Simbol kesetiaan dan ketaatan kepada Allah.
Surah Al-Baqarah, ayat 83, merupakan salah satu ayat kunci dalam Al-Qur'an yang menggarisbawahi pentingnya perjanjian dan kesetiaan seorang hamba kepada Penciptanya. Ayat ini secara ringkas namun mendalam memaparkan esensi dari hubungan antara manusia dan Allah, yang didasarkan pada pengakuan keesaan-Nya dan komitmen untuk tunduk serta taat kepada segala perintah-Nya. Pemahaman mendalam terhadap ayat ini memberikan perspektif berharga tentang bagaimana seharusnya seorang Muslim menjalani kehidupannya, senantiasa menjaga integritas spiritual dan moral.
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ تُعْرِضُونَ
Dan ingatlah ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil, "Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin; serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat." Kemudian kamu berpaling, kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu selalu menjadi pembangkang.
Ayat ini diawali dengan frasa "Dan ingatlah ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil". Penggunaan kata "mītsāq" (janji atau ikrar yang kuat) menunjukkan betapa seriusnya komitmen yang diminta oleh Allah. Perlu dicatat bahwa meskipun ayat ini secara spesifik menyebut Bani Israil, maknanya meluas dan menjadi prinsip universal bagi seluruh umat manusia, khususnya umat Muslim. Allah mengingatkan tentang perjanjian fundamental yang seharusnya dijalani oleh setiap individu yang beriman.
Inti dari perjanjian tersebut adalah penegasan keesaan Allah (tauhid). "Janganlah kamu menyembah selain Allah" adalah fondasi utama dari seluruh ajaran agama samawi. Tanpa pengakuan yang benar terhadap Tuhan Yang Maha Esa, segala bentuk ibadah dan amal kebaikan lainnya tidak akan bernilai di hadapan-Nya. Ini adalah deklarasi ketundukan mutlak kepada Sang Pencipta.
Selanjutnya, ayat ini memaparkan serangkaian perintah yang mencerminkan bagaimana kesetiaan kepada Allah harus tercermin dalam interaksi sosial. Kebaikan kepada orang tua (birrul walidain) adalah perintah yang sangat ditekankan, menempatkannya setelah perintah tauhid. Ini menunjukkan betapa pentingnya peran orang tua dan kewajiban berbakti kepada mereka. Perintah ini juga mencakup hubungan dengan kerabat, anak-anak yatim yang membutuhkan perlindungan, serta orang-orang miskin yang memerlukan bantuan. Semua ini adalah manifestasi dari kasih sayang dan kepedulian yang diajarkan oleh agama.
Lebih lanjut, ayat ini mengajarkan adab dalam berbicara: "serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia". Ini mencakup etika berkomunikasi yang santun, jujur, dan tidak menyakiti perasaan orang lain. Di tengah beragamnya interaksi manusia, menjaga lisan dari perkataan buruk adalah bagian integral dari akhlak seorang Muslim.
Perintah ibadah ritual juga ditegaskan dengan "dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat". Shalat adalah tiang agama yang menghubungkan langsung antara hamba dengan Tuhannya, sementara zakat adalah bentuk ibadah harta yang membersihkan jiwa dan harta, serta membantu meringankan beban kaum fakir miskin. Kedua pilar ini menjadi penanda kuat keimanan seseorang yang terlihat secara lahiriah.
Namun, ayat ini juga menyertakan sebuah realitas pahit: "Kemudian kamu berpaling, kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu selalu menjadi pembangkang." Pernyataan ini menggambarkan kecenderungan manusia untuk mengingkari janji dan perjanjian yang telah dibuatnya dengan Allah. Manusia seringkali lebih mudah terbuai oleh godaan duniawi, kepentingan pribadi, atau hawa nafsu, sehingga melupakan komitmen spiritualnya. Frasa "kecuali sebagian kecil dari kamu" memberikan harapan bahwa selalu ada individu yang teguh memegang janji, namun juga menyadarkan bahwa mayoritas manusia cenderung lalai.
Sikap "berpaling" dan menjadi "pembangkang" membawa konsekuensi spiritual dan temporal. Dalam pandangan Islam, pengingkaran terhadap perjanjian Allah dapat menyebabkan hilangnya keberkahan, kesesatan jalan hidup, dan ketidaktenangan batin. Ayat ini berfungsi sebagai pengingat tegas agar kita senantiasa waspada terhadap diri sendiri, mengintrospeksi komitmen kita kepada Allah, dan berusaha keras untuk tetap berada di jalan yang lurus.
Bagi umat Muslim, QS Al-Baqarah ayat 83 adalah panduan moral dan spiritual yang tak ternilai. Ayat ini mengajarkan bahwa keimanan yang benar tidak hanya sebatas pengakuan lisan, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata yang mencakup ketaatan pada perintah Allah, kebaikan kepada sesama makhluk, dan menjaga adab dalam berinteraksi. Kesetiaan kepada Allah menuntut konsistensi dalam menjalani ajaran-Nya, bahkan ketika dihadapkan pada berbagai godaan dan tantangan.
Memelihara perjanjian dengan Allah adalah manifestasi dari rasa syukur atas nikmat penciptaan dan penegasan identitas sebagai hamba yang berbakti.
Ayat ini mendorong kita untuk senantiasa memeriksa kembali sejauh mana kita telah memenuhi janji-janji kita kepada Allah. Apakah kita benar-benar hanya menyembah-Nya? Apakah kita telah berbuat baik kepada orang tua, kerabat, anak yatim, dan orang miskin? Apakah lisan kita senantiasa dihiasi dengan perkataan yang baik? Apakah kita menjaga kualitas shalat dan menunaikan zakat dengan ikhlas? Dengan merenungkan pertanyaan-pertanyaan ini, kita dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk memperbaiki diri dan memperkuat ikatan kita dengan Allah SWT.