Ayat Al-Qur'an adalah panduan hidup yang tak ternilai, memberikan petunjuk, inspirasi, dan motivasi bagi umat Islam. Di antara lautan hikmah yang terkandung dalam kitab suci ini, terdapat sebuah ayat yang begitu ringkas namun sarat makna, yaitu Surah Al-Baqarah ayat 148. Ayat ini menyerukan sebuah prinsip fundamental yang seharusnya menjadi pedoman setiap Muslim dalam menjalani kehidupannya: berlomba-lomba dalam kebaikan.
"Dan setiap umat mempunyai kiblatnya sendiri, yang dengannya dia menghadap (beribadah). Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Baqarah: 148)
Untuk menggali kedalaman makna Baqarah 148, penting untuk memahami konteks turunnya. Ayat ini menyebutkan tentang perbedaan kiblat bagi setiap umat. Sebelum Ka'bah menjadi kiblat bagi umat Islam, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat sempat shalat menghadap Baitul Maqdis di Yerusalem. Perubahan kiblat ini merupakan ujian keimanan dan penegasan identitas Islam yang terpisah dari agama-agama sebelumnya.
Di tengah perbedaan arah ibadah ini, Allah Swt. mengingatkan bahwa esensi dari agama adalah ketundukan kepada-Nya. Yang terpenting bukanlah semata-mata arah fisik, melainkan ketulusan niat dan amalan yang dipersembahkan. Oleh karena itu, seruan untuk "berlomba-lomba dalam kebaikan" menjadi sangat relevan. Ini menekankan bahwa fokus utama umat Muslim seharusnya adalah pada peningkatan kualitas diri dan kontribusi positif kepada sesama, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang mungkin ada.
Frasa "fastabiqul khairat" (برنا-لwna-لwna khairat) dalam ayat ini secara harfiah berarti berlomba-lomba, bergegas, atau saling mendahului dalam melakukan kebaikan. Ini bukan sekadar ajakan untuk berbuat baik, tetapi sebuah dorongan untuk melakukannya dengan penuh semangat, kesungguhan, dan keinginan untuk menjadi yang terdepan dalam setiap kesempatan berbuat kebajikan.
Kebaikan di sini mencakup spektrum yang sangat luas. Mulai dari ibadah vertikal kepada Allah Swt., seperti shalat, puasa, zakat, membaca Al-Qur'an, dzikir, dan doa. Hingga ibadah horizontal yang ditujukan kepada sesama manusia, seperti bersedekah, membantu orang yang membutuhkan, menolong sesama, menyebarkan ilmu yang bermanfaat, berdakwah dengan cara yang bijaksana, menjaga silaturahmi, berbakti kepada orang tua, berbuat adil, hingga menjaga lingkungan. Bahkan, kebaikan juga bisa berarti menahan diri dari perbuatan dosa dan maksiat.
Konsep perlombaan ini mengandung beberapa implikasi penting. Pertama, adanya kompetisi yang sehat di antara kaum beriman untuk meraih ridha Allah. Kedua, urgensi untuk segera bertindak tanpa menunda-nunda, karena kesempatan berbuat baik bisa datang kapan saja dan tidak ada jaminan esok hari akan ada. Ketiga, motivasi untuk terus meningkatkan kualitas dan kuantitas kebaikan yang dilakukan.
Mengapa Allah Swt. begitu menekankan pentingnya kebaikan? Banyak ayat dan hadits lain yang menjelaskan keutamaan berbuat baik. Kebaikan akan mendatangkan keberkahan dalam hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Ia menjadi sarana untuk menghapus dosa, mengangkat derajat, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Kebaikan yang dilakukan dengan ikhlas juga akan menjadi bekal terbaik untuk kehidupan abadi.
Lebih jauh lagi, semangat berlomba dalam kebaikan akan menciptakan masyarakat yang harmonis, saling peduli, dan penuh kasih sayang. Ketika setiap individu terdorong untuk memberikan kontribusi positif, maka problem sosial dapat diminimalisir, dan kesejahteraan bersama dapat tercapai.
Bagaimana cara kita mengamalkan semangat "fastabiqul khairat" dalam kehidupan sehari-hari?
Ayat Al-Baqarah 148 adalah pengingat abadi bahwa kehidupan seorang Muslim adalah sebuah perjalanan spiritual yang dinamis, penuh dengan kesempatan untuk berbuat kebaikan. Dengan semangat kompetisi yang sehat dan ketulusan hati, kita dianjurkan untuk senantiasa berlomba-lomba meraih kebaikan tertinggi, karena sesungguhnya Allah Maha Kuasa untuk mengumpulkan kita semua dan memperhitungkan setiap amal yang telah kita persembahkan. Marilah kita jadikan ayat ini sebagai kompas yang mengarahkan langkah kita di dunia ini.