Kajian Intensif Surah Al-Lahab (Al-Masad)

Menjawab Tuntas Jumlah Ayat, Konteks Sejarah, dan Hikmah Ilahiah

Surah Al-Lahab Terdiri Dari Berapa Ayat? Jawaban Mutlak dan Klasifikasi

Pertanyaan mengenai struktur Surah dalam Al-Qur’an seringkali menjadi titik awal dalam memahami kedalaman wahyu. Salah satu surah pendek yang memiliki dampak teologis dan historis sangat besar adalah Surah Al-Lahab. Surah ini dikenal juga dengan nama Surah Al-Masad (Serabut Sabut/Tali dari Sabut).

Untuk menjawab pertanyaan kunci: Surah Al-Lahab (Al-Masad) terdiri dari lima (5) ayat. Surah ini merupakan surah ke-111 dalam susunan mushaf Utsmani. Karena diturunkan di Makkah, jauh sebelum peristiwa Hijrah, Surah Al-Lahab diklasifikasikan sebagai Surah Makkiyah.

Meskipun terbilang pendek, setiap ayat dalam Surah Al-Lahab memuat sejarah, ramalan, dan kepastian hukuman Ilahi terhadap salah satu penentang paling sengit dari risalah Nabi Muhammad ﷺ, yaitu Abu Lahab dan istrinya, Umm Jamil. Kedudukan surah ini sangat unik karena merupakan satu-satunya surah dalam Al-Qur’an yang menyebutkan nama individu yang ditakdirkan celaka secara eksplisit.

Tabel Ringkas Informasi Surah

Konteks Historis: Asbabun Nuzul Surah Al-Lahab

Untuk memahami mengapa Allah menurunkan lima ayat yang begitu tegas dan lugas ini, kita harus kembali ke masa-masa awal dakwah di Makkah, ketika perintah untuk berdakwah secara terang-terangan baru saja diturunkan (setelah sebelumnya dakwah dilakukan secara sembunyi-sembunyi). Peristiwa pemicu (Asbabun Nuzul) surah ini diriwayatkan dalam berbagai sumber otoritatif, termasuk Bukhari dan Muslim.

Peristiwa di Bukit Safa

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, ketika turun ayat, "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat" (QS. Asy-Syu'ara: 214), Nabi Muhammad ﷺ naik ke bukit Safa. Di sana, beliau mulai berseru keras, memanggil kabilah Quraisy—satu per satu. Setelah kabilah-kabilah berkumpul, beliau bertanya:

"Bagaimana pendapat kalian, jika aku memberitakan bahwa ada pasukan berkuda yang akan menyerang kalian dari balik lembah ini, apakah kalian akan memercayaiku?"

Mereka menjawab serempak, "Ya, kami belum pernah mendengar engkau berbohong."

Kemudian, Nabi ﷺ melanjutkan, "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan bagi kalian sebelum datangnya azab yang pedih."

Mendengar pernyataan tegas dan pengakuan keesaan Allah yang disampaikan oleh keponakannya sendiri, paman Nabi, Abdul Uzza bin Abdul Muthalib (yang dikenal sebagai Abu Lahab), melompat dan berkata dengan marah, mengeluarkan sumpah serapah yang sangat keji:

تَبًّا لَكَ سَائِرَ الْيَوْمِ أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا؟

Artinya: "Celaka kamu sepanjang hari ini! Apakah hanya untuk ini kamu mengumpulkan kami?"

Akibat dari caci maki dan penentangan frontal yang dilakukan oleh anggota keluarga terdekat Nabi inilah, lima ayat Surah Al-Lahab segera diturunkan sebagai jawaban langsung dari langit, menetapkan kehancuran Abu Lahab di dunia dan di akhirat.

Keunikan Abu Lahab sebagai Musuh

Dalam sejarah Islam awal, Nabi Muhammad ﷺ menghadapi banyak musuh besar (seperti Abu Jahal, Walid bin Mughirah). Namun, Al-Qur’an memilih untuk menamakan surah ini dan mengecam secara eksplisit hanya kepada Abu Lahab. Hal ini terjadi karena penentangan Abu Lahab memiliki dimensi yang sangat menyakitkan: ia adalah paman Nabi, dan penentangannya di masa-masa awal dakwah memberikan legitimasi bagi musuh-musuh luar untuk meremehkan ajaran baru ini. Penentangan Abu Lahab bersifat keluarga, ideologis, dan sosial.

