Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, mengandung berbagai macam pelajaran dan hikmah yang senantiasa relevan bagi setiap insan. Di antara surat-suratnya yang penuh makna adalah Surat At-Tin. Surat ini, meskipun singkat, sarat dengan pesan mendalam mengenai penciptaan manusia, keindahan alam, serta tanggung jawab moral yang diemban. Untuk memahami secara komprehensif, mari kita telaah lebih jauh, khususnya ketika ayat tersebut merupakan surat At-Tin ayat ke berapa dan apa yang dikandungnya.
Surat At-Tin dibuka dengan sumpah Allah Swt. terhadap tiga ciptaan-Nya yang mulia: buah tin (pohon ara), buah zaitun, serta negeri yang aman (Mekah). Sumpah ini bukan tanpa alasan. Buah tin dan zaitun adalah simbol kesuburan, keberkahan, dan kesehatan yang sering kali dikaitkan dengan tempat-tempat yang diberkahi. Kaum Luth juga terkenal dengan perkebunan tin dan zaitunnya. Sementara itu, menyebutkan negeri yang aman, yaitu Mekah, menegaskan pentingnya tempat yang dilindungi oleh Allah Swt. dan menjadi pusat peradaban Islam.
Allah Swt. berfirman dalam Surat At-Tin, "Demi (buah) tin dan (buah) zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi negeri yang aman ini." (Q.S. At-Tin: 1-3). Seringkali, ketika seseorang bertanya "ayat tersebut merupakan surat At-Tin ayat ke berapakah yang berbicara tentang sumpah Allah terhadap tiga ciptaan ini?", jawabannya adalah ayat 1 hingga 3. Sumpah ini menjadi landasan untuk kemudian membahas tentang hakikat penciptaan manusia.
Setelah mengucapkan sumpah, Allah Swt. melanjutkan dengan menyatakan, "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (Q.S. At-Tin: 4). Pernyataan ini adalah inti dari surat ini. Manusia diciptakan dengan bentuk fisik yang sempurna, akal budi yang dianugerahkan, serta potensi untuk menjadi khalifah di muka bumi. Kesempurnaan ini bukan hanya fisik, tetapi juga mencakup potensi spiritual dan intelektual yang luar biasa. Kita dianugerahi kemampuan berpikir, merasakan, dan berinteraksi dengan lingkungan secara unik, yang membedakan kita dari makhluk ciptaan lainnya.
Namun, kesempurnaan penciptaan ini juga datang dengan tanggung jawab. Surat At-Tin kemudian mengingatkan kita akan adanya potensi manusia untuk jatuh ke derajat yang paling rendah. Hal ini terjadi ketika manusia menyalahgunakan potensi akal dan kebebasan yang diberikan untuk berbuat keburukan, mengingkari nikmat Allah, dan melupakan tujuan penciptaan mereka.
"Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya," (Q.S. At-Tin: 5). Ayat ini menjadi penanda penting dalam surat ini, yang sering menjadi fokus perbincangan. Ketika seseorang bertanya, "ayat tersebut merupakan surat At-Tin ayat ke berapa yang menggambarkan kemerosotan manusia?", maka ayat kelima inilah jawabannya. Ini adalah pengingat keras bahwa manusia memiliki dualitas: potensi kebaikan tertinggi dan potensi kejatuhan terendah. Pilihan ada di tangan manusia itu sendiri.
Namun, Allah Swt. tidak membiarkan hamba-Nya tanpa harapan. Bagi mereka yang beriman dan beramal saleh, dijanjikan pahala yang tiada putus-putusnya. "kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya." (Q.S. At-Tin: 6). Ayat ini menegaskan bahwa keimanan yang tulus harus dibarengi dengan amal perbuatan baik. Keduanya adalah kunci untuk meraih keselamatan dan kebahagiaan abadi di sisi Allah Swt. Amalan saleh yang dimaksud mencakup seluruh aspek kehidupan, mulai dari ibadah ritual hingga muamalah dengan sesama manusia dan kepedulian terhadap alam semesta.
Surat ini kemudian dilanjutkan dengan sebuah pertanyaan retoris yang sangat mendalam: "Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan hari Pembalasan setelah (semua) keterangan itu?" (Q.S. At-Tin: 7). Pertanyaan ini ditujukan kepada manusia yang setelah menyaksikan tanda-tanda kekuasaan Allah, menyadari kesempurnaan penciptaan, dan mengetahui adanya konsekuensi dari perbuatan mereka, masih saja mengingkari hari pertanggungjawaban. Ini adalah inti dari penolakan terhadap kebenaran dan ajaran agama.
Banyak ulama yang membahas surat ini menyoroti pertanyaan ini sebagai puncak teguran Ilahi. Ketika ada yang bertanya, "ayat tersebut merupakan surat At-Tin ayat ke berapa yang mengkonfrontasi manusia atas keingkarannya?", maka jawabannya adalah ayat ketujuh. Ayat ini menantang kita untuk merenung, akal sehat apa yang tersisa bagi seseorang yang mengingkari kebenaran yang begitu jelas? Bukti-bukti penciptaan, hukum alam, serta peringatan kenabian seharusnya sudah cukup untuk membukakan mata hati.
Sebagai penutup, Allah Swt. menegaskan kembali kekuasaan-Nya yang mutlak. "Bukankah Allah hakim yang paling adil?" (Q.S. At-Tin: 8). Dengan penegasan ini, Allah Swt. meyakinkan hamba-Nya bahwa setiap keputusan, setiap keadilan, dan setiap pembalasan akan terlaksana dengan sempurna dan tanpa keraguan. Tidak ada satu pun kebaikan yang terlewat dan tidak ada satu pun keburukan yang termaafkan tanpa perhitungan yang adil.
Surat At-Tin mengajarkan kita untuk senantiasa bersyukur atas anugerah penciptaan yang sempurna. Kita diajak untuk menggunakan akal dan potensi yang diberikan untuk kebaikan, bukan untuk kesesatan. Mengetahui bahwa ada hari perhitungan, membuat kita lebih berhati-hati dalam setiap langkah dan perkataan. Keimanan yang diiringi amal saleh adalah jalan utama untuk meraih kebahagiaan dunia akhirat.
Memahami bahwa "ayat tersebut merupakan surat At-Tin ayat ke" tertentu yang berbicara tentang sumpah, penciptaan manusia, potensi kejatuhan, janji pahala, dan hari pembalasan, memberikan kita kerangka berpikir yang kokoh untuk menjalani hidup. Kita diajak untuk introspeksi diri secara berkala: apakah kita sudah memanfaatkan potensi diri untuk kebaikan? Apakah kita sudah beriman dan beramal saleh? Apakah kita sudah siap menghadapi hari pertanggungjawaban?
Dengan merenungi makna setiap ayat dalam Surat At-Tin, khususnya ketika mengidentifikasi "ayat tersebut merupakan surat At-Tin ayat ke" yang spesifik dengan pesan tertentu, kita akan mendapatkan pencerahan spiritual dan motivasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Surat ini adalah cermin bagi diri kita, yang memantulkan gambaran hakiki tentang siapa kita sebenarnya, dari mana kita berasal, dan ke mana tujuan akhir kita. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, serta senantiasa dalam lindungan Allah Swt.