Surah Al-Baqarah, surat terpanjang dalam Al-Qur'an, tidak hanya memuat kisah-kisah nabi dan hukum-hukum syariat, tetapi juga sarat dengan pelajaran moral dan spiritual yang mendalam. Di penghujung surat ini, tepatnya pada ayat 288 dan 289, Allah SWT menyajikan dua ayat yang menjadi penutup yang sangat kuat, mengingatkan umat Islam tentang pentingnya keadilan, keteguhan iman, serta konsekuensi dari tindakan mereka. Ayat-ayat ini memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana seorang mukmin seharusnya bersikap dalam urusan duniawi, terutama yang berkaitan dengan transaksi, hak, dan tanggung jawab.
Ayat 288 Surah Al-Baqarah berbunyi:
Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm. Allażīna ya’kulūnar-ribā lā yaqūmūna illā kamā yaqūmul-lażī yatakhabbaṭuhus-syaiṭānu minal-massi, żālika bi-annahum qālū innamal-bai‘u mitslur-ribā, wa aḥallallāhul-bai‘a wa ḥarramar-ribā. Fa man jā’ahū maū‘iẓatun mir-rabbihī fantasahā fa lahū mā salafa wa amruhū ilallāh, wa man ‘āda fa’ulā’ika aṣ-ḥābun-nār, hum fīhā khālidūn.
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri kecuali seperti orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata, "Sesungguhnya jual beli sama dengan riba." Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diambilnya sebelum itu menjadi miliknya, dan urusannya (dihisab) di sisi Allah. Orang yang mengulanginya, maka mereka adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
Ayat ini secara tegas menjelaskan perbedaan antara jual beli yang halal dan riba yang haram. Perilaku orang yang memakan harta riba digambarkan seperti orang yang kehilangan akal sehat, tidak mampu berdiri tegak, karena harta haram tersebut membawa kegelisahan dan kehancuran. Mereka berdalih bahwa jual beli itu sama dengan riba, sebuah argumen yang menyimpang dari ajaran Allah. Allah menegaskan kembali bahwa Dia menghalalkan segala bentuk perniagaan yang membawa manfaat dan adil, serta mengharamkan segala bentuk eksploitasi ekonomi seperti riba. Poin penting dari ayat ini adalah peringatan Allah dan kesempatan bagi siapa pun yang menyadari kesalahannya untuk berhenti. Jika seseorang berhenti dari praktik riba setelah mendapatkan peringatan, maka apa yang telah ia peroleh sebelumnya akan menjadi haknya, dan pertanggungjawabannya diserahkan kepada Allah. Namun, bagi mereka yang terus-menerus melakukan riba, ancaman neraka yang kekal menanti. Ayat ini menekankan pentingnya kejujuran, keadilan, dan ketaatan pada hukum Allah dalam setiap aspek kehidupan ekonomi.
Melanjutkan dari pembahasan mengenai keadilan, ayat 289 Surah Al-Baqarah beralih pada pentingnya keteguhan hati dan kehati-hatian dalam menjaga hak. Ayat ini berbunyi:
Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm. Yā ayyuhal-lażīna āmanū iżā tadāyantum bidainin ilā ajalim-musammā faktabūh, wal-yaktab bainakum kātibun bil-‘adl, wa lā ya’ba kātibun ay yaktuba kamā ‘allamahullāh, falyaktub, wal-yumlilil-lażī ‘alaihil-ḥaqqu wal-yattaqillāha rabbahū wa lā yabkhas minhu syai’ā. Fa in kānal-lażī ‘alaihil-ḥaqqu safīhan au ḍa‘īfan au lā yastaṭī‘u ay yumlila huwa falyumlil waliyyuhū bil-‘adl. Wastarshidū syahīdaini mir-rijālikum, fa il lam yakūnā rajulaini fa rajulun wamra’atāni mimman tarḍawna minas-syuhadā’i an taḍilla iḥdāhumā fa tużakkira iḥdāhumal-ukhrā. Wa lā ya’bash-syuhadā’u iżā mā du‘ū. Wa lā tas’amū an taktubūhu ṣagīran au kabīran ilā ajalihī, żalikum aqsaṭu ‘indallāhi wa aqwamu lis-syahādati wa adnā allā tartābū. Illā an takūna tijāratan ḥāḍiratan tadīrūnahā bainakum falaisa ‘alaikum junāḥun allā taktubūhā, wa asyhidū iżā tabāya‘tum, wa lā yuḍārra kātibun wa lā syahīd. Wa in taf‘alū fa innahū fusūqunbikum. Wattaqullāh wa yu‘allimukumullāh, wallāhu bikulli syai’in ‘alīm.
