Surah Al-Lahab Termasuk Surah Apa? Klasifikasi Dasar
Pertanyaan mengenai klasifikasi Surah Al-Lahab adalah fundamental dalam studi ilmu-ilmu Al-Qur'an, khususnya dalam konteks pembagian berdasarkan masa turunnya wahyu. Secara definitif, Surah Al-Lahab termasuk surah Makkiyyah. Klasifikasi ini didasarkan pada kesepakatan ulama dan riwayat yang kuat mengenai konteks penurunan surah tersebut.
Surah Al-Lahab, yang juga dikenal sebagai Surah Al-Masad, adalah surah ke-111 dalam urutan mushaf Utsmani. Ia terdiri dari lima ayat yang singkat namun padat makna. Penempatannya berada di bagian akhir Al-Qur'an, yaitu pada Juz 'Amma (Juz ke-30). Surah ini merupakan salah satu dari surah-surah pendek (disebut Al-Mufassal) yang diturunkan pada fase awal dakwah Nabi Muhammad ﷺ di Makkah.
Karakteristik Utama Surah Makkiyyah
Untuk memahami mengapa Surah Al-Lahab diklasifikasikan sebagai Makkiyyah, kita harus meninjau ciri-ciri umum surah-surah yang diturunkan sebelum hijrah ke Madinah:
- Fokus pada Tauhid (Keesaan Allah): Mengajak kepada pengesaan Allah dan menolak segala bentuk syirik. Meskipun Al-Lahab berfokus pada individu, tujuannya adalah menegaskan kekuasaan mutlak Allah atas nasib manusia, terlepas dari status sosial dan kekayaan.
- Pembahasan Hari Kiamat dan Akherat: Menekankan pembalasan, surga, dan neraka. Dalam Al-Lahab, ancaman neraka (naran dhati lahab) diungkapkan secara eksplisit.
- Gaya Bahasa yang Kuat dan Puitis: Menggunakan gaya retorika yang berapi-api dan kalimat yang pendek, sesuai dengan kebutuhan retorika untuk menarik perhatian masyarakat Arab pada masa itu.
- Bercerita tentang Nabi-Nabi Terdahulu: Meskipun Al-Lahab tidak mencakup kisah nabi terdahulu, ia berfungsi sebagai kisah peringatan lokal yang sebanding dengan kisah-kisah kaum terdahulu yang menentang nabinya.
- Pembantahan terhadap Kaum Musyrikin: Surah-surah Makkiyah seringkali secara langsung menantang dan membantah argumentasi para penentang dakwah, sebagaimana Al-Lahab menantang Abu Lahab.
Al-Qur'an sebagai sumber klasifikasi dan wahyu yang abadi.
Latar Belakang Historis (Asbabun Nuzul) Surah Al-Lahab
Tidak mungkin membahas Surah Al-Lahab tanpa merujuk pada latar belakang spesifik penurunannya. Surah ini diturunkan sebagai respons langsung terhadap penentangan terbuka dan keji dari paman Nabi Muhammad ﷺ sendiri, yaitu Abu Lahab, nama aslinya adalah Abdul Uzza bin Abdul Muthalib.
Peristiwa di Bukit Shafa
Menurut riwayat yang terkenal (termasuk dalam Sahih Bukhari dan Muslim), Surah Al-Lahab diturunkan setelah peristiwa permulaan dakwah terang-terangan (jahr). Setelah menerima perintah untuk memperingatkan kaum kerabat terdekatnya, Rasulullah ﷺ naik ke Bukit Shafa dan berseru kepada suku-suku Quraisy. Beliau memberikan perumpamaan: jika beliau memberi kabar bahwa musuh akan menyerang mereka esok hari, apakah mereka akan mempercayainya?
Mereka menjawab, "Tentu saja, kami tidak pernah mendapati engkau berbohong."
Nabi ﷺ kemudian menyatakan bahwa beliau adalah seorang pemberi peringatan tentang azab yang pedih. Saat itulah, paman beliau, Abu Lahab, berdiri dan berkata dengan nada mencemooh dan marah:
"Celakalah engkau! Apakah hanya untuk ini engkau mengumpulkan kami?" (Tabban laka! Ali Hadza Jama’tana?)
Ucapan Abu Lahab ini, yang secara harfiah berarti "celaka atau binasalah engkau", merupakan penghinaan publik yang sangat menyakitkan. Sebagai tanggapan langsung terhadap kutukan dan penentangan keras dari kerabat terdekat Nabi, lima ayat Surah Al-Lahab diturunkan, membalikkan kutukan tersebut kembali kepada Abu Lahab.