Ilustrasi Api Neraka dan Hukuman Representasi simbolis dari api neraka (Lahab) yang dijanjikan dalam Surah Al-Lahab. نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ Api yang Berpijar

Gambar 1: Simbolisasi Api yang Berpijar (Narandzaata Lahab), sebagai janji hukuman. (Alt text: Ilustrasi Api Neraka dan Hukuman)

Analisis Tafsir Lima (5) Ayat Surah Al-Lahab

Setiap dari lima ayat ini memiliki makna teologis dan linguistik yang mendalam, menunjukkan kepastian takdir yang telah ditetapkan bagi mereka yang menentang kebenaran setelah kebenaran itu jelas terlihat.

Ayat 1: Kepastian Kehancuran

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ

*(Tabbat yadā Abī Lahabin wa tabb)*

Artinya: Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.

Makna Kata Kunci (Tabbat)

Kata kunci di sini adalah *Tabbat* (تَبَّتْ). Secara harfiah berarti 'telah binasa', 'telah rugi', atau 'telah kering'. Penggunaan kata 'tangan' (*yada*) merujuk pada kekuasaan, perbuatan, atau upaya yang dilakukan oleh seseorang. Tafsir klasik, seperti yang diungkapkan oleh Imam At-Tabari, menjelaskan bahwa ini adalah doa (dalam bentuk berita) dari Allah agar segala upaya dan rencana jahat Abu Lahab untuk menghalangi dakwah Nabi ﷺ menjadi sia-sia.

Ayat 2: Kehampaan Kekayaan

مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ

*(Mā aghnā ‘anhu māluhū wa mā kasab)*

Artinya: Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang ia usahakan (anak-anaknya).

Harta dan Usaha (Mā Kasab)

Abu Lahab adalah salah satu tokoh Quraisy yang kaya raya dan memiliki status sosial tinggi. Ayat kedua dari lima ayat ini menegaskan bahwa semua kelebihan materialnya—kekayaan, kedudukan, bahkan anak-anaknya—tidak akan bisa menyelamatkannya dari siksa Allah. Ibnu Katsir menafsirkan *‘wa mā kasab’* sebagai anak-anaknya, karena dalam tradisi Arab, anak-anak dianggap sebagai hasil usaha terpenting seorang laki-laki.

Ayat ini mengajarkan pelajaran fundamental bahwa hubungan darah, kekayaan duniawi, atau jabatan politik tidak bernilai di hadapan kebenaran tauhid. Dalam konteks Mekkah, di mana status sosial sangat menentukan, penolakan total terhadap kekayaan Abu Lahab ini merupakan penghinaan yang sangat besar.

Ayat 3: Masuk ke Api yang Berpijar

سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ

*(Sayaṣlā nāran dhāta lahab)*

Artinya: Kelak dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (yang mempunyai nyala).

Pilihan Nama yang Sempurna

Ayat ketiga ini adalah puncak hukuman dan sekaligus menjadi alasan mengapa surah ini dinamakan Al-Lahab (Api yang Berpijar). Ada permainan kata (pun) yang elegan di sini: Abu Lahab, yang secara harfiah berarti "Bapak Api/Api yang Menyala-nyala," ditakdirkan untuk memasuki *Nāran dhāta lahab* (api yang memiliki api yang menyala-nyala).

Penamaan ini menunjukkan kesempurnaan dan keadilan Ilahi. Julukan duniawinya, yang mungkin ia banggakan, berubah menjadi label kehinaan dan takdir azabnya di akhirat. Ini adalah ramalan definitif yang terpenuhi sebelum kematiannya. Karena Surah ini terdiri dari lima ayat, ketegasan ayat ketiga ini berfungsi sebagai inti peringatan.

Ayat 4: Peran Sang Istri

وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ

*(Wamra’atuhū ḥammālatal-ḥaṭab)*

Artinya: Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar.

Siapakah Umm Jamil?

Ayat keempat ini memperkenalkan tokoh kedua dalam drama hukuman ini: istri Abu Lahab, Arwa bint Harb, saudara perempuan dari Abu Sufyan (sebelum Abu Sufyan masuk Islam). Julukannya dalam Al-Qur’an adalah *Hammālat al-Ḥaṭab* (Pembawa Kayu Bakar).

