Persiapan Spiritual dan Fiqih dalam Memulai Tilawah
Al-Fatihah, yang dikenal sebagai Ummul Kitab (Induk Al-Qur’an), memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam Islam, terutama dalam pelaksanaan shalat. Shalat seseorang tidak sah tanpa membacanya. Namun, keberkahan dan kesempurnaan tilawah tidak hanya bergantung pada lafazh Al-Fatihah itu sendiri, melainkan juga pada kualitas persiapan yang mendahuluinya.
Persiapan ini, yang meliputi serangkaian bacaan dan niat hati, adalah kunci untuk membuka pintu komunikasi spiritual dengan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Bacaan-bacaan ini berfungsi sebagai penyucian awal, melepaskan diri dari pengaruh buruk, dan memfokuskan hati sebelum memasuki inti ibadah.
Dalam konteks shalat, bacaan sebelum membaca Al-Fatihah terdiri dari tiga komponen utama yang dianjurkan oleh Rasulullah ﷺ, meskipun hukumnya berbeda-beda: Doa Istiftah, Isti'adzah (Ta'awwudz), dan Basmalah (Tasmiyah). Masing-masing memiliki peran unik dalam memastikan kekhusyukan dan keabsahan bacaan yang mengikuti.
Sebelum membahas lafazh spesifik, penting untuk memahami bahwa persiapan dimulai dari adab (etika) tilawah. Ini mencakup kesucian fisik (wudhu), kebersihan tempat, dan yang paling krusial, kesiapan mental dan spiritual. Bacaan-bacaan pendahulu adalah manifestasi lisan dari persiapan hati ini.
Dalam shalat, bacaan yang segera mendahului Isti'adzah adalah Doa Istiftah, atau doa pembukaan. Doa ini dibaca setelah Takbiratul Ihram dan sebelum Isti'adzah. Tujuan utamanya adalah pujian dan pengakuan kehinaan diri di hadapan Allah, menetapkan niat secara mendalam, dan memuji-Nya dengan pengagungan yang layak.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa membaca Doa Istiftah adalah Sunnah Muakkadah (sangat dianjurkan) bagi imam, makmum, maupun orang yang shalat sendirian, baik dalam shalat fardhu maupun sunnah, kecuali dalam kondisi tertentu seperti shalat jenazah atau shalat yang waktunya sempit.
Terdapat beberapa riwayat shahih mengenai lafazh Doa Istiftah. Perbedaan ini merupakan kelapangan dalam syariat, di mana seorang Muslim dapat memilih salah satunya secara bergantian:
(Subhanakallahumma wa bihamdika, wa tabaarakasmuka, wa ta’aalaa jadduka, wa laa ilaaha ghairuk.)
Artinya: Mahasuci Engkau, ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Maha berkah Nama-Mu, Maha Agung Keagungan-Mu, dan tiada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Engkau.
(Wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas-samaawaati wal-ardha haniifan wamaa anaa minal-musyrikiin. Inna shalaatii wanusukii wamahyaaya wamamaatii lillaahi rabbil-'aalamiin. Laa syariika lahu wa bidzaalika umirtu wa anaa minal-muslimiin.)
Ini adalah pengakuan total atas penyerahan diri (tauhid) kepada Allah, yang secara langsung membersihkan hati dari segala bentuk kesyirikan sebelum memulai interaksi inti (Al-Fatihah).
(Allahu Akbar kabiira, walhamdulillahi katsiira, wa subhanallahi bukratan wa ashiila.)
Makna Mendalam: Versi ini menekankan pengagungan (Allahu Akbar), rasa syukur (Alhamdulillah), dan penyucian (Subhanallah) pada waktu pagi dan petang, menandakan ibadah yang meliputi seluruh waktu kehidupan seorang hamba. Pembacaan ini mempersiapkan lidah dan hati untuk mengagungkan Dzat yang akan diajak bicara melalui Al-Fatihah.
Bacaan inti yang wajib atau sunnah dilakukan tepat sebelum memulai tilawah Al-Qur'an, termasuk Al-Fatihah, adalah Isti'adzah. Isti'adzah adalah permintaan perlindungan secara lisan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Landasannya adalah perintah eksplisit dari Allah dalam Al-Qur'an:
(Fa idzaa qara’tal-Qur’aana fasta’idz billaahi minasy-syaithaanir-rajiim.)