Signifikansi Oposisi Abu Lahab
Penentangan dari Abu Lahab memiliki bobot yang jauh lebih berat daripada penentangan dari musuh luar. Sebagai paman dari pihak ayah, Abu Lahab seharusnya menjadi pelindung (hâmi) Nabi, terutama setelah wafatnya Abu Thalib. Kenyataan bahwa musuh terbesar Nabi datang dari inti keluarganya sendiri membuat Surah ini menjadi sangat personal dan profetik. Surah ini bukan sekadar peringatan; ini adalah deklarasi ilahi mengenai kegagalan total Abu Lahab di dunia dan di akhirat.
Penolakan Abu Lahab terhadap keponakannya didorong oleh:
- Iri Hati dan Kecemburuan: Ia iri terhadap kenabian Muhammad, merasa bahwa kehormatan tersebut seharusnya jatuh kepada pemimpin Quraisy yang lebih tua atau lebih kaya.
- Ketakutan Hilangnya Kekuasaan: Ajaran Tauhid mengancam status quo dan dominasi kaum Quraisy yang kaya, yang kekuatannya didasarkan pada penyembahan berhala.
- Keras Kepala dan Keangkuhan: Ia sangat terikat pada tradisi nenek moyang dan menolak tunduk pada risalah baru.
Oleh karena itu, Surah Al-Lahab adalah Surah Makkiyyah yang unik, karena ia memberikan kepastian hukuman pada individu spesifik yang namanya diabadikan dalam api neraka, sekaligus memberikan penghiburan kepada Rasulullah ﷺ bahwa penentang terdekatnya pun tidak akan luput dari perhitungan ilahi.
Tafsir Ayat demi Ayat Surah Al-Lahab
Meskipun singkat, Surah Al-Lahab menyimpan kedalaman bahasa dan tafsir yang luas. Para ulama tafsir telah menganalisis setiap kata untuk mengungkapkan makna nubuat yang terkandung di dalamnya.
Ayat 1: Celakalah Kedua Tangan Abu Lahab
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
Terjemah: Celakalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar celaka dia.
Kata kunci di sini adalah تَبَّتْ (Tabbat) yang berarti binasa, merugi, atau celaka. Ini adalah kutukan yang datang dari Allah sebagai respons terhadap kutukan yang diucapkan Abu Lahab di bukit Shafa.
- Yada (Kedua Tangan): Tangan sering kali melambangkan usaha, kerja, dan kekuasaan. Kutukan terhadap ‘kedua tangan’ berarti seluruh upaya dan kekuasaan Abu Lahab dalam menentang Islam akan sia-sia dan binasa.
- Wa Tabb (Dan benar-benar celaka dia): Pengulangan ini (celaka dan benar-benar celaka) menegaskan kepastian dan totalitas kehancuran Abu Lahab. Ulama menafsirkan Tabbat yang pertama merujuk pada kerugian di dunia (usahanya gagal), dan wa Tabb yang kedua merujuk pada kerugian di akhirat (masuk neraka).
Ayat 2: Harta dan Usahanya Sia-Sia
مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
Terjemah: Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang ia usahakan.
Ayat ini menyasar sumber utama kesombongan Abu Lahab dan para pembesar Quraisy: kekayaan dan status sosial. Di Makkah, kekayaan adalah segalanya, namun Al-Qur'an menyatakan bahwa di hadapan keadilan Ilahi, semua itu tidak berharga.
- Māluhu (Hartanya): Meliputi semua kekayaan materi yang ia kumpulkan.
- Wa mā kasab (Dan apa yang ia usahakan): Ini ditafsirkan oleh sebagian ulama sebagai anak-anaknya atau kedudukannya. Anak-anak yang ia harap dapat membantunya atau membelanya di hari kiamat tidak akan mampu melakukannya. Ini kontras dengan budaya Arab di mana jumlah anak laki-laki adalah sumber kekuatan dan kehormatan.
Ayat 3: Dia Akan Masuk Neraka yang Berapi-Api
سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ
Terjemah: Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (yang mempunyai nyala api).
Ayat ini adalah pemenuhan nubuat. Kata سَيَصْلَىٰ (Sayasla) mengandung arti kepastian masa depan. Yang paling mencolok adalah kata لَهَبٍ (Lahab) yang berarti nyala api atau kobaran api. Nama Abu Lahab (Bapak Api) secara ironis dan profetik dikaitkan langsung dengan takdirnya di neraka.