Para mufassir memberikan dua interpretasi utama mengenai julukan ini:

  1. Interpretasi Literal: Ia akan membawa kayu bakar secara fisik di Neraka, untuk ditambahkan ke dalam api yang membakar suaminya.
  2. Interpretasi Metaforis (Paling Populer): Ia adalah pembawa fitnah, penyebar kabar buruk, dan penghasut perselisihan. Kayu bakar adalah metafora untuk penyebaran kebohongan dan gosip yang bertujuan memanaskan permusuhan dan menyulut api fitnah terhadap Nabi Muhammad ﷺ. Ia kerap menaruh duri dan kotoran di jalan yang dilewati Nabi untuk menyakiti beliau.

Keterlibatan istri dalam hukuman ini menegaskan bahwa penentangan terhadap kebenaran sering kali merupakan upaya timbal balik, melibatkan pasangan hidup yang saling mendukung dalam dosa dan kekufuran. Ini menunjukkan bahwa dari lima ayat, dua di antaranya secara langsung mengecam peran aktif istri dalam kejahatan suaminya.

Ayat 5: Simbol Kehinaan Abadi

فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍ

*(Fī jīdihā ḥablum mim masad)*

Artinya: Di lehernya ada tali dari sabut.

Penutup yang Menghinakan (Masad)

Ayat kelima, yang juga memberikan nama alternatif surah ini (Al-Masad), adalah penutup yang sangat puitis dan menghinakan. *Masad* adalah tali yang dipilin dari serat kasar pohon kurma atau palma. Tali ini biasanya digunakan oleh orang miskin atau budak.

Mengapa tali dari sabut? Umm Jamil adalah wanita bangsawan, yang seharusnya memakai kalung mahal atau perhiasan. Dalam konteks Neraka, Allah menghinanya dengan menggantikan kalungnya yang berharga dengan tali sabut kasar yang melilit lehernya. Hal ini memiliki beberapa makna:

Kedalaman Linguistik dan Retorika Surah yang Terdiri dari Lima Ayat Ini

Meskipun Surah Al-Lahab hanya terdiri dari lima ayat, ia adalah mahakarya retorika Al-Qur’an yang menunjukkan *I'jaz* (kemukjizatan). Analisis linguistik menyingkap lapisan-lapisan makna yang menegaskan kesempurnaan pesan Ilahi.

1. Teknik Pengulangan dan Penegasan (*Tabbat*)

Ayat pertama menggunakan pengulangan kata *tabb* (*Tabbat yadā Abī Lahabin wa tabb*). Pengulangan ini bukan sekadar penekanan, tetapi penegasan bahwa kehancuran itu bersifat menyeluruh dan pasti: kehancuran upaya/aksi (tangan) dan kehancuran diri/nasib (dia). Dalam bahasa Arab klasik, pengulangan ini menguatkan makna hingga batas maksimal, memastikan bahwa tidak ada jalan keluar bagi Abu Lahab.

2. Harmoni Nama (*Lahab* dan *Nar*)

Seperti yang telah disebutkan, penggunaan kata *lahab* (nyala api) untuk menunjuk Abu Lahab dan kemudian menjanjikannya *nāran dhāta lahab* (api yang memiliki nyala) adalah contoh harmonisasi linguistik yang luar biasa. Ini adalah teknik yang memberikan resonansi antara nama individu di dunia dan takdir azabnya di akhirat. Hal ini menambah dimensi kepastian dan olok-olok Ilahi terhadap mereka yang sombong.

3. Pilihan Kata yang Spesifik (*Masad*)

Mengapa ayat terakhir dari lima ayat ini menggunakan kata *Masad* (tali sabut)? Al-Qur'an memiliki kosakata yang kaya untuk "tali" (misalnya *habl*, *wathāq*). Namun, *Masad* secara khusus merujuk pada tali yang terbuat dari serat kasar dan murahan. Pilihan kata ini berfungsi ganda:

Keseimbangan antara lima ayat ini—dimulai dengan ancaman fisik/duniawi, lalu penolakan material, janji api, hukuman bagi istri, dan diakhiri dengan simbol penghinaan—menunjukkan struktur naratif yang sempurna dalam Surah Makkiyah yang sangat pendek.

