Menjelajahi Misteri: Pertanyaan Agama Islam yang Sulit Dijawab dan Jawabannya

Misteri dan Jawaban dalam Islam

Ilustrasi: Pertanyaan dan Jalan Menuju Jawaban

Agama Islam, dengan kekayaan ajaran dan kedalamannya, senantiasa mengundang umatnya untuk merenung dan mencari pemahaman yang lebih baik. Namun, sebagaimana agama lainnya, ada kalanya pertanyaan-pertanyaan muncul yang terasa sulit untuk dijawab, merentang dari teologi abstrak hingga dilema eksistensial. Pertanyaan-pertanyaan ini, alih-alih menjadi sumber keraguan, seringkali menjadi batu loncatan untuk penjelajahan spiritual yang lebih dalam dan pemahaman yang lebih komprehensif tentang kebesaran Allah SWT.

1. Mengapa Allah Menciptakan Iblis?

Ini adalah salah satu pertanyaan klasik yang kerap diajukan. Jika Allah Maha Kuasa dan Maha Baik, mengapa Ia menciptakan makhluk yang ditakdirkan untuk menyesatkan manusia, yaitu Iblis? Pemahaman mayoritas ulama Islam menjelaskan bahwa penciptaan Iblis bukanlah karena ketidakmampuan Allah untuk mencegahnya, melainkan sebagai bagian dari ujian dan takdir-Nya yang maha luas.

Allah SWT menciptakan Iblis sebagai ujian bagi manusia. Keberadaan Iblis memberikan ruang bagi manusia untuk memilih antara kebaikan dan keburukan. Tanpa adanya godaan, konsep keimanan, perjuangan melawan hawa nafsu, dan pilihan untuk taat kepada Allah menjadi kurang bermakna. Iblis menjadi simbol dari penentangan terhadap kebenaran, dan dalam perjuangan melawan godaannya, manusia dapat menunjukkan tingkat keimanan dan ketundukannya yang sesungguhnya kepada Allah. Kejatuhan Iblis juga menjadi bukti nyata dari konsekuensi pembangkangan terhadap perintah Allah.

2. Jika Allah Maha Mengetahui Segala Sesuatu, Mengapa Ada Takdir Buruk?

Pertanyaan ini seringkali muncul ketika seseorang mengalami musibah atau penderitaan. Jika Allah mengetahui segalanya, termasuk masa depan, mengapa Dia tidak mencegah hal-hal yang buruk terjadi?

Konsep takdir dalam Islam dikenal sebagai qada' dan qadar. Allah mengetahui segala sesuatu, baik yang telah terjadi, sedang terjadi, maupun yang akan terjadi. Namun, pengetahuan Allah ini tidak berarti Dia memaksa hamba-Nya untuk berbuat buruk. Takdir buruk yang menimpa manusia seringkali dilihat sebagai ujian dari Allah untuk meningkatkan derajat keimanan, kesabaran, dan ketawakkalan. Allah memberikan manusia kehendak bebas (ikhtiyar) dalam batas-batas tertentu. Hasil dari pilihan tersebutlah yang kemudian menjadi bagian dari takdir. Musibah juga bisa menjadi penghapus dosa atau peringatan dari Allah agar manusia kembali ke jalan yang benar. Penting untuk diingat bahwa di balik setiap kejadian, ada hikmah yang mungkin tidak langsung terlihat oleh manusia.

3. Bagaimana Allah Bersemayam di Arasy?

Al-Qur'an menyebutkan bahwa Allah bersemayam di Arasy. Frasa ini menimbulkan pertanyaan bagaimana zat Allah yang Maha Suci dan tidak serupa dengan makhluk-Nya bisa "bersemayam" secara fisik.

Para ulama sepakat bahwa Allah tidak seperti makhluk-Nya (laisa kamitslihi syai'un). Pengetahuan tentang bagaimana Allah bersemayam di Arasy adalah sesuatu yang hanya diketahui oleh Allah sendiri. Ajaran Islam mengajarkan untuk mengimani ayat-ayat seperti ini tanpa mencoba menggambarkan atau menyerupakan dengan cara yang dipahami oleh akal manusia. Kita wajib mengimani bahwa Allah benar-benar bersemayam di Arasy sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya, namun kita tidak tahu hakikatnya. Upaya untuk mendefinisikan atau membayangkannya dapat berujung pada tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk) atau ta'thil (menolak sifat-sifat Allah), yang keduanya keliru dalam akidah Islam.

4. Mengapa Ada Perbedaan Pendapat dalam Islam?

Meskipun bersumber dari wahyu yang sama, umat Islam seringkali menemui perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai berbagai masalah fiqih maupun akidah.

Perbedaan pendapat dalam Islam, terutama dalam ranah fiqih (hukum Islam), seringkali muncul karena perbedaan dalam interpretasi sumber hukum primer (Al-Qur'an dan Sunnah), penggunaan metode istinbath (penggalian hukum) yang berbeda, atau perbedaan dalam memahami konteks hadits. Sebagian perbedaan ini bahkan telah terjadi sejak masa sahabat. Namun, perbedaan tersebut umumnya dianggap sebagai rahmat (kasih sayang) selama tidak menyangkut prinsip-prinsip dasar akidah yang telah disepakati. Perbedaan pendapat ini justru memperkaya khazanah intelektual Islam dan memberikan ruang bagi umat untuk memilih pendapat yang paling sesuai dengan kondisi dan pemahaman mereka, selama tetap berpegang pada kaidah-kaidah syariat.

5. Apa yang Terjadi pada Jiwa Manusia Setelah Kematian Sebelum Hari Kiamat?

Masa antara kematian seseorang hingga kebangkitan di Hari Kiamat sering disebut sebagai alam barzakh. Namun, gambaran detail mengenai keadaan di alam tersebut masih menjadi subjek perenungan.

Al-Qur'an dan Hadits menjelaskan bahwa setelah kematian, ruh manusia akan memasuki alam barzakh. Kehidupan di alam barzakh berbeda dengan kehidupan di dunia. Keadaan di barzakh bisa berupa kenikmatan (bagi orang beriman yang beramal saleh) atau siksaan (bagi orang kafir atau pendosa yang tidak bertobat). Namun, detail mengenai bentuk kenikmatan atau siksaan tersebut tidak dijelaskan secara rinci untuk menjaga agar akal manusia yang terbatas tidak menyalahartikannya. Intinya, alam barzakh adalah fase penantian sebelum dibangkitkan pada Hari Kiamat, di mana amal perbuatan di dunia akan menentukan nasib seseorang di akhirat kelak.

Pertanyaan-pertanyaan sulit dalam agama Islam bukanlah tanda kelemahan iman, melainkan undangan untuk terus belajar, merenung, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Dengan pendekatan yang tepat, mencari ilmu dari sumber yang terpercaya, dan mengedepankan adab serta kerendahan hati, setiap pertanyaan dapat menjadi tangga untuk semakin memahami keagungan Islam dan kekuasaan Allah SWT.

🏠 Homepage