Ini adalah bukti I'jaz (keajaiban) linguistik Al-Qur'an, di mana nama pribadi seseorang menjadi penanda penderitaan abadinya. Abu Lahab menamai dirinya sebagai ‘Bapak Api’ karena ketampanan dan pipinya yang kemerahan, tetapi Allah mengabadikan nama itu sebagai ciri dari siksaan yang akan menimpanya.
Ayat 4: Istrinya, Pembawa Kayu Bakar
وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
Terjemah: Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar.
Istri Abu Lahab, bernama Arwa binti Harb, yang dikenal sebagai Ummu Jamil, juga dihukum dalam Surah ini. Dia adalah saudara perempuan Abu Sufyan sebelum keislamannya dan merupakan penentang Islam yang fanatik.
Tafsir mengenai حَمَّالَةَ الْحَطَبِ (Hammalatal-Hatab) (pembawa kayu bakar) memiliki dua dimensi utama:
- Makna Hakiki (Fisik): Di akhirat, dia akan membawa kayu bakar untuk membakar suaminya di neraka, atau dia akan membawa beban dosanya sendiri.
- Makna Majazi (Metaforis): Di dunia, dia dikenal suka menyebar fitnah, adu domba, dan gosip jahat (yang membakar perselisihan), seolah-olah dia sedang mengumpulkan 'kayu bakar' untuk memicu api permusuhan terhadap Nabi Muhammad ﷺ.
Ummu Jamil dikenal sering meletakkan duri dan kotoran di jalan yang dilalui Nabi ﷺ untuk menyakiti dan menghina beliau. Dengan demikian, hukumannya di akhirat sangat sesuai dengan kejahatannya di dunia.
Ayat 5: Tali dari Sabut di Lehernya
فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍ
Terjemah: Di lehernya ada tali dari sabut.
Ayat terakhir ini melengkapi gambaran hukuman bagi Ummu Jamil. جِيدِهَا (Jidiha) berarti lehernya, dan حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍ (Hablun min Masad) adalah tali dari sabut, serat kasar pohon kurma atau palma.
- Masad: Tali yang terbuat dari sabut adalah tali yang sangat kasar dan murah, kontras dengan perhiasan mahal yang biasa dikenakan oleh wanita bangsawan Quraisy seperti Ummu Jamil.
- Hukuman yang Kontras: Ada riwayat yang menyebutkan bahwa Ummu Jamil memiliki kalung yang sangat indah dan bersumpah akan menjual kalung tersebut untuk membiayai upaya melawan Nabi ﷺ. Di akhirat, kalung kebanggaannya diganti dengan tali sabut yang kasar dan menyakitkan, menunjukkan kehinaan mutlak.
- Kesesuaian Hukuman: Tali ini juga melambangkan cara dia membawa beban kayu bakar (fitnah) di dunia, kini dia harus menanggung tali yang mencekik itu sebagai hukuman abadi.
Gambaran api (Lahab) yang menjadi takdir Abu Lahab.
Al-I'jaz Al-Qur'an: Keajaiban Nubuat dalam Surah Al-Lahab
Salah satu aspek paling menakjubkan dari Surah Al-Lahab, yang menegaskan klasifikasinya sebagai wahyu Ilahi Makkiyyah yang autentik, adalah unsur I'jaz Al-Ghaybi (keajaiban nubuat tentang masa depan yang gaib).
Kepastian Kekafiran hingga Akhir Hayat
Surah ini diturunkan di Makkah, jauh sebelum Abu Lahab meninggal. Isinya secara eksplisit menyatakan bahwa Abu Lahab dan istrinya pasti akan berakhir di neraka (Ayat 3: Kelak dia akan masuk...). Ini berarti, Al-Qur'an, yang diyakini Nabi Muhammad ﷺ sebagai kalamullah, telah memastikan bahwa Abu Lahab tidak akan pernah menerima Islam.
Logikanya, jika Al-Qur'an hanyalah buatan manusia, Abu Lahab memiliki peluang emas untuk membuktikan bahwa Al-Qur'an salah. Cukup dengan mengucapkan dua kalimat syahadat — bahkan jika hanya di bibir untuk membuktikan klaim kenabian itu palsu — ia akan membatalkan nubuat Surah Al-Lahab. Namun, sepanjang sisa hidupnya, yang beberapa tahun setelah Surah ini turun, Abu Lahab tetap teguh dalam kekafirannya hingga ia meninggal dalam kehinaan (terkena penyakit menular yang dihindari banyak orang setelah perang Badar).
