiritual yang mengikat setiap individu pada jaringan kosmik yang lebih besar.
Selain Kumbh, praktik spiritual harian di Sangam meliputi Mauni Amavasya (Bulan Baru Keheningan) dan Magh Mela, sebuah festival tahunan yang lebih kecil dari Kumbh tetapi tetap menarik jutaan orang. Selama Magh Mela, banyak peziarah melakukan Kalpavasa—tinggal di tepi sungai selama sebulan penuh, menjalani kehidupan pertapa, puasa, dan meditasi. Praktik ini menunjukkan komitmen ekstrim terhadap disiplin spiritual dan menunjukkan bagaimana Prayagraj, meskipun telah mengalami perubahan nama dari Allahabad kembali ke Prayagraj, tetap memegang peranan kuno sebagai pusat asketisme dan pengabdian.
Kehidupan di tepi sungai adalah sebuah studi tentang dualitas. Di satu sisi, terdapat ketenangan dan kesederhanaan para sadhu dan pertapa yang duduk bermeditasi. Di sisi lain, terdapat hiruk pikuk ritual, perahu-perahu yang membawa peziarah ke titik pertemuan, dan teriakan mantra yang bergema. Kehidupan kota Prayagraj senantiasa berdetak mengikuti irama sungai dan siklus spiritualnya, sebuah ritme yang telah berlangsung selama ribuan tahun, jauh sebelum benteng Mughal didirikan, dan berlanjut tanpa henti hingga hari ini.