Artinya: "Maka apabila kamu membaca Al-Qur’an, mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk." (QS. An-Nahl: 98)
Lafazh yang paling umum dan disepakati oleh mayoritas ulama adalah:
(A’uudzu billaahi minasy-syaithaanir-rajiim.)
Artinya: "Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk."
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum Isti'adzah:
Untuk memahami kekuatan bacaan ini, kita harus membedah setiap elemennya:
Kata ini berasal dari akar kata ‘Awdz, yang berarti bersandar atau mencari perlindungan yang kuat. Ini bukan sekadar meminta bantuan, melainkan penyerahan total, mengakui kelemahan diri di hadapan kekuatan musuh (setan), dan berlindung kepada satu-satunya Dzat yang Maha Kuat.
Penetapan bahwa tempat berlindung hanyalah Allah semata. Isti'adzah menegaskan tauhid rububiyyah (kekuatan tunggal Allah sebagai Pencipta dan Pelindung) dan tauhid uluhiyyah (penyembahan hanya kepada-Nya).
Setan (Asy-Syaithaan) secara harfiah berarti jauh dari rahmat Allah atau pembangkang. Setan adalah musuh abadi manusia, yang tugas utamanya adalah mengganggu ibadah, terutama saat seseorang berinteraksi dengan firman Allah. Isti'adzah adalah deklarasi perang spiritual terhadapnya.
Menjelaskan sifat setan sebagai makhluk yang terlempar dan terusir dari rahmat Allah. Ini memberikan penegasan bahwa musuh yang kita hadapi adalah makhluk yang sudah lemah di hadapan kekuatan Allah, sehingga permohonan perlindungan kita pasti dikabulkan.
Setelah membersihkan hati dari gangguan setan melalui Isti'adzah, langkah selanjutnya adalah Basmalah, yaitu ucapan "Bismillahir-Rahmanir-Rahim." Basmalah adalah jembatan spiritual yang menghubungkan Isti'adzah dengan inti tilawah (Al-Fatihah).
(Bismillaahir-Rahmaanir-Rahiim.)
Artinya: "Dengan menyebut nama Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."
Posisi Basmalah di awal Al-Fatihah adalah salah satu isu fiqih yang paling banyak diperdebatkan, terutama dalam shalat:
Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa Basmalah adalah ayat pertama dari Surah Al-Fatihah. Konsekuensinya, membaca Basmalah dalam shalat hukumnya wajib (sebagai bagian dari kewajiban membaca Al-Fatihah) dan harus diucapkan secara jelas (jahr) jika shalatnya jahr (maghrib, isya, subuh).
Mazhab Hanafi dan Hanbali berpendapat bahwa Basmalah adalah ayat tersendiri yang diwahyukan untuk memisahkan antar surah, dan bukan bagian dari Al-Fatihah. Oleh karena itu, Basmalah dibaca sunnah muakkadah dan harus dibaca secara sirr (pelan), bahkan dalam shalat jahr. Mereka berpegang pada hadits yang menyebutkan bahwa Nabi ﷺ memulai shalat dengan Al-Fatihah tanpa mengeraskan Basmalah.
Mazhab Maliki berpandangan paling ketat, menganggap makruh hukumnya membaca Basmalah sebelum Al-Fatihah dalam shalat fardhu, baik secara jahr maupun sirr, karena mereka berpendapat hal itu tidak termasuk amal ahli Madinah.
Kesimpulan Praktis: Terlepas dari perbedaan ini, untuk kesempurnaan dan kehati-hatian, membaca Basmalah secara sirr sebelum Al-Fatihah tetap dianjurkan oleh hampir semua ulama, kecuali bagi yang mengikuti pandangan Syafi'i dalam shalat jahr.
Basmalah memperkenalkan dua sifat utama Allah yang berkaitan dengan rahmat, yang sangat penting dipahami sebelum memuji-Nya dalam Al-Fatihah (Ayat 2: Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin):
Ini adalah sifat rahmat yang luas, mencakup seluruh alam semesta, baik kepada mukmin maupun kafir. Rahmat *Ar-Rahman* bersifat umum dan segera, mencakup rezeki, kesehatan, udara, dan segala nikmat duniawi. Dengan menyebut Ar-Rahman, kita mengakui bahwa kelangsungan hidup kita, bahkan kesempatan untuk shalat, adalah karunia umum-Nya.