Keengganannya untuk masuk Islam, bahkan demi membatalkan wahyu, adalah bukti kuat bahwa nubuat Al-Qur'an adalah kebenaran mutlak. Ini menegaskan bahwa takdirnya telah ditetapkan dan diumumkan oleh Yang Maha Mengetahui melalui Surah Makkiyyah ini, menjadikannya bukti nyata kemukjizatan Al-Qur'an bagi generasi setelahnya.
Peran Surah dalam Menghibur Nabi
Dalam fase Makkiyyah, Nabi ﷺ menghadapi tekanan psikologis dan fisik yang luar biasa. Penentangan Abu Lahab terasa sangat menyakitkan. Surah Al-Lahab berfungsi sebagai penghiburan ilahi, sebuah jaminan bahwa Allah sendiri yang akan menangani penentang terdekat dan terkeras. Ini memberikan kekuatan kepada Nabi dan para sahabat yang lemah di Makkah, menunjukkan bahwa kekayaan dan hubungan darah tidak dapat menyelamatkan seseorang dari murka Allah jika mereka memilih jalan penentangan.
Analisis Mendalam Karakteristik Makkiyyah Surah Al-Lahab
Surah Al-Lahab adalah model ideal untuk memahami kedalaman karakteristik Makkiyyah. Karakteristik ini tidak hanya terletak pada waktu penurunannya, tetapi juga pada isi tematik, yang secara khusus relevan untuk masyarakat yang baru diperkenalkan dengan konsep monoteisme yang ketat.
1. Fokus pada Kehinaan Materi
Mayoritas surah Makkiyyah berusaha mematahkan mentalitas Jahiliyah yang mengagungkan kekayaan (mal) dan status (hasab). Abu Lahab adalah representasi sempurna dari mentalitas ini—seorang paman Nabi, kaya, dan memiliki posisi terhormat. Ayat kedua, “Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang ia usahakan,” adalah pukulan telak terhadap fondasi sosial Makkah saat itu. Ini adalah tema Makkiyyah klasik: kekayaan duniawi fana dan tidak akan membantu di hadapan Allah. Tema ini kemudian diperkuat dalam surah-surah Makkiyyah lain seperti Al-Humazah dan Al-Ma'un.
2. Gaya Bahasa Peringatan Keras (Indzar)
Di Makkah, dakwah memerlukan metode indzar (peringatan) yang kuat. Bahasa Surah Al-Lahab adalah bahasa ancaman langsung dan spesifik. Penggunaan kata-kata seperti Tabbat (celaka/binasa) dan Naran Dhati Lahab (Api yang bergejolak) dimaksudkan untuk menimbulkan ketakutan dan perenungan yang mendalam. Struktur linguistiknya yang pendek dan ritmis sangat efektif untuk disebarkan dan dihafal di tengah masyarakat Arab yang gemar akan retorika dan syair.
3. Menekankan Kepastian Pembalasan (Yaumul Qiyamah)
Meskipun singkat, Al-Lahab secara utuh memuat tema pembalasan. Ayat-ayatnya bergerak dari tindakan di dunia (penentangan dan fitnah) menuju konsekuensi abadi di akhirat (Neraka Lahab dan tali masad). Penekanan pada konsekuensi individu di akhirat adalah inti dari ajaran Makkiyyah, yang bertujuan membangun keyakinan (iman) pada hari kebangkitan sebelum menetapkan hukum (syariat) yang lebih detail, yang akan datang pada fase Madaniyyah.
4. Keterkaitan dengan Surah Pendek Makkiyyah Lain
Al-Lahab sering dipelajari bersama surah-surah pendek Makkiyyah lainnya di Juz 'Amma (misalnya Al-Kafirun, Al-Kautsar, An-Nashr, Al-Ikhlas). Surah Al-Kafirun (Katakanlah: Hai orang-orang kafir!) menetapkan garis batas akidah. Surah Al-Lahab menunjukkan konsekuensi nyata bagi mereka yang melewati batas itu dan menentang risalah secara ekstrem. Bersama-sama, surah-surah ini membentuk fondasi akidah Islam yang kokoh di fase awal dakwah.
