Ilustrasi keteguhan hati dan hidayah dalam menghadapi ujian.
Kisah para nabi dan umat terdahulu selalu menjadi sumber pelajaran berharga dalam Al-Qur'an. Surah Al-Baqarah, sebagai surah terpanjang, memuat berbagai ayat yang menggugah kesadaran dan memperdalam pemahaman kita tentang Islam. Di antara rentetan ayat yang kaya makna, terdapat ayat 90 hingga 100 yang secara khusus menyoroti respons kaum Bani Israil terhadap kenabian Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, serta kritik terhadap sikap mereka yang seringkali menolak kebenaran meskipun telah menyaksikan bukti-bukti nyata. Ayat-ayat ini tidak hanya sekadar narasi sejarah, melainkan juga memberikan pelajaran relevan bagi umat Muslim di setiap zaman, terutama dalam menghadapi godaan dan tantangan dalam menjaga keimanan.
Surah Al-Baqarah ayat 90 diawali dengan kecaman terhadap kaum Bani Israil yang membeli diri mereka dengan siksa neraka. Mereka menolak apa yang diturunkan Allah kepada Muhammad, bukan karena tidak mengetahui kebenarannya, melainkan karena kedengkian dan kesombongan mereka.
Ayat ini menggambarkan betapa meruginya orang yang menukar kebahagiaan hakiki (surga) dengan kesesatan dan penolakan terhadap wahyu Allah. Kedengkian dan rasa iri hati menjadi motif utama mereka, menunjukkan betapa berbahayanya sifat-sifat negatif tersebut dalam menghalangi seseorang dari menerima kebenaran.
Selanjutnya, ayat 91 dan 92 menceritakan dialog antara kaum Yahudi dan Rasulullah. Ketika diperintahkan untuk beriman kepada Al-Qur'an, mereka bersikeras meminta agar Allah menunjukkan mukjizat seperti yang pernah diberikan kepada nabi-nabi terdahulu, sembari mengaitkannya dengan perkataan Nabi Musa. Namun, Allah menegaskan bahwa mukjizat itu adalah Al-Qur'an itu sendiri, dan meminta mereka untuk beriman.
Permintaan mereka untuk melihat mukjizat yang lain dari Al-Qur'an adalah bentuk penolakan. Allah mengingatkan mereka akan sejarah kelam mereka sendiri, yaitu pembunuhan para nabi dan penyembahan patung anak sapi, yang ironisnya dilakukan oleh orang-orang yang mengaku beriman. Ini menunjukkan inkonsistensi dan kebohongan klaim keimanan mereka.
Selanjutnya, ayat 93 mengingatkan kembali perjanjian yang telah diambil dari Bani Israil, yaitu untuk tidak menumpahkan darah sesama mereka dan mengusir sebagian dari kalangan mereka. Namun, mereka melanggar perjanjian tersebut. Ayat 94-96 mengungkapkan ketakutan luar biasa kaum Yahudi terhadap kematian, sehingga mereka meminta agar Allah mematikan mereka saja jika memang mereka adalah penghuni neraka. Namun, keinginan mereka untuk hidup lebih lama mengalahkan keinginan mereka untuk mati.
Contoh hukuman terhadap pelanggaran perintah Allah, seperti kaum yang dijadikan kera karena melanggar kesucian hari Sabtu, menjadi peringatan keras. Namun, ironisnya, mereka tetap tidak jera dan bahkan meminta mati jika memang diazab, menunjukkan kebingungan dan ketidakmauan mereka untuk berubah.
Pada ayat 97, Allah menegaskan bahwa barangsiapa menjadi musuh Jibril, maka ketahuilah bahwa Jibrillah yang menurunkan Al-Qur'an dengan izin Allah ke dalam hatimu, membenarkan kitab-kitab sebelumnya, menjadi petunjuk, dan kabar gembira bagi orang-orang beriman. Ayat ini sangat penting karena menetapkan kedudukan Jibril sebagai perantara wahyu dan Al-Qur'an sebagai kitab yang sempurna.
Ayat 98 melanjutkan dengan menjelaskan konsekuensi bagi siapa saja yang menentang Allah dan rasul-rasul-Nya, yaitu akan mendapat azab yang pedih. Ayat 99 menegaskan bahwa Allah telah menurunkan ayat-ayat yang jelas, dan hanya orang-orang fasik (pembangkang) yang mengingkarinya.
Ayat 100 kemudian merujuk kembali pada kaum ahli kitab. Allah bertanya, mengapa mereka tidak beriman, padahal telah datang kepada mereka seorang Rasul (Muhammad) yang menjelaskan kepada mereka (ayat-ayat Allah) dalam keadaan yang terang.
Dialog ini menunjukkan kekecewaan Allah atas sikap kaum Yahudi yang terus menerus ingkar janji dan menolak kebenaran, padahal telah datang penjelasan yang gamblang dari Rasulullah.
Surah Al-Baqarah ayat 90-100 memberikan pelajaran fundamental tentang bahaya kedengkian, kesombongan, dan ketidakmauan untuk menerima kebenaran. Kaum Bani Israil yang memiliki kitab suci dan leluhur para nabi, justru menjadi contoh bagaimana penolakan terhadap wahyu yang baru bisa datang justru membawa pada kehancuran diri.
Bagi umat Muslim, ayat-ayat ini adalah pengingat untuk senantiasa memeriksa hati. Apakah kita menerima Al-Qur'an dan ajaran Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan lapang dada, atau justru ada bisikan kesombongan dan kedengkian yang menghalangi? Keimanan yang sejati harus dibuktikan dengan ketaatan dan penerimaan yang tulus terhadap petunjuk Allah, bukan sekadar klaim lisan.
Lebih lanjut, ayat-ayat ini mengajarkan pentingnya menjaga perjanjian dengan Allah, menjauhi perbuatan maksiat, dan selalu berlindung pada rahmat dan karunia-Nya. Dengan memahami dan merenungkan Surah Al-Baqarah ayat 90-100, semoga kita semakin mantap dalam keimanan dan senantiasa berada di jalan kebenaran yang diridhai Allah.