Ini adalah sifat rahmat yang spesifik, terutama diberikan kepada orang-orang beriman di akhirat. Rahmat *Ar-Rahiim* berfokus pada balasan kebaikan dan pengampunan dosa. Dengan menyebut Ar-Rahiim, kita berharap agar ibadah kita diterima dan kita termasuk golongan yang dirahmati secara khusus di hari pembalasan.
Penyebutan kedua nama ini secara beriringan sebelum Al-Fatihah berfungsi sebagai penguat hati. Kita berlindung dari setan, dan kemudian kita mendekati Allah melalui pintu Rahmat-Nya yang tak terbatas, menumbuhkan harapan dan kekhusyukan.
Penting untuk memahami urutan logis dari bacaan-bacaan ini dalam pelaksanaan shalat, karena setiap langkah memiliki tujuan spiritual yang saling mendukung:
Isti'adzah dan Basmalah adalah dua sisi mata uang yang harus hadir secara sinkron. Isti'adzah adalah tindakan defensif (menolak yang buruk), sementara Basmalah adalah tindakan ofensif/proaktif (menarik yang baik).
Ketika seseorang mengucapkan *A’uudzu billaahi minasy-syaithaanir-rajiim*, ia sedang membersihkan "saluran komunikasi" antara dirinya dan Tuhannya. Setan paling suka mengganggu ketika hamba sedang shalat atau membaca firman Allah. Setelah saluran bersih, ia mengucapkan *Bismillaahir-Rahmaanir-Rahiim*, yang berarti ia memasuki pembacaan tersebut dengan bantuan dan dukungan penuh dari Dzat Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih.
Isti'adzah: Isti'adzah hanya perlu dibaca sekali pada rakaat pertama, sebelum Al-Fatihah. Jika dalam shalat ia merasa diganggu oleh bisikan setan yang kuat, ia boleh mengulang Isti'adzah, meskipun ia sudah berada di tengah-tengah shalat.
Basmalah: Karena Basmalah dianggap sebagai bagian dari Al-Fatihah (menurut Syafi'i) atau disunnahkan sebelum setiap surah (menurut lainnya), maka Basmalah dibaca sebelum Al-Fatihah di setiap rakaat shalat.
Doa Istiftah: Hanya dibaca pada rakaat pertama. Mengulanginya pada rakaat kedua dan seterusnya tidak dianjurkan.
Kedalaman ilmu fiqih terlihat dari bagaimana setiap mazhab menyikapi sunnah-sunnah yang mendahului rukun shalat (Al-Fatihah). Perbedaan ini menunjukkan kekayaan interpretasi yang harus dipahami oleh setiap Muslim yang ingin menyempurnakan ibadahnya.
Perbedaan ini tidak seharusnya menjadi penghalang, melainkan pengayaan. Seorang Muslim dapat memilih pandangan yang paling menenangkan hatinya, namun yang terpenting adalah kesadaran akan makna dari setiap bacaan yang ia lafazkan.
Meskipun bacaan-bacaan ini sangat dianjurkan, terdapat beberapa kondisi di mana seorang Muslim mungkin perlu menyingkat atau meninggalkan sebagian persiapan ini:
Jika seseorang datang terlambat (masbuq) dan mendapati imam sudah memulai Al-Fatihah, atau bahkan sudah ruku’, ia harus segera takbiratul ihram dan mengikuti imam. Dalam kondisi ini:
Dalam shalat jenazah, fokusnya adalah doa. Oleh karena itu, hanya Isti'adzah yang disunnahkan sebelum membaca Al-Fatihah setelah takbir pertama. Doa Istiftah tidak dibaca karena shalat ini bersifat singkat dan memiliki struktur yang berbeda.
Jika seseorang membaca Al-Qur'an dan kemudian menghentikan bacaannya untuk berbicara atau melakukan aktivitas lain, lalu ingin melanjutkan tilawah, ia wajib mengulang Isti'adzah (Ta'awwudz). Namun, jika ia hanya berhenti sejenak untuk mengambil napas atau batuk, Isti'adzah tidak perlu diulang.