Ilustrasi Tali Sabut (Masad) Representasi simbolis tali sabut yang kasar melilit leher, merujuk pada ayat kelima Surah Al-Lahab. حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍ Tali dari Sabut (Simbol Kehinaan)

Gambar 2: Simbol Tali Sabut (Hablum mim Masad) di leher. (Alt text: Ilustrasi Tali Sabut (Masad))

Studi Komparatif Tafsir Surah Al-Lahab (5 Ayat)

Meskipun jumlah ayatnya pasti (lima), interpretasi terhadap nuansa makna surah ini oleh ulama besar memberikan pemahaman yang lebih kaya mengenai konteks hukum, teologi, dan moral. Kita akan membandingkan pendekatan dari beberapa Mufassirin utama.

1. Pendekatan Imam Ibnu Katsir (Fokus pada Ramalan dan Kepastian)

Ibnu Katsir dalam tafsirnya sangat menekankan dimensi ramalan (nubuwah) dari Surah Al-Lahab. Ia berargumen bahwa penamaan Abu Lahab secara eksplisit dan janji azab yang pasti, sementara dia masih hidup, adalah bukti nyata kemukjizatan Al-Qur’an. Tidak mungkin Abu Lahab beriman setelah surah ini turun. Jika dia beriman, maka ramalan Al-Qur’an akan salah. Karena dia tetap kafir dan meninggal dalam keadaan kafir, ini membenarkan setiap dari lima ayat tersebut.

Ibnu Katsir juga cenderung menguatkan penafsiran bahwa *Hammālat al-Ḥaṭab* merujuk pada tindakan Umm Jamil yang meletakkan duri di jalan Nabi ﷺ, selain interpretasi metaforisnya sebagai pembawa fitnah.

2. Pendekatan Imam At-Tabari (Fokus pada Sejarah dan Bahasa)

Imam Muhammad bin Jarir At-Tabari (w. 310 H) fokus pada konteks historis dan analisis bahasa yang ketat. Dalam tafsirnya, Jami' al-Bayan, At-Tabari membahas secara detail perbedaan pendapat mengenai makna *tabb*. Ia menyimpulkan bahwa makna yang paling kuat adalah *al-khusrān* (kerugian atau kehancuran total).

At-Tabari juga memberikan perhatian khusus pada peristiwa Bukit Safa, memastikan pembaca memahami bahwa lima ayat ini adalah respons ilahi yang cepat terhadap penghinaan publik. Baginya, penekanan Surah ini adalah pada *‘Adl* (Keadilan) Allah dalam membalas kejahatan yang dilakukan secara terbuka.

3. Pendekatan Imam Al-Qurtubi (Fokus pada Hukum dan Fiqh)

Imam Al-Qurtubi (w. 671 H) dalam tafsirnya, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, cenderung membahas implikasi hukum dan doktrin. Ia mengangkat isu penting: Apakah boleh mengutuk seseorang secara spesifik (seperti yang dilakukan Surah ini terhadap Abu Lahab)?

Al-Qurtubi menjelaskan bahwa kasus Abu Lahab adalah pengecualian. Kutukan ini datang langsung dari Allah, karena Abu Lahab telah mencapai tingkat penentangan yang tak terpulihkan, dan Allah telah mengetahui akhir hidupnya. Oleh karena itu, Surah Al-Lahab tidak dijadikan dalil umum untuk mencaci maki musuh secara spesifik dengan nama, kecuali jika Allah sendiri yang telah menetapkan kehancuran mereka.

Seluruh mufassirin sepakat pada satu hal utama: surah ini terdiri dari lima ayat yang padat, setiap ayatnya berfungsi sebagai pukulan telak yang terarah, memastikan kehancuran total baik material maupun spiritual bagi pasangan yang menentang kebenaran.

4. Dimensi Teologis: Hubungan Darah dan Iman

Salah satu pelajaran teologis terpenting yang diangkat dari kelima ayat Surah Al-Lahab adalah bahwa hubungan darah (kerabat) tidak akan pernah menggantikan hubungan akidah (iman). Abu Lahab adalah paman Nabi, salah satu keluarga terdekat. Namun, penentangannya yang brutal memutus ikatan keluarga demi ikatan keimanan.

Surah ini menjadi dalil keras bagi konsep Al-Wala' wal Bara' (Loyalitas dan Pelepasan Diri). Loyalitas adalah pada keimanan, dan pelepasan diri adalah dari kekufuran, meskipun yang melakukan kekufuran adalah kerabat terdekat. Ini adalah pengajaran inti yang harus dipegang teguh oleh setiap Muslim.

