Surat At Tin, surat ke-95 dalam Al-Qur'an, dimulai dengan sumpah Allah menggunakan beberapa ciptaan-Nya yang mulia: buah tin dan zaitun, Gunung Sinai, dan negeri Makkah yang aman. Sumpah ini menjadi penekanan awal betapa pentingnya risalah yang akan disampaikan dalam surat ini. Namun, ayat kedua dari surat ini membawa kita pada inti pembahasan yang sangat fundamental, yaitu mengenai penciptaan manusia. Ayat tersebut berbunyi:
Ayat kedua ini, yang merupakan bagian dari rangkaian surat At Tin, secara lugas menceritakan asal-usul penciptaan manusia. Kata "wa laqad khalaqnal insana" yang berarti "dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia", menegaskan kembali kebesaran dan kekuasaan Allah sebagai Sang Pencipta. Frasa ini juga mengindikasikan bahwa penciptaan manusia bukanlah suatu kebetulan, melainkan sebuah ketetapan ilahi yang penuh dengan hikmah.
Lebih lanjut, ayat ini menjelaskan lebih rinci tentang materi awal penciptaan manusia, yaitu "min nutfatin salalatin min ma'in mahin". Terjemahan yang sering kita jumpai adalah "dari segumpal mani yang hina" atau "dari sari pati yang berasal dari air yang hina". Kata "nutfah" merujuk pada setetes cairan (sperma) yang berasal dari kedua orang tua. "Salalah" menggambarkan proses keluarnya air mani tersebut dari sulbi ayah dan rahim ibu, yang bergerak dan mengalir. Sementara "ma'in mahin" menyoroti sifat air mani yang pada dasarnya adalah cairan yang lemah, seringkali terabaikan, dan tidak bernilai di mata manusia.
Penggambaran asal-usul yang terkesan "hina" atau "lemah" ini memiliki beberapa tujuan penting. Pertama, ini adalah sebuah pengingat yang kuat bagi manusia tentang kerendahan hatinya di hadapan Sang Pencipta. Manusia diciptakan dari sesuatu yang sangat kecil dan dianggap remeh, namun oleh kehendak dan kekuasaan Allah, ia kemudian berkembang menjadi makhluk yang sempurna dengan akal, perasaan, dan kemampuan yang luar biasa. Ini menekankan betapa besar anugerah dan keistimewaan yang diberikan Allah kepada manusia, yang seharusnya disyukuri.
Kedua, ayat ini berfungsi sebagai bantahan terhadap kesombongan yang mungkin timbul dalam diri manusia. Seringkali, manusia lupa akan asal-usulnya, terbuai oleh kesuksesan, kekayaan, atau kedudukan duniawi, sehingga merasa diri lebih unggul dari yang lain. Dengan mengingatkan mereka bahwa mereka berasal dari setetes air yang hina, Allah seolah berkata, "Dari mana pun kalian berasal, semuanya bermula dari materi yang sama, yang lemah dan tidak berarti tanpa campur tangan-Ku."
Selain itu, ayat ini juga mengandung isyarat ilmiah yang luar biasa. Di zaman dahulu, ketika ilmu pengetahuan belum berkembang, Al-Qur'an sudah menjelaskan proses penciptaan manusia dari materi biologis yang spesifik. Konsep "nutfah" dan proses "salalah" sangat sesuai dengan pemahaman biologi modern tentang reproduksi. Ini menjadi salah satu bukti kenabian Muhammad SAW dan kebenaran Al-Qur'an sebagai kitab suci yang datang dari Tuhan semesta alam.
Proses penciptaan yang dimulai dari air yang hina ini kemudian berlanjut pada pembentukan manusia menjadi individu yang utuh, lengkap dengan segala potensi dan tanggung jawabnya. Di ayat-ayat selanjutnya dalam surat At Tin, Allah akan menjelaskan bagaimana manusia yang diciptakan dari materi lemah ini kemudian dapat diarahkan untuk menjadi makhluk yang paling mulia (ashrafil makhluqat) atau justru yang paling rendah derajatnya, tergantung pada pilihan dan amal perbuatannya.
Oleh karena itu, merenungi ayat kedua surat At Tin ini seharusnya membawa kita pada sikap tawadhu' (rendah hati), syukur, dan kesadaran akan betapa berharganya eksistensi diri sebagai ciptaan Allah. Kita adalah hasil dari proses penciptaan yang luar biasa, dimulai dari sesuatu yang sederhana namun telah diatur sedemikian rupa oleh Sang Maha Bijaksana untuk menjadi makhluk yang mampu berpikir, berkehendak, dan berinteraksi dengan alam semesta. Pemahaman ini menjadi dasar penting untuk menjalani kehidupan sesuai dengan petunjuk-Nya dan meraih predikat manusia terbaik di sisi-Nya.