وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Padahal mereka tidak diperintah kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan (begitu pula) agar mereka melaksanakan salat dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus.
Surat Al-Bayyinah merupakan surat ke-98 dalam Al-Qur'an dan terdiri dari 8 ayat. Surat ini diturunkan di Madinah (madaniyyah). Nama "Al-Bayyinah" sendiri berarti "Bukti yang Nyata", merujuk pada bukti-bukti kebenaran Islam yang disampaikan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Ayat kelima dari surat ini memiliki makna yang sangat fundamental dalam ajaran Islam, menjelaskan esensi dari ibadah dan tujuan penciptaan manusia.
Ayat ini turun sebagai penegasan terhadap apa yang seharusnya menjadi inti dari segala bentuk ibadah. Sebelum ayat ini, Allah SWT telah menjelaskan tentang keadaan orang-orang kafir dari kalangan ahli kitab dan orang-orang musyrik yang menolak kebenaran setelah datangnya bukti nyata. Ayat kelima ini kemudian menjadi sebuah penutup dan rangkuman, menjelaskan bahwa tujuan utama dari para rasul yang diutus Allah adalah untuk mengajarkan manusia agar beribadah dengan tulus dan ikhlas.
Firman Allah SWT dalam Surat Al-Bayyinah ayat 5 secara gamblang menegaskan bahwa manusia diperintahkan untuk satu tujuan utama: menyembah Allah SWT dengan ikhlas. Kata "mukhlishiina" yang berarti "dengan mengikhlaskan" adalah kunci utama dari ayat ini. Ikhlas berarti memurnikan niat hanya untuk Allah semata, tanpa ada pamrih atau keinginan untuk dipuji oleh manusia.
Dalam ayat ini, Allah tidak hanya memerintahkan ibadah dalam arti ritual semata, tetapi juga menekankan pentingnya kesungguhan hati dan kejujuran dalam beragama. Frasa "fid-diini hunafaa'a" (dalam menjalankan agama yang lurus) menunjukkan bahwa keikhlasan harus diwujudkan dalam bentuk keyakinan yang teguh dan berjalan di atas jalan yang benar, yaitu agama Islam yang hanif (lurus, cenderung kepada tauhid).
Lebih lanjut, ayat ini juga secara spesifik menyebutkan dua pilar ibadah yang sangat penting setelah keikhlasan, yaitu:
Dengan demikian, ayat ini mengajarkan bahwa ibadah yang diterima di sisi Allah adalah ibadah yang didasari keikhlasan, mencakup keyakinan yang lurus, dan terwujud dalam bentuk amal perbuatan nyata seperti salat dan zakat.
Kalimat penutup ayat, "Wa dzaalika diinul qayyimah" (Itulah agama yang lurus), menegaskan bahwa prinsip-prinsip yang disebutkan sebelumnya – menyembah Allah dengan ikhlas, menegakkan salat, dan menunaikan zakat – adalah inti dari agama yang benar dan sesuai dengan fitrah manusia. Agama yang lurus (al-qayyimah) adalah agama yang tidak menyimpang, tegak lurus, dan membawa kebaikan bagi pelakunya di dunia maupun di akhirat.
Ayat ini menjadi pengingat yang kuat bagi seluruh umat Islam untuk senantiasa mengoreksi niat dalam setiap ibadah yang dilakukan. Apakah ibadah tersebut benar-benar murni karena Allah, ataukah ada unsur lain yang menyertainya? Kesempurnaan ibadah tidak hanya terletak pada bentuk lahiriahnya, tetapi juga pada ketulusan hati yang menyertainya.
Surat Al-Bayyinah ayat 5 memberikan pelajaran berharga bagi kita semua:
Dengan memahami dan mengamalkan makna Surat Al-Bayyinah ayat 5, diharapkan setiap muslim dapat menjalankan agamanya dengan benar, meraih ridha Allah, dan mendapatkan kebahagiaan dunia serta akhirat.