Kisah Tragis Abu Lahab dan Ummu Jamil
Surah Al-Lahab menempatkan dua karakter historis di pusat cerita Al-Qur'an, menjadikannya studi kasus abadi mengenai penentangan terhadap kebenaran. Pemahaman mendalam tentang siapa mereka memperkuat pesan Surah ini.
Abdul Uzza bin Abdul Muthalib (Abu Lahab)
Abu Lahab adalah putra dari Abdul Muthalib, kakek Nabi, dan saudara kandung dari Abdullah (ayah Nabi), Abu Thalib, dan Al-Abbas. Dia adalah bagian dari Bani Hasyim, klan yang secara tradisional bertugas menjaga Ka'bah dan melayani para peziarah.
Meskipun ia memiliki kedekatan darah dengan Rasulullah ﷺ, ia adalah salah satu musuh paling kejam. Ketika Bani Hasyim dan Bani Muthalib dikucilkan secara ekonomi dan sosial (pemboikotan di Shi’b Abi Thalib), hanya Abu Lahab yang memisahkan diri dari klan dan bergabung dengan kubu musuh, kaum Quraisy lainnya, yang menunjukkan pengkhianatan ganda: pengkhianatan terhadap risalah kenabian dan pengkhianatan terhadap ikatan kekeluargaan (silaturahim).
Kematian Abu Lahab terjadi tak lama setelah Pertempuran Badar. Meskipun ia tidak berpartisipasi dalam pertempuran itu (ia membayar orang lain untuk menggantikannya), ia meninggal dalam kondisi memprihatinkan karena penyakit kulit menular yang disebut Al-'Adasah (sejenis abses atau penyakit yang sangat menjijikkan), yang membuat keluarganya menjauh. Ia akhirnya meninggal dalam kehinaan dan dikuburkan secara tergesa-gesa dengan cara didorong ke liang lahat dari jarak jauh karena takut tertular penyakitnya. Ini adalah pemenuhan nyata dari "Tabbat" di dunia.
Arwa binti Harb (Ummu Jamil)
Ummu Jamil adalah putri Harb bin Umayyah dan saudara perempuan Abu Sufyan (sebelum masuk Islam). Sebagai seorang wanita dari klan Umayyah, dia memiliki status sosial yang tinggi. Namun, status ini tidak menghalangi dirinya untuk melakukan perbuatan tercela.
Perannya sebagai Hammalatal-Hatab (pembawa kayu bakar) sangat vital dalam narasi Surah ini. Dia tidak hanya mendukung suaminya dalam menentang Nabi ﷺ, tetapi juga mengambil peran aktif dalam upaya menyakiti dan merendahkan beliau. Kejahatan yang dilakukannya adalah kombinasi fitnah lisan dan pelecehan fisik (meletakkan duri di jalan).
Dikisahkan bahwa setelah Surah Al-Lahab turun, Ummu Jamil yang murka pernah mendatangi Ka'bah sambil membawa batu besar dan mencari Nabi Muhammad ﷺ. Saat itu, Nabi sedang duduk bersama Abu Bakar. Meskipun Ummu Jamil berdiri sangat dekat, dia tidak dapat melihat Nabi ﷺ karena adanya hijab ilahi. Dia hanya melihat Abu Bakar, dan berkata: "Di mana temanmu? Aku dengar dia mengejekku..." (Riwayat ini memperkuat perlindungan Allah terhadap Nabi-Nya dari ancaman musuh-musuh Makkiyyah).
Kisah hidup dan kematian Abu Lahab serta Ummu Jamil secara keseluruhan berfungsi sebagai penjelas terperinci mengapa Surah Al-Lahab termasuk Surah Makkiyyah yang diturunkan untuk menunjukkan bahwa tidak ada kekebalan bagi siapapun yang menentang Kebenaran, bahkan jika mereka adalah kerabat terdekat utusan Allah.
Relevansi Abadi Surah Al-Lahab: Pelajaran Teologis dan Moral
Meskipun Surah Al-Lahab sangat spesifik ditujukan kepada dua individu, makna dan pelajarannya bersifat universal dan abadi. Surah ini mengajarkan beberapa prinsip teologis dan moral penting yang relevan dalam setiap era.
1. Prioritas Akidah di Atas Ikatan Darah
Surah ini mengajarkan bahwa dalam Islam, ikatan akidah dan keimanan jauh lebih penting daripada ikatan darah atau keluarga. Abu Lahab, meskipun paman Nabi, dipisahkan dari beliau secara abadi karena perbedaan fundamental dalam akidah. Ini adalah pelajaran yang keras, khususnya bagi kaum Muslim awal di Makkah, yang harus memilih antara keluarga lama dan keluarga baru (umat Islam).