Bacaan sebelum Al-Fatihah bukan hanya rutinitas lisan, melainkan latihan spiritual yang memiliki dampak besar pada pembentukan karakter dan kekhusyukan hamba.
Isti'adzah mengajarkan prinsip fundamental: kita lemah. Setan adalah musuh yang tak terlihat, dan untuk mengalahkannya, kita harus berlindung kepada Dzat yang kekuasaan-Nya tak terbatas. Ketika seorang hamba mengakui kelemahannya, ia mencapai derajat tawadhu’ (kerendahan hati) yang merupakan syarat utama diterimanya ibadah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan bahwa Isti'adzah adalah tindakan tauhid. Seorang hamba tidak akan meminta perlindungan yang sesungguhnya kecuali kepada Allah, Dzat yang memiliki segala kemampuan untuk melindungi. Ini menghapus ketergantungan pada kekuatan selain-Nya, sebuah pondasi tauhid yang kokoh sebelum mengucapkan "Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin" (Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan) dalam Al-Fatihah.
Basmalah adalah deklarasi harapan. Memulai dengan Nama Allah, terutama dengan sifat *Ar-Rahman* dan *Ar-Rahiim*, memastikan bahwa hamba tidak akan memulai ibadahnya dalam keadaan putus asa atau takut yang berlebihan. Ia datang membawa dosa, tetapi ia mengetuk pintu Rahmat yang paling luas.
Para ulama tafsir menjelaskan bahwa Basmalah mempersiapkan hati untuk menerima wahyu. Seolah-olah hamba berkata, "Aku memulai tilawah ini, tidak dengan kekuatan diriku, tetapi dengan Rahmat dan Pertolongan-Mu ya Allah." Ini menghasilkan kedamaian batin dan mengurangi rasa tertekan atau tergesa-gesa saat membaca Al-Fatihah.
Meskipun Basmalah diperdebatkan sebagai ayat ke-1, struktur Al-Fatihah selalu terdiri dari tujuh ayat (sab'ul matsani). Bacaan-bacaan pendahuluan berfungsi memastikan bahwa kita memasuki tujuh ayat suci ini dalam keadaan termulia.
Jika Isti'adzah adalah tindakan melempar setan keluar dari area shalat dan hati, maka Basmalah adalah tindakan menghias hati dengan nama-nama Allah. Transisi yang mulus dari perlindungan (Isti'adzah) ke pujian (Basmalah) menghasilkan konsentrasi yang sempurna (khusyu’) yang disalurkan langsung ke Ayat Pertama Al-Fatihah (Pujian kepada Allah).
Dalam kondisi ideal, ketika seorang Muslim membaca bacaan-bacaan ini dengan pemahaman yang utuh, ia telah menyelesaikan tiga fase persiapan:
Dengan pondasi yang kokoh ini, ketika ia akhirnya mengucapkan *Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin*, itu bukan lagi sekadar bacaan lisan, melainkan luapan syukur tulus dari hati yang telah disucikan dan dipersiapkan secara maksimal.
Bacaan-bacaan sebelum membaca Al-Fatihah — Doa Istiftah, Isti'adzah, dan Basmalah — adalah pilar-pilar adab dan fiqih yang memastikan kualitas interaksi seorang hamba dengan Tuhannya. Walaupun beberapa di antaranya bersifat sunnah, nilai spiritual yang terkandung di dalamnya sangatlah fundamental.
Memahami dan mengamalkan setiap bacaan ini dengan kesadaran akan maknanya akan mengubah shalat atau tilawah dari sekadar kewajiban ritual menjadi pengalaman spiritual yang mendalam. Muslim yang berilmu akan selalu berusaha menyempurnakan setiap sunnah dan adab yang diajarkan Nabi ﷺ, karena kesempurnaan ibadah terletak pada perhatian terhadap detail-detail yang sering kali dianggap remeh. Dengan persiapan yang matang, pintu kekhusyukan akan terbuka lebar, dan hati akan siap menerima cahaya dari Ummul Kitab, Al-Fatihah.