Dalam bentangan luas sejarah kepercayaan manusia, politeisme muncul sebagai salah satu bentuk keagamaan paling kuno dan meresap. Politeisme adalah keyakinan bahwa ada banyak dewa dan dewi. Berbeda dengan monoteisme, yang mengakui keberadaan satu Tuhan tunggal, politeisme merangkul alam semesta spiritual yang penuh dengan berbagai entitas ilahi, masing-masing memiliki peran, kekuatan, dan kepribadian unik. Kepercayaan ini telah membentuk peradaban, memengaruhi seni, politik, dan kehidupan sehari-hari masyarakat di seluruh dunia, dari Yunani Kuno dan Roma, Mesir Kuno, hingga agama-agama Hindu dan Shinto modern.
Asal usul politeisme sering kali ditelusuri kembali ke masa-masa awal peradaban manusia, ketika manusia berusaha memahami kekuatan alam yang luar biasa. Dewa-dewi diciptakan untuk mewakili elemen-elemen seperti matahari, bulan, hujan, bumi, dan langit. Dewa-dewi juga mewakili konsep-konsep abstrak seperti cinta, perang, kebijaksanaan, dan keadilan. Kebutuhan untuk menjelaskan fenomena alam yang belum dapat dijelaskan secara ilmiah mendorong penciptaan pantheon dewa-dewi yang saling berinteraksi.
Seiring berkembangnya masyarakat, dewa-dewi ini sering kali diorganisir ke dalam hierarki, dengan beberapa dewa memegang posisi yang lebih tinggi atau kekuasaan yang lebih besar daripada yang lain. Misalnya, dalam mitologi Yunani, Zeus adalah raja para dewa, menguasai Olympus bersama dewa-dewi lainnya seperti Hera, Poseidon, Hades, Athena, dan Apollo. Setiap dewa memiliki domain kekuasaannya sendiri dan sering kali dikaitkan dengan kota, tempat, atau aspek kehidupan tertentu.
Beberapa ciri khas yang umumnya ditemukan dalam sistem politeistik meliputi:
Sepanjang sejarah, banyak peradaban yang menganut politeisme. Beberapa contoh yang paling terkenal meliputi:
Meskipun monoteisme telah menjadi dominan di banyak belahan dunia, tradisi politeistik masih bertahan dan bahkan berkembang. Agama Hindu tetap menjadi salah satu agama terbesar di dunia dengan pengikut miliaran orang. Shinto terus dipraktikkan di Jepang. Selain itu, ada kebangkitan minat pada agama-agama paganisme modern dan neo-paganisme yang sering kali merangkul prinsip-prinsip politeistik.
Penting untuk dicatat bahwa politeisme bukanlah sistem kepercayaan yang monolitik. Terdapat keragaman luar biasa dalam praktik, kepercayaan, dan interpretasi di antara berbagai tradisi politeistik. Namun, benang merah yang menyatukan mereka adalah pengakuan akan keberadaan kekuatan ilahi yang beragam, yang memengaruhi dan menjiwai dunia. Kepercayaan pada banyak dewa menawarkan cara pandang yang kaya dan berlapis tentang keberadaan, sering kali menyoroti hubungan yang mendalam antara manusia, alam, dan alam gaib.