2. Ketidakberdayaan Kekayaan Melawan Takdir Ilahi
Surah Al-Lahab adalah peringatan keras bagi semua orang yang mengandalkan harta benda dan status sosial. Di hadapan Allah, kekayaan tidak memiliki nilai penebusan. Kekuatan, kedudukan, dan kekayaan yang diagung-agungkan di Makkah (dan dalam masyarakat sekuler modern) tidak akan mencegah hukuman ilahi. Ini menegaskan konsep Makkiyyah tentang pertanggungjawaban individu dan ketiadaan perantara (kecuali izin Allah).
3. Hukuman yang Sesuai dengan Kejahatan (Qishash Ukhrawi)
Siksaan yang digambarkan dalam surah ini sangat sesuai dengan kejahatan yang dilakukan:
- Abu Lahab: Menggunakan kedua tangannya untuk mencela Nabi, maka kedua tangannya dikutuk. Namanya (Bapak Api) menjadi nama nerakanya.
- Ummu Jamil: Mengumpulkan kayu bakar (fitnah), maka ia dihukum dengan tali sabut kasar di lehernya, membawa kayu bakar sesungguhnya di neraka.
Kesesuaian (munasabah) antara kejahatan di dunia dan hukuman di akhirat menunjukkan kesempurnaan keadilan Allah.
4. Kesabaran dalam Menghadapi Penentangan
Bagi Rasulullah ﷺ dan umat Islam, Surah ini adalah sumber kesabaran. Ketika menghadapi penentangan dan fitnah yang menyakitkan, Surah Al-Lahab mengingatkan bahwa Allah melihat, mendengar, dan akan membalas keadilan di waktu yang tepat. Ini adalah janji kemenangan ilahi atas kejahatan pribadi yang mendalam.
Penegasan Kembali Klasifikasi dan Urutan Surah
Dalam konteks studi Al-Qur'an, penentuan apakah Surah Al-Lahab termasuk Makkiyyah atau Madaniyyah adalah mutlak Makkiyyah, dan penegasan ini didukung oleh seluruh konteks sejarah dan tematik.
Urutan Penurunan (Nuzul)
Meskipun urutan dalam mushaf (urutan Utsmani) adalah ke-111, urutan penurunan Surah Al-Lahab (Nuzul) sangatlah awal. Beberapa ulama menempatkannya di antara surah-surah yang diturunkan segera setelah Al-Fatihah, sebelum Surah Al-Muddaththir dan Al-Muzammil, menandakan bahwa ia termasuk dalam gelombang wahyu paling awal, pada saat Nabi ﷺ baru memulai dakwah terang-terangan di Makkah. Urutan Nuzul yang sangat awal ini secara pasti menempatkannya dalam kategori Makkiyyah.
Perbandingan dengan Surah Madaniyyah
Jika kita membandingkan Surah Al-Lahab dengan Surah Madaniyyah (yang turun setelah hijrah, seperti Al-Baqarah atau An-Nur), perbedaannya sangat mencolok:
- Madaniyyah: Berfokus pada hukum, tata kelola negara, perang, hubungan sosial, dan peraturan keluarga. Gaya bahasanya lebih panjang dan lugas.
- Makkiyyah (Al-Lahab): Berfokus pada Tauhid, Hari Kiamat, ancaman, dan pembantahan akidah. Gaya bahasanya pendek, puitis, dan berapi-api.
Surah Al-Lahab jelas tidak membahas hukum pernikahan, pembagian warisan, atau hukum perang; ia membahas ancaman personal terhadap musuh Nabi yang paling vokal di Makkah. Ini memperkuat statusnya sebagai Makkiyyah sejati.
Integrasi dalam Juz 'Amma
Juz 'Amma (Juz 30) dikenal sebagai kumpulan mayoritas surah Makkiyyah pendek, yang difokuskan untuk menanamkan dasar-dasar akidah kepada kaum Muslimin awal. Keberadaan Surah Al-Lahab di dalamnya adalah pengakuan bahwa ia berfungsi sebagai salah satu pilar dakwah akidah di Makkah.
Dalam keseluruhan bingkai studi Al-Qur'an, Surah Al-Lahab merupakan penanda penting masa-masa sulit awal Islam, memberikan pelajaran tentang keadilan ilahi yang tidak mengenal kompromi terhadap siapa pun yang menentang kebenaran, bahkan jika ia adalah seorang kerabat Rasulullah ﷺ. Surah ini adalah salah satu bukti paling nyata dari kemukjizatan Al-Qur'an dalam menetapkan takdir dan memberikan kepastian kepada umat beriman.
