Di setiap sudut jalanan Indonesia, di pasar tradisional, hingga di meja makan keluarga, terhampar dua hidangan sederhana yang selalu berhasil membangkitkan selera: gorengan dan lontong. Keduanya mungkin terlihat bersahaja, namun di balik kesederhanaannya, tersimpan kekayaan rasa dan cerita kuliner yang mendalam. Gorengan, dengan beragam bentuk dan isiannya, serta lontong yang padat berisi nasi, seringkali hadir sebagai paduan sempurna yang tidak pernah gagal memanjakan lidah.
Siapa yang bisa menolak godaan dari suara kriuk saat pertama kali menggigit gorengan? Dari tempe goreng yang gurih, bakwan sayur yang renyah, hingga pisang goreng yang manis legit, gorengan adalah pelipur lara sekaligus teman ngopi atau ngeteh yang tak tergantikan. Proses menggorengnya yang menghasilkan tekstur luar yang garing dan bagian dalam yang lembut, menciptakan sensasi kenikmatan tersendiri. Aromanya yang khas saat digoreng saja sudah mampu membuat perut keroncongan.
Keberagaman jenis gorengan juga menjadi daya tarik utamanya. Setiap daerah di Indonesia seolah memiliki ciri khas gorengannya sendiri. Ada tahu isi yang padat dengan isian sayuran atau aci, cireng yang kenyal, hingga siomay goreng yang gurih. Kelezatan ini semakin bertambah saat disantap dengan cocolan sambal kacang, sambal kecap, atau cabai rawit hijau yang segar. Kesederhanaan bahan dan proses membuatnya menjadi camilan rakyat yang merakyat, mudah dijangkau oleh semua kalangan. Gorengan bukan sekadar makanan ringan; ia adalah simbol kehangatan dan keakraban, seringkali dinikmati bersama sambil bercengkerama.
Berbeda dengan gorengan yang punya beragam bentuk, lontong hadir dengan wujudnya yang khas: silinder padat yang terbuat dari beras yang dibungkus daun pisang atau plastik khusus lalu direbus hingga mengeras. Teksturnya yang kenyal dan padat menjadi ciri utamanya. Lontong bukanlah hidangan yang disantap begitu saja; ia adalah pendamping setia bagi berbagai macam masakan Indonesia.
Salah satu kombinasi paling klasik adalah lontong sayur. Lontong yang disajikan dengan kuah santan kental bercampur sayuran seperti labu siam, wortel, dan buncis, serta taburan bumbu rempah yang kaya, menciptakan hidangan yang mengenyangkan dan lezat. Kuah gurih yang meresap sempurna ke dalam serat lontong membuatnya semakin nikmat. Lontong juga menjadi primadona dalam hidangan lain seperti lontong balap dari Surabaya, yang menawarkan sensasi berbeda dengan tambahan tauge, tahu, lentho, dan petis udang.
Selain itu, lontong juga kerap dijumpai dalam hidangan seperti sate ayam, sate kambing, gado-gado, ketoprak, atau pecel. Perannya sebagai sumber karbohidrat yang mengenyangkan sangat krusial. Gigitan lontong yang lembut namun padat memberikan tekstur yang kontras dengan kelembutan daging sate atau kekentalan bumbu pecel. Ia menjadi penyeimbang rasa dan tekstur yang sempurna, menjadikan setiap suapan terasa lebih utuh dan memuaskan.
Seringkali, gorengan dan lontong hadir dalam satu piring yang sama, terutama dalam konteks hidangan sarapan atau makan siang sederhana. Bayangkan sepiring lontong sayur yang hangat, ditemani beberapa potong tempe goreng atau bakwan yang masih hangat. Kombinasi antara kelembutan lontong, kekayaan rasa kuah santan, dan kerenyahan gorengan menciptakan harmoni rasa yang sulit ditolak.
Kedua hidangan ini mewakili esensi kuliner Indonesia: kesederhanaan bahan baku yang diolah dengan sentuhan kearifan lokal menghasilkan cita rasa yang luar biasa. Mereka adalah pengingat bahwa kelezatan sejati seringkali datang dari hal-hal yang paling membumi, yang mudah didapat, dan selalu bisa diandalkan untuk mengisi perut serta menghangatkan hati. Gorengan dan lontong, dua sahabat kuliner yang tak lekang oleh waktu, terus menjadi bagian tak terpisahkan dari kekayaan rasa Nusantara.