Surat Al Baqarah merupakan surat terpanjang dalam Al-Qur'an dan sarat akan berbagai ajaran penting, mulai dari akidah, ibadah, muamalah, hingga hukum. Salah satu ayat yang memiliki makna mendalam terkait dengan hak dan tanggung jawab seorang Muslim adalah QS Al Baqarah ayat 180. Ayat ini berbicara mengenai kewajiban berwasiat, terutama bagi orang yang akan meninggal dunia, serta memberikan panduan mengenai tata cara pelaksanaannya.
Ayat ini menjadi landasan syariat mengenai pentingnya berwasiat. Kata "kutiba" (diwajibkan) menunjukkan adanya perintah yang harus dilaksanakan oleh setiap Muslim yang memenuhi kriteria. Kriteria tersebut adalah ketika seseorang "hadharal maut", yaitu ketika tanda-tanda kematian sudah jelas terlihat atau ketika ia merasa ajalnya sudah dekat. Hal ini menekankan keseriusan Islam dalam mengatur urusan harta warisan dan memastikan keadilan serta keberlangsungan kesejahteraan bagi keluarga dan kerabat yang ditinggalkan.
Tujuan utama dari kewajiban berwasiat adalah untuk mendistribusikan sebagian harta kepada pihak-pihak yang berhak, yang mungkin tidak mendapatkan bagian yang semestinya dalam pembagian waris secara otomatis, atau untuk memberikan bantuan tambahan bagi mereka yang membutuhkan. Penerima wasiat mencakup dua kategori utama:
Syarat penting dalam wasiat ini adalah "bil ma'ruf", yaitu dengan cara yang baik dan sesuai dengan syariat Islam. Ini berarti bahwa wasiat tidak boleh mengandung unsur kemaksiatan, kezaliman, atau bahkan melebihi batas sepertiga dari total harta warisan, kecuali jika ahli waris yang lain meridhainya. Islam mengajarkan keseimbangan, sehingga harta yang ditinggalkan tetap dapat mencukupi kebutuhan ahli waris utama yang berhak menerimanya sesuai hukum waris.
Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa berwasiat dengan cara yang benar adalah "haqqan 'alal muttqin" (sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa). Ini menyiratkan bahwa pelaksanaan wasiat bukanlah sekadar tradisi atau adat, melainkan sebuah bentuk ibadah dan manifestasi dari ketakwaan seseorang kepada Allah SWT. Orang yang bertakwa akan selalu berusaha menjalankan perintah-perintah-Nya dan berupaya semaksimal mungkin untuk berbuat kebaikan, termasuk dalam urusan harta yang akan ditinggalkannya.
Melaksanakan wasiat dengan benar menunjukkan kesadaran akan tanggung jawab sosial dan moral. Ini juga menjadi bukti bahwa seseorang peduli terhadap nasib keluarganya dan kerabatnya setelah ia tiada. Dengan berwasiat, seseorang dapat memberikan ketenangan batin karena telah berusaha memenuhi hak-hak yang diwajibkan dan menganjurkan kebaikan.
Meskipun ayat ini turun di masa lalu, ajarannya tetap sangat relevan bagi umat Islam saat ini. Di tengah kompleksitas kehidupan modern, kesadaran untuk berwasiat seringkali terabaikan. Banyak orang menunda atau bahkan tidak pernah membuat wasiat karena berbagai alasan, seperti enggan membicarakan kematian atau ketidakpahaman akan pentingnya. Padahal, wasiat adalah instrumen penting untuk:
Penting untuk memahami bahwa wasiat dalam Islam memiliki batasan, yaitu tidak boleh melebihi sepertiga dari harta warisan, kecuali atas persetujuan seluruh ahli waris. Selain itu, wasiat tidak boleh ditujukan kepada ahli waris yang sudah berhak mendapatkan bagian warisan sesuai hukum faraid, kecuali ada alasan syar'i yang dibenarkan dan disetujui oleh ahli waris lainnya.
QS Al Baqarah ayat 180 memberikan panduan fundamental mengenai kewajiban berwasiat bagi mereka yang menghadapi ajal dan meninggalkan harta. Ayat ini menekankan pentingnya memberikan bagian kepada orang tua dan kerabat dengan cara yang baik, serta mengaitkan pelaksanaan wasiat ini dengan tingkat ketakwaan seseorang. Memahami dan mengamalkan ajaran ini tidak hanya akan memberikan ketenangan bagi yang akan meninggal, tetapi juga berkontribusi pada terjalinnya keharmonisan dan kesejahteraan dalam keluarga serta masyarakat, sejalan dengan nilai-nilai luhur Islam.
Ilustrasi visualisasi tentang menulis wasiat.