Analisis yang mendalam terhadap setiap aspek Surah Al-Lahab, mulai dari konteks historis, penafsiran linguistik, hingga implikasi teologisnya, secara kolektif menegaskan kesimpulan tunggal: Surah Al-Lahab termasuk surah Makkiyyah, sebuah bab penting dalam Al-Qur'an yang menjelaskan pertentangan sengit antara cahaya Tauhid dan kegelapan kekufuran di jantung kota Makkah.
Pembelajaran tentang Surah Al-Lahab terus menjadi relevan, mengingatkan umat manusia bahwa kekuasaan, kekayaan, dan ikatan duniawi tidak akan mampu menyelamatkan seseorang dari pertanggungjawaban spiritual. Ia merupakan cerminan abadi dari janji Allah untuk membela hamba-Nya dan menimpakan azab yang setimpal kepada para penentang kebenaran, sebuah prinsip yang mendasari seluruh risalah kenabian yang disampaikan di Makkah. Surah ini merupakan peringatan yang universal dan eksplisit, ditujukan tidak hanya kepada Abu Lahab dan istrinya, tetapi kepada siapapun yang memilih jalan penentangan dan kezaliman, menegaskan bahwa kerugian sejati adalah kerugian di akhirat.
Setiap kata dalam Surah ini dipilih dengan presisi yang sempurna, menunjukkan I'jaz Al-Qur'an dalam hal ramalan dan gaya bahasa. Penggunaan nama 'Lahab' bukan sekadar kebetulan, melainkan takdir yang disematkan dalam bahasa Arab yang indah. Kesinambungan tema antara Surah Al-Lahab dan surah-surah Makkiyyah lainnya, yang semuanya menyerukan Tauhid murni dan peringatan keras tentang Hari Kiamat, memastikan bahwa posisi surah ini dalam klasifikasi Makkiyyah adalah tak terbantahkan. Pemahaman akan konteks Makkiyyah memberikan perspektif yang tepat dalam menginternalisasi pelajaran moral dan keimanan yang terkandung dalam lima ayat yang agung ini.
Surah Al-Lahab juga menyajikan pelajaran berharga mengenai ujian kesabaran yang dihadapi oleh para pembawa pesan kebenaran. Dalam menghadapi fitnah dan permusuhan yang datang dari lingkaran terdekat—yaitu paman dan bibi beliau sendiri—Nabi Muhammad ﷺ menunjukkan ketabahan yang luar biasa. Allah kemudian membalas penghinaan ini dengan wahyu yang tidak hanya membungkam musuh, tetapi juga mengabadikan nasib buruk mereka sebagai pelajaran bagi seluruh umat manusia. Hal ini menguatkan keyakinan bahwa setiap kesulitan dalam menegakkan agama pasti akan diikuti dengan dukungan dan perlindungan dari Allah SWT.
Keunikan Surah ini sebagai Surah Makkiyyah yang menyebutkan nama musuh secara spesifik juga menunjukkan bahwa terkadang, pertentangan individu dapat mencapai tingkat kejahatan yang sedemikian rupa sehingga memerlukan intervensi dan deklarasi ilahi yang lugas. Ini adalah manifestasi dari keadilan absolut yang tidak memandang bulu, menggarisbawahi prinsip Islam bahwa tidak ada kekebalan sosial atau status yang dapat menyelamatkan seseorang dari hukuman atas kekafiran dan kezaliman yang terang-terangan.
Lebih jauh lagi, Surah Al-Lahab memberikan insight tentang dinamika keluarga dalam masyarakat Arab pra-Islam. Meskipun tradisi menghormati paman (sebagai pelindung) sangat kuat, tindakan Abu Lahab melanggar norma-norma tersebut demi kepentingan pribadinya dan penolakan terhadap Tauhid. Dengan mengutuknya, Al-Qur'an secara efektif merombak kembali nilai-nilai moral dan menegaskan bahwa kesetiaan tertinggi harus diberikan kepada Allah, bahkan jika itu berarti memutus ikatan dengan kerabat yang menentang kebenaran. Ini adalah esensi dari pemurnian akidah di fase Makkiyyah.