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan urusan utang-piutang yang disyaratkan sampai batas waktu tertentu, maka hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah dia menulis. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripada utangnya. Jika orang yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekan atas dasar keadilan. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai, agar jika yang seorang lupa, maka yang seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi menolak apabila dipanggil. Janganlah kamu merasa bosan untuk menuliskannya (baik kecil maupun besar) sampai batas waktunya. Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah, lebih dapat memberikan kesaksian yang kuat, dan lebih menjaga kamu dari keraguan. (Pengecualian berlaku) apabila itu adalah perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka dosa bagimu jika kamu tidak menuliskannya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah dipersulit penulis dan jangan pula saksi. Jika kamu melakukan (yang demikian), maka sesungguhnya itu adalah kefasikan bagimu. Bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarkanmu segalanya. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Ayat ini menekankan pentingnya pencatatan transaksi utang-piutang untuk menghindari perselisihan dan ketidakjelasan di kemudian hari. Allah memerintahkan umat Islam untuk mencatat setiap transaksi utang, baik besar maupun kecil, hingga batas waktu yang ditentukan. Seorang juru tulis harus melakukannya dengan adil, sesuai dengan ajaran Allah. Orang yang berutang diminta untuk jujur dalam mendiktekan jumlah dan tenggat waktu, serta bertakwa agar tidak mengurangi hak pemberi utang. Jika yang berutang tidak mampu, maka walinya yang harus melakukannya. Keberadaan saksi juga ditekankan, dengan ketentuan dua laki-laki, atau seorang laki-laki dan dua perempuan jika hanya itu yang tersedia, demi menjaga keakuratan kesaksian. Ayat ini bukan hanya tentang pencatatan, tetapi juga tentang membangun kepercayaan, keadilan, dan mencegah potensi konflik. Allah mengingatkan agar saksi tidak menolak panggilan mereka dan agar tidak merasa keberatan untuk mencatat transaksi, karena ini adalah cara yang paling adil dan kokoh untuk kesaksian serta menghindari keraguan. Pengecualian diberikan untuk transaksi tunai yang sifatnya langsung, namun tetap dianjurkan untuk memiliki saksi. Ayat ini diakhiri dengan peringatan keras terhadap segala bentuk manipulasi atau pemersulitan dalam pencatatan dan persaksian, karena itu adalah perbuatan fasik yang melanggar perintah Allah. Ketakwaan kepada Allah menjadi kunci utama, karena Dia adalah sumber segala ilmu.
Kedua ayat ini, Surah Al-Baqarah ayat 288 dan 289, saling melengkapi. Ayat 288 berbicara tentang larangan terhadap praktik ekonomi yang merusak dan tidak adil (riba), sementara ayat 289 memberikan panduan praktis tentang bagaimana menjalankan transaksi ekonomi yang sah dengan cara yang adil, transparan, dan tercatat, untuk menjaga hak semua pihak dan memperkuat kepercayaan dalam masyarakat. Keduanya merupakan pelajaran berharga tentang pentingnya menegakkan keadilan, kejujuran, dan ketakwaan dalam setiap aspek kehidupan, terutama yang berkaitan dengan harta benda dan urusan muamalah, sebagai cerminan iman yang kokoh kepada Allah SWT.