Hikmah dan Pelajaran yang Terkandung dalam Lima Ayat Al-Lahab

Meskipun konteks Surah ini sangat spesifik kepada Abu Lahab dan istrinya, hikmah yang terkandung di dalamnya bersifat universal dan abadi. Setiap dari lima ayat tersebut mengajarkan kita prinsip-prinsip penting dalam menghadapi perjuangan menegakkan kebenaran.

1. Kepastian Janji dan Ancaman Allah

Lima ayat ini adalah bukti pasti bahwa janji dan ancaman Allah adalah kebenaran mutlak. Ramalan mengenai nasib Abu Lahab terbukti secara faktual. Ini menguatkan iman kaum Muslimin saat itu bahwa janji surga bagi mereka yang beriman dan ancaman neraka bagi yang kafir adalah hal yang pasti akan terjadi.

2. Nilai Duniawi yang Fana

Ayat kedua menekankan bahwa kekayaan, kekuasaan, dan popularitas (apa yang dia usahakan) tidak akan memberikan perlindungan di hadapan murka Allah. Ini mengingatkan umat Islam untuk tidak terpedaya oleh gemerlap harta atau status sosial, sebab hanya ketakwaanlah yang menjadi penentu status di sisi-Nya.

3. Kecepatan Pembalasan Ilahi

Surah ini diturunkan segera setelah tindakan penghinaan Abu Lahab. Ini menunjukkan bahwa Allah Maha Cepat dalam perhitungan-Nya dan bahwa Dia akan membela para utusan-Nya secara langsung. Ini memberikan ketenangan bagi para dai yang merasa teraniaya, bahwa pembelaan Allah akan datang tepat pada waktunya.

4. Dampak Buruk dari Fitnah

Pengecaman terhadap Umm Jamil sebagai "pembawa kayu bakar" mengajarkan bahaya dari penyebaran fitnah, kebohongan, dan hasutan. Fitnah disamakan dengan bahan bakar api neraka, menunjukkan betapa besar dosanya di sisi Allah. Jika dalam lima ayat yang singkat ia diberi porsi hukuman yang spesifik, ini menunjukkan betapa seriusnya kejahatan lisan dan sosial ini.

5. Pentingnya Ketegasan dalam Akidah

Surah ini memerintahkan umat Islam untuk tegas dalam memisahkan diri dari kekufuran, bahkan jika pelakunya adalah anggota keluarga. Tidak ada kompromi dalam masalah tauhid dan kerasulan. Pengalaman Nabi sendiri mengajarkan bahwa pertalian akidah lebih kuat daripada pertalian darah.

Ringkasan Hikmah Lima Ayat

Oleh karena itu, meskipun Surah Al-Lahab sering dianggap sebagai surah "kutukan," ia sebenarnya adalah surah yang penuh dengan keadilan dan pengajaran moral yang fundamental tentang kesia-siaan materialisme, bahaya fitnah, dan keharusan mengutamakan iman di atas ikatan duniawi.

Penutup: Keagungan Surah yang Hanya Terdiri dari 5 Ayat

Setelah meninjau secara mendalam konteks sejarah, tafsir, analisis linguistik, dan hikmah, dapat disimpulkan kembali dengan pasti bahwa Surah Al-Lahab (Al-Masad) terdiri dari lima (5) ayat.

Kelima ayat ini berdiri sebagai monumen kebenaran, menjadi saksi bisu atas perjuangan dakwah Nabi Muhammad ﷺ di Makkah. Ia bukan sekadar catatan sejarah, melainkan peringatan yang abadi bagi setiap orang yang menggunakan kekuasaan, kekayaan, atau status sosial mereka untuk menghalangi jalan Allah dan menyebarkan fitnah terhadap kebenaran.

Surah Al-Lahab mengajarkan bahwa nasib seseorang ditentukan oleh pilihan dan tindakannya, bukan oleh garis keturunan atau harta bendanya. Bagi setiap Muslim yang merenungkan surah ini, lima ayat pendek ini menjadi pengingat tegas akan kepastian hari perhitungan, di mana setiap usaha, setiap harta, dan setiap kata-kata fitnah akan dihitung dan dibalas dengan setimpal.

Kajian Mendalam Tambahan: Isu-Isu Fiqh dan Akidah Terkait Al-Lahab

Kedalaman Surah yang terdiri dari lima ayat ini sering kali memicu diskusi lebih lanjut di kalangan ulama mengenai isu-isu akidah, khususnya terkait takdir dan keimanan. Bagian ini akan membahas beberapa isu yang sering muncul dalam diskusi keilmuan Islam terkait Surah Al-Lahab.

