Dalam lautan Al-Qur'an, terdapat ayat-ayat yang begitu kaya makna dan mendalam, yang terus menginspirasi dan membimbing umat manusia. Salah satu ayat yang memuat pesan kuat tentang identitas dan tanggung jawab seorang Muslim adalah Surah Al-Baqarah ayat 63. Ayat ini mengingatkan kita pada momen penting dalam sejarah perjanjian Allah dengan Bani Israil, yang sarat dengan pelajaran bagi kita semua.
Ayat ini membawa kita kembali ke masa ketika Allah SWT mengambil janji yang kuat (mītsāq) dari Bani Israil. Janji ini bukan sekadar kesepakatan biasa, melainkan sebuah komitmen mendasar untuk tunduk dan menjalankan perintah Allah. Konteks pengangkatan bukit Thursina (Thūr) di atas mereka merupakan penegasan yang luar biasa, sebuah isyarat kekuatan ilahi yang menunjukkan keseriusan dan imperatif dari janji tersebut. Bani Israil diperintahkan untuk memegang teguh apa yang telah Allah berikan, yaitu Kitab Taurat, dengan sungguh-sungguh (bi quwwatin).
Kata "bi quwwatin" mengandung makna yang sangat luas. Ia tidak hanya berarti memegang kitab suci secara fisik, tetapi juga memahami, mengamalkan, dan menjadikannya sebagai panduan hidup yang kokoh. Ini mencakup komitmen intelektual untuk mempelajari isinya, komitmen emosional untuk mencintai ajarannya, dan komitmen praktis untuk menerapkannya dalam setiap aspek kehidupan. Mengingat isi kitab tersebut (wadzkurū mā fīhi) adalah kunci untuk mencapai tujuan akhir, yaitu ketakwaan (la’allakum tattaqūna). Dengan ketakwaan, seseorang akan mampu menjauhi larangan Allah dan melaksanakan perintah-Nya.
Meskipun ayat ini berbicara tentang Bani Israil, maknanya bersifat universal dan relevan bagi umat Islam hingga akhir zaman. Kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW juga telah mengambil janji yang serupa melalui syahadatain. Kita telah diberi Al-Qur'an sebagai kitab suci yang sempurna dan petunjuk hidup. Kewajiban kita adalah memegang teguh Al-Qur'an ini dengan segenap kekuatan, bukan hanya sebagai bacaan, tetapi sebagai sumber hukum, moral, dan spiritual yang harus diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Mengingat isi Al-Qur'an berarti merenungkan ayat-ayatnya, memahami tafsirnya, dan menghafalnya. Lebih dari itu, ia berarti menghidupkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya: keadilan, kasih sayang, kejujuran, kesabaran, dan ketaatan kepada Allah. Ketakwaan yang menjadi tujuan utama dari pengamalan ini adalah buah dari pemahaman dan pelaksanaan ajaran agama yang benar.
Pengangkatan bukit Thursina di atas kepala Bani Israil adalah pengingat akan kekuasaan Allah yang absolut. Namun, di balik simbol kekuatan itu, terdapat panggilan untuk kerelaan hati dan kepatuhan. Allah tidak menghendaki kepatuhan yang terpaksa karena rasa takut semata, tetapi kepatuhan yang muncul dari kesadaran dan pemahaman akan kebenaran. Ayat ini mengajarkan bahwa iman yang sejati membutuhkan komitmen yang kuat, bukan sekadar pengakuan lisan.
Dalam menghadapi tantangan hidup, kita seringkali membutuhkan kekuatan ekstra untuk tetap berada di jalan yang benar. Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah SAW adalah sumber kekuatan spiritual dan moral kita. Dengan terus belajar, merenung, dan mengamalkan ajaran-Nya, kita akan semakin kokoh dalam ketakwaan, layaknya memegang erat janji ilahi. Surah Al-Baqarah ayat 63 mengingatkan kita untuk tidak pernah melupakan esensi dari perjanjian kita dengan Allah, yaitu memegang teguh ajaran-Nya dengan sepenuh hati dan kekuatan, agar kita senantiasa dalam naungan rahmat dan ridha-Nya, serta menjadi hamba-Nya yang bertakwa.