Ilustrasi visual makna ayat-ayat Al-Baqarah.
Surat Al-Baqarah, sebagai surat terpanjang dalam Al-Qur'an, memuat berbagai kisah, hukum, dan pedoman hidup bagi umat manusia. Di antara ayat-ayat awal surat ini, terdapat sepuluh ayat yang menjadi sorotan penting, yaitu ayat 10 hingga 20. Bagian ini secara khusus menggambarkan kontras antara orang beriman, orang kafir, dan kaum munafik, serta bagaimana Allah SWT memberikan respons terhadap tingkah laku mereka. Memahami makna dan bacaan latin dari surat Al-Baqarah ayat 10-20 memberikan perspektif mendalam tentang keimanan dan kekufuran.
Ayat-ayat awal ini menggambarkan kondisi hati orang-orang yang memiliki penyakit. Allah SWT berfirman:
"Fī qulūbihim maraḍun fazādahumullāhu maraḍā, wa lahum ‘ażābun alīmum bimā kānū yakżibūn."
Artinya: "Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan apa yang selalu mereka dustakan."
Ayat ini menjelaskan bahwa penyakit dalam hati bukanlah sekadar masalah fisik, melainkan lebih kepada penyakit keraguan, kemunafikan, dan penolakan terhadap kebenaran. Akibat dari kedustaan dan keingkaran mereka, Allah menambah penderitaan batin mereka dan menyiapkan siksa yang pedih. Ayat berikutnya, ayat 11, juga menggarisbawahi sifat mereka yang enggan berbuat baik dan selalu menciptakan kerusakan.
Selanjutnya, Allah SWT menggambarkan respons orang-orang munafik dan kafir ketika diingatkan untuk beriman dan memperbaiki diri:
"Alā innahum humul mufsīdūna walākin lā yasy’urūn."
Artinya: "Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari."
Mereka tidak menyadari kerusakan yang mereka timbulkan, baik dalam diri sendiri maupun masyarakat. Ketika diperintahkan untuk beriman, mereka malah bersikap angkuh dan menganggap orang beriman sebagai orang bodoh:
"Wa iżā qīla lahum āminū kamā āmanan nāsu qālū an’uminu kamā amanal sufahā’(u), alā innahum humus sufahā’u walākin lā ya’lamūn."
Artinya: "Dan apabila dikatakan kepada mereka: 'Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang beriman,' mereka menjawab: 'Apakah kami akan beriman sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?' Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak mengetahui."
Ayat-ayat ini menunjukkan kesombongan dan ketidakmauan mereka untuk menerima kebenaran, bahkan mereka mencibir orang-orang beriman. Allah menegaskan bahwa merekalah yang sebenarnya bodoh karena menolak petunjuk.
Untuk menggambarkan lebih jelas keadaan kaum munafik dan kafir, Allah SWT memberikan perumpamaan:
"Matsaluhum kamatsalilladzīstaufada nārā, fa lammā adā’at mā haulaihi żahaballāhu binūrihim wa taraka hum fī ẓulumātin lā yubṣirūn."
Artinya: "Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah melenyapkan cahaya (yang menerangi) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat."
Perumpamaan ini menggambarkan bagaimana mereka mendapatkan sedikit penerangan (ilmu atau petunjuk), namun kemudian cahaya tersebut dicabut karena penolakan mereka. Mereka dibiarkan dalam kegelapan kebodohan dan kesesatan.
"Shummum bukmun ‘umyun fahum lā yarji’ūn."
Artinya: "Mereka tuli, bisu, dan buta, maka mereka tidak dapat kembali."
Kondisi mereka digambarkan seperti orang yang tuli, bisu, dan buta, yang berarti mereka tidak dapat mendengar kebenaran, tidak dapat mengucapkannya, dan tidak dapat melihat jalan yang lurus. Ini adalah gambaran kehancuran spiritual yang mereka alami.
Ayat selanjutnya (19-20) melanjutkan perumpamaan untuk menggambarkan situasi mereka yang berada di antara kebingungan dan bahaya:
"Au kaṣayyibim minas samā’i fīhi ẓulumātun wa ra’dun wa barqun, yaj’alūna aṣābi’ahum fī āżānihim minas ṣawā’iqi ḥażaral maut, wallāhu muḥīṭum bil kāfirīn."
Artinya: "Atau seperti (orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit, di dalamnya ada kegelapan, petir, dan kilat. Mereka menyumbat telinga dengan jari-jarinya, karena (suara) petir, sebab mereka takut akan kematian. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir."
Perumpamaan ini menunjukkan bahwa mereka seperti orang yang tersesat dalam badai yang mengerikan. Suara petir (peringatan atau kebenaran yang datang) membuat mereka menutup telinga karena takut, namun pada akhirnya Allah mengelilingi dan menguasai orang-orang kafir tersebut.
"Yakadul barqu yakhṭafu abṣārahum, kullamā adā’a lahum maysyū fīhi, wa iżā aẓlama ‘alaihim qāmū, walau syā’allāhu lazahaba bisam’ihim wa abṣārihim, innallāha ‘alā kulli syai’in qadīr."
Artinya: "Hampir saja kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menerangi mereka, mereka berjalan di bawah (kilat) itu, dan apabila gelap menerangi mereka, mereka berhenti. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu."
Ayat penutup ini melengkapi gambaran mereka yang terus-menerus dalam keraguan dan ketidakpastian. Ketika ada cahaya (kebenaran), mereka berusaha memanfaatkannya sejenak, namun ketika kegelapan datang (keraguan kembali), mereka berhenti. Ini mencerminkan betapa bergantungnya mereka pada keadaan, bukan pada petunjuk yang hakiki. Allah menegaskan kekuasaan-Nya yang mutlak atas segala sesuatu, termasuk kemampuan untuk mengambil pendengaran dan penglihatan mereka.
Memahami surat Al-Baqarah ayat 10-20 latin beserta maknanya memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya ketulusan dalam beriman, bahaya kesombongan dan keraguan, serta janji Allah bagi orang-orang yang teguh di jalan kebenaran. Renungan terhadap ayat-ayat ini diharapkan dapat memperkuat keyakinan dan mengarahkan langkah kita menuju keridhaan-Nya.