Isu Takdir dan Kehendak Bebas

Surah Al-Lahab menyebutkan nasib kekal Abu Lahab saat ia masih hidup. Hal ini menimbulkan pertanyaan: Apakah Abu Lahab memiliki kesempatan untuk beriman, atau apakah nasibnya sudah ditetapkan tanpa ada pilihan? Para ulama Ahlus Sunnah Wal Jama'ah menjelaskan bahwa ayat ini tidak menafikan kehendak bebas (Ikhtiyar) Abu Lahab, melainkan mengkonfirmasi Ilmu Allah yang Maha Tahu (Ilm al-Azali).

Allah SWT tahu dengan pasti bahwa Abu Lahab akan menolak kebenaran hingga akhir hayatnya, berdasarkan kehendak bebas yang dimilikinya. Surah ini diturunkan sebagai mukjizat dan ujian: Abu Lahab bisa saja berpura-pura masuk Islam untuk membuktikan Al-Qur'an salah, namun ia memilih untuk mempertahankan kekafirannya, yang membuktikan kebenaran lima ayat tersebut secara sempurna. Dengan demikian, Surah ini menjadi salah satu dalil kuat tentang kesempurnaan ilmu Allah.

Perbandingan dengan Surah Makkiyah Lainnya

Al-Lahab, yang terdiri dari lima ayat, memiliki kesamaan tema dengan surah-surah Makkiyah yang sangat pendek lainnya, seperti Al-Kafirun (enam ayat) dan Al-Kautsar (tiga ayat). Karakteristik surah-surah Makkiyah pendek ini adalah fokus yang tajam pada:

Al-Lahab secara spesifik berfungsi sebagai pembelaan kerasulan. Di tengah ejekan dan fitnah, Allah langsung turun tangan membela utusan-Nya, menjadikan ini sebuah pelajaran tentang dukungan Ilahi bagi para pengemban risalah.

Etika Penggunaan Nama dalam Al-Qur'an

Mengapa nama Abu Lahab digunakan, tetapi nama musuh-musuh lain seperti Abu Jahal tidak? Ada beberapa pandangan mengenai hal ini:

  1. Status Kekeluargaan: Seperti yang sudah dibahas, statusnya sebagai paman membuat penentangannya jauh lebih merusak dakwah di mata publik. Pengecaman nama menegaskan bahwa kebenaran di atas segalanya.
  2. Nama Panggilan vs. Nama Asli: *Abu Lahab* adalah julukannya, merujuk pada temperamennya yang keras dan wajahnya yang merah (seperti api). Penggunaan julukan ini (Father of Flame) yang kemudian dihubungkan dengan *Narandzaata Lahab* (Api yang memiliki nyala) menambah nilai retoris dan hukuman yang terpersonalisasi.

Kasus Abu Lahab dalam lima ayat ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an tidak ragu untuk menyebut secara spesifik, jika penyebutan tersebut diperlukan untuk menegaskan takdir dan membuktikan kemukjizatan wahyu.

Peringatan Terhadap Kemewahan Palsu

Ayat kelima yang berbicara tentang *Masad* (tali sabut) pada leher Umm Jamil harus dilihat dalam konteks masyarakat Makkah yang sangat mencintai perhiasan. Umm Jamil dikenal memiliki kalung yang sangat indah dan mahal. Ia pernah bersumpah akan menjual kalungnya itu untuk mendanai peperangan melawan Nabi Muhammad ﷺ.

Oleh karena itu, hukuman tali sabut yang melilit lehernya adalah pembalasan yang setimpal (mencolok) terhadap kesombongan materinya. Perhiasan duniawinya yang berharga digantikan oleh tali hina yang menjadi beban dan simbol siksa di akhirat. Ini adalah pesan penting tentang bagaimana Allah membalikkan nilai-nilai yang diagungkan oleh kaum kafir.

Secara keseluruhan, Surah Al-Lahab, meskipun hanya terdiri dari lima ayat, memberikan pelajaran tak terbatas mengenai keadilan Ilahi, kepastian janji akhirat, dan pentingnya ketegasan dalam memegang teguh akidah di tengah badai permusuhan duniawi. Lima ayat ini adalah fondasi keimanan dan keyakinan akan kemenangan kebenaran.

🏠 Homepage