Surat At-Tin, surat ke-95 dalam Al-Qur'an, dimulai dengan sumpah Allah SWT yang penuh makna. Ayat pertama surat ini berbunyi:
"Demi (buah) tin dan (buah) zaitun," (QS. At-Tin: 1)
Bagi umat Muslim, setiap sumpah yang diucapkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an memiliki kedalaman tersendiri dan menjadi penanda penting akan suatu kebenaran atau pelajaran yang hendak disampaikan. Dalam ayat pembuka surat yang mulia ini, Allah SWT memilih untuk bersumpah dengan menyebut dua jenis buah yang sangat dikenal: tin dan zaitun. Sumpah ini bukan sekadar ungkapan kebiasaan, melainkan memiliki tafsir yang kaya dan relevan bagi kehidupan manusia.
Para ulama tafsir memiliki beragam pandangan mengenai makna spesifik dari penyebutan buah tin dan zaitun. Namun, kesemuanya sepakat bahwa penyebutan ini memiliki signifikansi yang tinggi.
Buah tin (ficus carica) dikenal karena khasiatnya yang luar biasa. Buah ini kaya akan serat, vitamin, mineral, dan antioksidan. Secara simbolis, tin sering dikaitkan dengan kesuburan, kesehatan, dan rezeki yang melimpah. Beberapa penafsiran menyebutkan bahwa buah tin merujuk pada:
Buah zaitun (olea europaea) juga memiliki posisi istimewa. Pohon zaitun dikenal karena umurnya yang panjang, ketahanan terhadap kondisi alam yang keras, dan buahnya yang kaya akan minyak berkhasiat. Zaitun sering diasosiasikan dengan:
Sumpah Allah dengan buah tin dan zaitun ini bisa ditafsirkan sebagai pengingat akan berbagai nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada manusia. Nikmat kesehatan, rezeki yang halal, serta petunjuk dan cahaya keimanan adalah dua sisi penting dari kehidupan yang harmonis.
Lebih dari itu, penyebutan kedua buah ini juga bisa merujuk pada dua tempat suci yang sangat penting dalam sejarah agama samawi. Buah tin diyakini tumbuh subur di Syam (Palestina, Suriah, Lebanon, Yordania), tanah para nabi. Sementara itu, pohon zaitun sangat identik dengan Baitul Maqdis di Al-Quds (Yerusalem), tempat yang diberkahi dan menjadi kiblat pertama umat Islam. Kedua wilayah ini memiliki keterkaitan erat dengan para rasul Allah, termasuk Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad SAW.
Dengan bersumpah menggunakan buah-buahan yang memiliki nilai gizi tinggi, simbolisme spiritual, dan keterkaitan historis dengan para nabi, Allah SWT seolah menegaskan pentingnya menjaga anugerah-Nya. Ini adalah undangan bagi manusia untuk merenungkan betapa besar karunia yang diberikan, baik dalam hal jasmani maupun rohani.
Setelah memulai dengan sumpah yang mendalam, surat At-Tin selanjutnya akan membahas penciptaan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, lalu menjelaskan bahwa sebagian manusia akan mengalami kerugian jika mengingkari ayat-ayat Allah. Namun, bagi mereka yang beriman dan beramal saleh, akan ada balasan pahala yang tiada putus. Ayat pertama ini menjadi fondasi penting untuk memahami kelanjutan pesan surat At-Tin, yaitu tentang kemuliaan manusia ciptaan Allah yang seharusnya menggunakan akal dan fitrahnya untuk taat kepada-Nya.
Memahami arti Surat At-Tin ayat 1 lebih dari sekadar mengetahui terjemahannya. Ini adalah panggilan untuk merenungkan kebesaran Sang Pencipta, mensyukuri setiap nikmat-Nya, dan menggunakan karunia tersebut di jalan yang diridhai-Nya. Buah tin dan zaitun menjadi saksi bisu dari sebuah janji ilahi: bahwa manusia diciptakan dengan sebaik-baiknya dan akan mendapatkan balasan setimpal atas setiap pilihan hidupnya.