Penyebutan Ummu Jamil sebagai "pembawa kayu bakar" (hammalatal-hatab) merupakan sebuah peringatan spesifik terhadap bahaya fitnah dan lidah jahat. Dalam konteks Makkiyyah, di mana alat perang utama musuh adalah propaganda, cemoohan, dan penyebaran berita palsu, peran Ummu Jamil sangat destruktif. Surah ini mengajarkan bahwa dosa lisan dan menyebar kebencian memiliki hukuman yang setara dengan kejahatan fisik, yang diwujudkan melalui tali sabut kasar di lehernya, kontras dengan perhiasan kemewahan yang ia kenakan. Pelajaran ini tetap relevan, mengingatkan umat Islam tentang bahaya gosip dan fitnah di era komunikasi modern.
Pengulangan kata tabb dalam ayat pertama (Celakalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar celaka dia) menciptakan penekanan retoris yang kuat. Ilmu balaghah (retorika Al-Qur'an) menjelaskan bahwa pengulangan ini adalah teknik untuk memperkuat makna dan menghilangkan keraguan. Ini menunjukkan bahwa kerugian Abu Lahab bersifat ganda: kegagalan di dunia dalam menghentikan dakwah Nabi, dan azab yang pasti di akhirat. Kepastian ini adalah ciri khas gaya bahasa Makkiyyah yang bertujuan mendirikan fondasi akidah yang tak tergoyahkan bagi para pengikut awal.
Dalam perbandingannya dengan surah-surah lain yang membahas nasib individu, Surah Al-Lahab berdiri sendiri karena nama subjek hukuman disebutkan secara eksplisit. Kontrasnya, banyak musuh Islam lainnya tidak disebutkan namanya, namun Abu Lahab disebut. Para ulama berpendapat bahwa ini dilakukan karena posisinya sebagai kerabat terdekat Nabi dan perannya yang krusial dalam menentang dakwah di awal kemunculannya, sehingga menjadi simbol abadi dari penentangan internal yang paling sengit. Ini sekali lagi mengukuhkan Surah Al-Lahab sebagai bagian integral dan unik dari wahyu Makkiyyah.
Keseluruhan narasi Surah Al-Lahab mengajarkan umat Islam untuk senantiasa waspada terhadap jebakan duniawi, terutama kesombongan yang ditimbulkan oleh status dan kekayaan. Surah ini menekankan bahwa kekayaan tidak membeli keselamatan. Ketika menghadapi cobaan dan penindasan, terutama di tangan orang yang seharusnya mendukung, umat Islam diingatkan bahwa pertolongan dan penghakiman akhir hanya milik Allah. Inilah pesan utama yang diukir dalam batu oleh wahyu Makkiyyah.
Oleh karena itu, ketika ditinjau dari setiap sudut pandang—historis, linguistik, dan tematik—jawaban atas pertanyaan "surah al lahab termasuk surah apa" adalah jelas dan mendalam: ia adalah sebuah karya agung Makkiyyah, sebuah peringatan yang singkat namun menggelegar, yang memastikan nasib seorang penentang besar di masa-masa awal Islam, sekaligus memberikan jaminan bagi umat beriman akan kemenangan akhir kebenaran atas kebohongan.
Penting untuk dicatat bahwa keunikan Surah Al-Lahab juga terletak pada kenyataan bahwa ia merupakan surah yang bersifat prediksi yang sempurna. Sebelum wafatnya Abu Lahab, orang-orang Quraisy lainnya, seperti Umar bin Khattab dan Khalid bin Walid, yang juga awalnya menentang Islam, kemudian masuk Islam. Namun, Surah Al-Lahab secara absolut menutup pintu keimanan bagi Abu Lahab dan istrinya. Tidak ada satu pun ahli tafsir atau sejarawan yang mencatat adanya keraguan atau celah dalam nubuat ini. Hal ini memperkuat pandangan bahwa Surah ini adalah bukti tak terbantahkan dari sifat ilahi Al-Qur'an yang diturunkan di Makkah.
Pemahaman ini mendorong kesimpulan bahwa Surah Al-Lahab berfungsi sebagai pelajaran teologis yang esensial. Ia mengajari umat Islam tentang sifat keadilan Allah yang tidak terhindarkan dan konsekuensi dari kekufuran yang disengaja. Karakteristik Makkiyyah Surah ini, dengan fokusnya yang tajam pada akidah dan akhirat, menjadikannya salah satu bacaan fundamental bagi setiap Muslim yang ingin memahami inti dari pesan Islam yang pertama kali diwahyukan.