Simbolisasi keunikan dan keindahan penciptaan manusia.
Surat At Tin, surah ke-95 dalam Al-Qur'an, merupakan salah satu surat pendek yang sarat makna. Mengandung tujuh ayat, surat ini dibuka dengan sumpah Allah SWT atas buah tin dan zaitun, kemudian dilanjutkan dengan sumpah atas Gunung Sinai dan negeri Makkah yang aman. Sumpah-sumpah ini memiliki kedalaman tafsir yang luas, namun fokus utama yang seringkali dibahas adalah pada ayat keempatnya yang berbicara tentang bagaimana Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna.
Ayat keempat dari Surat At Tin berbunyi:
Terjemahan ayat ini adalah: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya."
Frasa "ahsani taqwim" atau "bentuk yang sebaik-baiknya" adalah inti dari pesan ayat ini. Para mufasir menjelaskan bahwa ini merujuk pada berbagai aspek kesempurnaan penciptaan manusia. Pertama, secara fisik, manusia diciptakan dengan proporsi tubuh yang ideal, dilengkapi akal pikiran yang membedakannya dari makhluk lain, serta anggota tubuh yang fungsional untuk beraktivitas. Bentuk tubuh tegak, tangan yang mampu menggenggam dan berkarya, serta kemampuan berjalan di atas dua kaki, semuanya adalah tanda keunggulan dalam ciptaan.
Kedua, "ahsani taqwim" juga mencakup kesempurnaan dalam potensi spiritual dan intelektual. Manusia dianugerahi kemampuan untuk memahami, belajar, berpikir, dan membedakan antara yang baik dan buruk. Potensi ini memungkinkan manusia untuk mencapai kedudukan yang mulia di hadapan Allah SWT, bahkan lebih tinggi dari malaikat, jika ia menggunakan potensi tersebut untuk beriman dan beramal saleh. Sebaliknya, jika manusia menyalahgunakan potensi ini untuk berbuat maksiat, ia bisa jatuh ke derajat yang paling rendah.
Penciptaan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya ini menegaskan keagungan dan kekuasaan Allah SWT sebagai Pencipta. Allah tidak menciptakan manusia dengan sia-sia, melainkan dengan tujuan yang mulia. Kesempurnaan ini adalah amanah yang harus dijaga dan dimanfaatkan dengan baik.
Memahami ayat keempat ini juga perlu melihat konteksnya dalam surat At Tin secara keseluruhan. Setelah bersumpah dengan berbagai hal yang memiliki nilai tinggi, Allah menegaskan ciptaan-Nya yang paling istimewa, yaitu manusia. Ini menunjukkan betapa pentingnya manusia dalam pandangan Allah.
Namun, surat ini tidak berhenti pada pujian atas kesempurnaan penciptaan. Ayat kelima dan keenam melanjutkan dengan peringatan: "Kemudian, Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya." Ini menunjukkan bahwa kesempurnaan penciptaan bukanlah jaminan keselamatan mutlak. Kualifikasi manusia di akhirat bergantung pada bagaimana ia menggunakan anugerah akal dan bentuk fisiknya. Keimanan dan amal saleh adalah kunci untuk tetap berada pada derajat kesempurnaan yang dikehendaki Allah, bahkan mendapatkan balasan yang berlipat ganda.
Ayat ketujuh menutup surat ini dengan pertanyaan retoris yang sangat mendalam: "Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan hari pembalasan setelah (semua) bukti ini?" Pertanyaan ini mengajak manusia untuk merenungkan kembali hakikat penciptaan dan tujuan hidupnya, serta konsekuensi dari setiap perbuatannya di dunia.
Dengan membaca dan memahami bacaan Surat At Tin ayat 4, kita diingatkan akan karunia luar biasa yang telah diberikan Allah kepada kita. Bentuk fisik yang sempurna, akal yang cerdas, dan potensi untuk berbuat kebaikan adalah modal utama yang harus kita syukuri. Kesyukuran ini tidak hanya diungkapkan dengan lisan, tetapi juga dengan tindakan nyata.
Manusia yang menyadari kesempurnaan penciptaannya wajib menjaga amanah ini. Menjaga kesehatan fisik, mengembangkan potensi intelektual dan spiritual, serta menggunakan setiap anggota tubuh dan akal untuk kebaikan adalah wujud realisasi dari "ahsani taqwim". Mengabaikan anugerah ini, atau bahkan menggunakannya untuk kemaksiatan, berarti menolak nikmat terbesar dari Sang Pencipta.
Oleh karena itu, surat At Tin, khususnya ayat keempatnya, bukan hanya sekadar bacaan, melainkan sebuah panggilan untuk introspeksi diri. Ia mengingatkan kita bahwa potensi kesempurnaan yang dianugerahkan Allah adalah bekal untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, asalkan kita senantiasa berpegang teguh pada iman dan amal saleh, serta tidak pernah lupa akan hari pertanggungjawaban.